Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Kamis, 09 Februari 2017

Nasib Pensiunan Honorer Pemkot Surabaya Lebih Tragis Dari PSK



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Perjuangan bertahun-tahun 17 pensiunan pegawai Honorer pemerintah kota Surabaya yang berasal dari Dinas Perhubungan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan serta Dinas Kesehatan untuk mendapatkan bantuan keuangan berupa pensiunan atau pesangon tetap tak membuahkan hasil. Pasalnya, tak ada payung hukum untuk mengucurkan anggaran pensiunan kepada mantan pegawai pemerintah kota itu.

“Kami memahami posisi pemerintah kota jika mengucurkan anggaran pesangon untuk para pensiunan justru menyalahi aturan,” terang Herlina, Ketua Komisi A usai hearing dengan beberapa pensiunan Honorer dan SKPD pemerintah kota, Rabu (8/2).

Herlina mengaku, tuntutan pesangon para pensiunan honorer awalnya sebesar Rp. 50 juta. Namun, kemudian menyerahkan besarannnya kepada kesanggupan pemerintah kota. Meski begitu, pemerintah kota juga tak bisa memberikan tali asih atau bantuan keuangan tersebut, karena tak ada aturan yang mengaturnya.

“Untuk mengucurkannya, memang tak ada landasan hukumnya,” terangnya.

Politisi Partai Demokrat ini menambahkan, berdasarkan kenyataan tersebut, menjadi tantangan bagi pemerintah kota dalam melakukan perjanjian terkait masa kerja,hak dan kewajiban tenaga hononorer atau outsourcing yang saat ini jumlahnya cukup banyak.

“Kami tak ingin pemkot nantinya mengalami kejadian seperti ini, tak bisa memberikan tali asih kepada tenaga honorernya,” tuturnya.

Herlina mengaku, kenyataan tersebut miris. Bahkan, ia menirukan keluhan yang disampaikan para pensiunan honorer kepada kalangan dewan, bahwa mereka merasa iri dengan para PSK yang diberi pesangon, sementara para pensiunan honorer yang bekerja bertahun-tahun dan membawa nama harum pemerintah kota karena prestasinya, malah tak diberi apa-apa.

“Kata mereka, kami yang bekerja tapi tak diberi kepedulian,” tandasnya.

Ketua Komisi A ini mengakui, dalam dengar pendapat diruang komisi tak menghasilkan solusi. Meski, Dinas pengendalian Penduduk, pemberdayaan Perempouan dan Anak mengusulkan adanya modal pemberdayaan.

“Namun nilainya kecil jika diwujudkan barang nilainya sekitar Rp. 500 – 700 ribu. Itu pun harus disurvey dulu memerlukan bantuan apa,” jelasnya. (arf)

0 komentar:

Posting Komentar