KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Bebasnya PT Telkom dari sanksi akibat gagal memenuhi target pemasangan internet RT/RW di 33 kecamatan, diduga karena ada klausul soal sanksi kepada PT Telkom dihilangkan.
Tidak tercantumnya klausul tersebut, dipastikan PT Telkom tidak bisa dituntut bertanggung jawab soal kegagalan proyek yang didanai APBD sebesar Rp 6,9 miliar.
Agus Sonhaji, Kepala Bina Program Pemerintah Kota Surabaya menjelaskan alasan mengapa klausul sanksi dihapus dari kontrak kerja tersebut. Agus menegaskan, Telkom sudah melakukan kerjanya dalam melakukan pengadaan tersebut.
Ditanya apakah benar alasannya ada dan dihapus? Agus menegaskan meskipun akhirnya Telkom tidak kena sanksi, tapi dalam Perpres No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, menurut Agus, meski gagal dan tidak memenuhi target Telkom tidak mendapatkan sanksi.
“Karena berdasar kontrak, kami dengan Telkom itu berdasarkan unit price. Dan saya rasa tidak ada yang dihapus karena sesuai Perpres itu Telkom sudah mengerjakan semuanya,” tukas Agus, di ruang kerjanya, Selasa(28/2) siang.
Agus mengakui memang dalam program pengadaan internet RT/RW tahun 2010 itu belum optimal 100 persen. Karena itu tahun 2012 ini dimungkinkan ada lagi dengan teknis yang berbeda.
Soal apakah pemkot dirugikan, Agus secara tegas mengatakan tidak ada yang dirugikan. Padahal anggaran Rp 6,9 miliar sudah turun semua. Namun hingga kini belum ada proses pengembalian ke kas daerah.
Seperti diketahui, proyek pengadaan koneksi internet bagi ketua RT/RW se-Surabaya tahun 2010 menyisakan persoalan.
Yang paling disorot adalah kontrak kerja Pemkot Surabaya dengan PT Telkom, yang dinilai cacat hukum dan tidak layak memenuhi syarat sahnya kontrak seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Faktanya, klausul yang mengatur tentang sanksi dan denda kepada pihak kedua (PT Telkom) dalam adendum kontrak kerjasama ke II secara sengaja dihapus (ditiadakan) pasca wanprestasi (tak memenuhi target) pelaksanaan pemasangan modem internet tersebut.
Secara tegas diatur, di Kepres 54/2010 lampiran 5 disebutkan, syarat sahnya kontrak harus memuat sanksi dan denda. Pada kontrak pertama tanggal 19 Juli 2011 sampai 19 Agustus 2011, Telkom hanya bisa menyelesaian sekitar 13 persen dari total jumlah yang ada.
Karena tidak memenuhi target, akhirnya terjadi adendum perpanjangan kontrak kerja lagi hingga 19 September 2011. Nyatanya, Telkom berkewajiban memasang sebanyak 10.888 node (titik sambungan) internet.
Namun realisasinya, Telkom hanya bisa menyelesaikan sekitar 58 persen atau sebanyak 6.009 pemasangan internet RT/RW saja. Dengan fakta ini saja, PT Telkom sudah bisa dikenai sanksi. (arf)
Pages - Menu
▼
▼
Halaman
▼
Rabu, 29 Februari 2012
Minggu, 26 Februari 2012
Kontrak Kerja Proyek Koneksi Internet RT/RW Abaikan Perpres 54/2010
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Proyek pengadaan koneksi internet bagi ketua RT/RW se-Surabaya tahun 2010 senilai Rp 6,9 miliar meninggalkan berbagi persoalan.
Meski begitu, lembaga penegak hukum tetap saja tak bergeming, kala ‘carut-marut’ proyek yang digagas Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan PT Telkom Indonesia Divre Jawa Timur ini mengemuka ditengah publik.
Setelah amburadulnya proses lelang dan pelaksanaan pemasangan modem internet ini digunjing Lembaga Swadaya Masyarakat (LMS), hingga dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, saat ini sorotan kembali ditujukan kepada Pemkot dan PT Tekkom Indonesia.
Hasil kajian Forum Masyarakat Anti Korupsi (Formak) Indonesia dan Masyarakat Pemantau Pelaksanaan Kebijaksanaan Pemerintah (MP3KP) Jatim menyatakan, kontrak kerja antara Pemkot Surabaya dengan PT Telkom Indonesia Divre Jawa Timur dalam proyek pengadaan internet RT/RW se-Surabaya ini cacat hukum. Sebab, tidak memenuhi syarat sahnya kontrak seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Kesimpulan itu mengerucut setelah hasil analisa LMS itu mendapati fakta, bahwa pasal yang mengatur tentang sangsi dan denda kepada pihak kedua (PT Telkom) dalam adendum kontrak kerjasama ke II secara sengaja dihapus (ditiadakan) setalah mengetahui terjadi wanprestasi (tak memenuhi target) pelaksanaan pemasangan modem internet.
