Pages - Menu

Pages - Menu

Rabu, 16 Maret 2022

Kasus Proyek Krakatau Steel Naik Penyidikan


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Kejaksaan Agung (Kejagung) meningkatkan status penyelidikan kasus proyek pembangunan pabrik Blast Furnace PT Krakatau Steel (Persero) menjadi penyidikan.

“Peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan pabrik blast furnace di PT Krakatau Steel Persero,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dilansir dari laman Detik pada Rabu, 16 Maret 2022.

Sebanyak 78 orang saksi dan 3 orang ahli telah diperiksa. Namun Kejagung belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut.

“Kita sudah ratusan dokumen sudah dilakukan penyitaan. Namun perkara ini baru hari ini dilakukan ekspose, dan baru hari ini juga perkara ini dinaikkan status dari penyelidikan ke penyidikan umum. Jadi belum ditentukan tersangkanya,” imbuhnya.

Kasus ini bermula tahun 2011, PT Krakatau Steel (Persero) membangun pabrik blast furnace (BFC) bahan bakar Batubara untuk memajukan industri baja nasional dengan biaya produksi yang lebih murah.

Selanjutnya, pada 31 Maret 2011 dilakukan lelang pengadaan pembangunan pabrik blast furnace (BFC) yang dimenangkan oleh Konsorsium MCC CERI dan PT Krakatau Engineering.

Sumber Pendanaan Pembangunan Pabrik Blast Furnace awalnya dibiayai bank ECA/Export Credit Agency dari China namun dalam pelaksanaannya ECA dari China tidak menyetujui pembiayaan proyek dimaksud karena EBITDA (kinerja keuangan perusahaan) PT KS tidak memenuhi syarat. Selanjutnya, pihak PT KS mengajukan pinjaman ke Sindikasi Bank BRI, MANDIRI, BNI, OCBC, ICBC, CIMB Bank, dan LPEI.

Dalam perjalanannya, pekerjaan pembangunan pabrik itu dihentikan pada 19 Desember 2019 karena pekerjaan belum 100%. Setelah dilakukan uji coba operasi, biaya produksi lebih besar dari harga baja di pasar.

Adapun pabrik tersebut menggunakan bahan bakar batu bara agar biaya produksinya lebih murah dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar gas.

“Oleh karena itu peristiwa pidana tersebut dapat menimbulkan kerugian keuangan negara,” ujarnya.

Dalam kasus ini, terindikasi adanya tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 jo Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menyampaikan jumlah kerugian keuanga atau perekonomian negara akibat kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pabrik Blast Furnance (BFC) pada PT Krakatau Steel (Persero).

“Dalam waktu dekat, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus akan mengumumkan kerugian riil terkait perkara dimaksud,” kata Ketut Sumedana.

Diperkirakan kerugian negara dalam proyek ini mencapai 10 Triliun. Namun pihaknya tengah mendalami dan memastikan kejelasan kerugian tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar