Pages - Menu

Pages - Menu

Kamis, 17 November 2016

Gara-Gara Program Sertifikat, Pegawai Kelurahan Keluhkan Biaya Kertas Membengkak



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Problem sertifikat massal swadaya (SMS) biaya murah, rupanya masih belum sepenuhnya membuat masyarakat percaya. Dengan tak adanya biaya tambahan di kelurahan, masyarakat ragu jika sertifikasi massal ini akan berjalan lancar. Bisa jadi, jalannya lamban. Di sejumlah kelurahan banyak terlihat petugas yang mengurusi berkas-berkas mengeluh dengan banyaknya kertas yang dikeluarkan. Untuk satu berkas, bisa menghabiskan antara 10 sampai 12 lembar kertas.

“Repot juga kalau sudah Kabag Pemerintahan bilang, harus melayani masyarakat dengan baik dan gratis, mau apalagi. Kalau satu dua orang tidak masalah. Nah.., ini sampai ratusan berkas, terus siapa yang nomboki biaya kertas. Sementara lurahnya juga nggak mau tahu,” keluh salah satu petugas kelurahan di wilayah Surabaya Timur ini, Rabu (16/11).

Tidak dipungkiri, meski masyarakat kecewa dengan program sertifikat ini karena tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Namun antusias masyarakat untuk bisa memiliki sertifikat sangatlah tinggi. Terbukti, hampir di sejumlah kantor kelurahan di wilayah Surabaya Timur meliputi Wonorejo, Medokan Ayu, Gunung Anyar Tambak, Mojo, Gunung Anyar, Bulak, Kenjeran, Sidotopo Wetan, Tambak Wedi, jumlah pemohonnya cukup banyak.

Namun, untuk melayani masyarakat pemohon berkas mulai sporadik, berkas peralihan riwayat tanah sampai kerawangan, harus membuat petugas kelurahan kewalahan. Karena untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti pendukung itu, cukup memakan waktu lama. Tak heran jika 100 pemohon, baru ada sekitar 10 berkas pemohon yang dinyatakan komplit.  

“Mudah-mudahan ada jalan keluar untuk mengatasi persoalan yang kecil-kecil ini, karena untuk fotokopi dan kertas ini juga ada biaya meski kecil, ” selorohnya.

Hartono, warga Bulak mengakui, jika warga masih belum faham terkait biaya apa saja yang harus dikeluarkan untuk membuat sertifikat, selain biaya resmi dari BPN Rp 545 ribu untuk biaya pengukuran, Panitia A dan transport. Rupanya, warga juga harus membayar pajak sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) serta pajak pembelian dan penjualan hingga Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

“Jadi biaya Rp 545 ribu saja tidak berlaku di sini,” ujar Yunus, warga Bulak, kemarin.

Menanggapi keluhan masyarakat Bulak, Camat Bulak Suprayitno menegaskan jika untuk program sertifikat massal swadaya, masyarakat hanya membayar pajak penghasilan (PPh). Dengan membayar PPh, biaya sertifikat akan lebih murah.

"Pemohon hanya membayar PPh untuk pemegang surat Petok-D, sedangkan untuk BPHTB tidak perlu bayar. Namun, bagi warga yang sudah terlanjur ada surat Ikatan Jual Beli (IJB) dari PPAT harus dilanjutkan ke Akta Jual Beli (AJB). Tentunya harus membayar BPHTB," jelasnya dikonfirmasi, kemarin.

Ditanya soal biaya pembelian tanah di bawah tahun 1997, dimana mengacu pada Peraturan Pemerinah Republik Indonesia Nomor  24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang tidak dikenakan pajak PPh dan BPHTB, Suprayitno menegaskan jika dalam program SMS itu tidak berlaku.

“Program ini tidak mengacu pada tahun 1997. Tanah yang masih belum terdaftar di BPN atau masih Petok-D maka, hanya bayar PPh dan tidak perlu membayar BPHTB. Murahnya di situ. Ditambah lagi, jika sebelumnya biaya NJOP dikali 5 persen, lewat program ini pemohon cukup membayar 2,5 persen. Sertifikat juga, jadinya lebih cepat tidak bertahun-tahun,”  pungkas mantan Sekretaris Kecamatan Rungkut ini. (arf)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar