Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Selasa, 08 Maret 2022

Korupsi Level Ikan Teri, Jaksa Agung Tegaskan Penjara Bukan Hukuman Mutlak


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan sanksi pidana dalam perkara korupsi tidak harus selalu berupa penjara. Ia menyebut ada beberapa sanksi lainnya yang dapat dijatuhkan ke pelaku tindak pidana korupsi, khususnya yang berada di level ikan teri.

Dalam webinar bertajuk Keadilan Restoratif: Apakah Korupsi Rp50 Juta Perlu Dipenjara, Selasa (8/3), korupsi level ikan teri merujuk pada perkara yang tidak berkaitan dengan kerugian keuangan negara, maupun yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara namun dengan nominal kecil.

Burhanuddin menyebut, perkara-perkara korupsi tersebut bisa diselesaikan lewat mekanisme keadilan restoratif. Ia berpendapat, pada dasarnya korupsi adalah kejahatan finansial.

"Maka menurut hemat saya penanggulangannya akan lebih tepat jika pendekatannya menggunakan instrumen finansial," ujar Burhanuddin.

Adapun sanksi yang bisa dijatuhkan ke pelaku tindak pidana korupsi level ikan teri adalah sanksi pidana denda yang setimpal, pencabutan hak-hak atau perampasan barang-barang tertentu. Jaksa, lanjut Burhanuddin, juga bisa memberikan rekomendasi ke para stakeholders terkait pemberian sanksi administrasi kepegawaian.

"Misalnya penundaan pangkat hingga pemecatan," sebutnya.

Di samping itu, penjatuhan sanksi kepada pihak swasta bisa dilakukan dengan cara pembekuan, pembubaran, ataupun pem-blacklist-an perusahaan. 

Ini memungkinkan pihak swasta tidak bisa lagi mengikuti proses pengadaan barang dan jasa yang diselenggarakan negara.

Lebih lanjut, Jaksa Agung juga mengingatkan penanganan perkara tindak pidana korupsi membutuhkan biaya besar. Biaya operasional penanganan perkara dari penyidikan sampai eksekusi, katanya, tidak sebanding dengan kerugian yang diakibatkan korupsi level ikan teri.

Terlebih jika perkara korupsi terjadi di wilayah kepulauan yang jauh dari Pengadilan Tipikor di ibu kota provinsi. Padahal, asas peradilan sederhana, cepat, dan berbiaya ringan harus diterapkan oleh aparat penegak hukum, termasuk jaksa.

"Bayangkan bagaimana perkara itu kalau terjadi di Pulau Nias, harus disidangkan di Medan?" kata Burhanuddin.

"Berapa waktu yang harus habis? Berapa dana yang harus diserap? apabila korupsinya berskala kecil, akan menjadi beban negara," tandasnya. 

0 komentar:

Posting Komentar