Sehingga sampai saat ini tidak ada sangsi atau denda berupa apapun untuk Telkom meski paket pekerjaan yang digarapnya tidak memenuhi target.
Padahal, didalam Kepres 54/2010 lampiran 5 menyebut, syarat sahnya kontrak harus memuat sangsi dan denda.
“Pada kontrak pertama tanggal 19 Juli 2011 sampai 19 Agustus 2011, telkom hanya bisa menyelesaian sekitar 13 persen dari total jumlah yang ada. Karena tidak memenuhi target, akhirnya terjadi adendum perpanjangan kontrak kerja lagi hingga 19 September 2011. Nyatanya, Telkom berkewajiban memasang sebanyak 10888 node (titik sambungan) internet. Namun realisasinya, Telkom hanya bisa menyelesaikan sekitar 58 persen atau sebanyak 6009 pemasangan Internet RT/RW saja. Harusnnya sangsi dan denda diberlakukan,”kata Koordinator Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia, Ismet Rama di Surabaya, Jumat (24/2/2012).
“Dimana-mana kalau pelaksanaan tidak memenuhi target akan kena sangsi dan denda. Pemkot sebagai lembaga pemerintah daerah dan telkom selaku BUMN harusnya tunduk dibawah undang-undang (hukum),”tegasnya.
Ismet menandaskan, karena tidak memenuhi syarat sah-nya kontrak, bisa diterjemahkan proyek tersebut telah batal demi hukum.
Ditempat yang sama, koordinator MP3KP Eusebius Purwadi menandaskan, konsekuensi dari pelanggaran ini adalah, PT Telkom Wajib mengembalikan anggaran yang dipakai sebab kontrak itu batal demi hukum.
“Telkom bisa dituntut secara perdata atau Pidana,”kata Purwadi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pelaksanaan pemasangan modem internet ini pun tak sesuai dengan target yang ditentukan. Bahkan pemasangan internet itu, PT Telkom telah dua kali melanggar adendum kontrak kerja.
Tetapi, lantaran ‘diduga’ telah terjadi ‘kongkalikong’, Pemkot Surabaya selaku pengguna anggaran tak memberikan sangsi apapun kepada rekanannya yang gagal menyelesaikan proyek secara tuntas itu.(klik Kontrak Proyek Internet RT/TW Pemkot Surabaya-PT Telkom ‘Akal-Akalan’)
Eddy juga mengakui tidak tercapainya target pelaksanaan instalansi karena adanya berbagai kendala di lapangan, yakni kesiapan RT dan RW untuk memanfaatkan Jaringan internet maka waktu yang disepakati sebelumnya, yaitu selama satu bulan dinilai tidak mencukupi. Pemkot Surabaya kemudian menyetujui perpanjangan waktu satu bulan sehingga batas waktu penyelesaian instalasi menjadi 19 September 2011.
Ia juga beralibi, telah terjadi beberapa kendala seperti RT/RW telah menggunakan Speedy sebanyak 5 persen. Kemudian, tidak bersedia dipasang Internet sebanyak 38 persen, rumah kosong sebanyak 20 persen, Belum memiliki komputer sebanyak 12 persen, Dialihkan ke pihak lain sebanyak 12 persen dan kendala lain-lain sebanyak 13 persen. (arf)
Meski begitu, lembaga penegak hukum tetap saja tak bergeming, kala ‘carut-marut’ proyek yang digagas Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan PT Telkom Indonesia Divre Jawa Timur ini mengemuka ditengah publik.
Setelah amburadulnya proses lelang dan pelaksanaan pemasangan modem internet ini digunjing Lembaga Swadaya Masyarakat (LMS), hingga dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, saat ini sorotan kembali ditujukan kepada Pemkot dan PT Tekkom Indonesia.
Hasil kajian Forum Masyarakat Anti Korupsi (Formak) Indonesia dan Masyarakat Pemantau Pelaksanaan Kebijaksanaan Pemerintah (MP3KP) Jatim menyatakan, kontrak kerja antara Pemkot Surabaya dengan PT Telkom Indonesia Divre Jawa Timur dalam proyek pengadaan internet RT/RW se-Surabaya ini cacat hukum. Sebab, tidak memenuhi syarat sahnya kontrak seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Kesimpulan itu mengerucut setelah hasil analisa LMS itu mendapati fakta, bahwa pasal yang mengatur tentang sangsi dan denda kepada pihak kedua (PT Telkom) dalam adendum kontrak kerjasama ke II secara sengaja dihapus (ditiadakan) setalah mengetahui terjadi wanprestasi (tak memenuhi target) pelaksanaan pemasangan modem internet.
Sehingga sampai saat ini tidak ada sangsi atau denda berupa apapun untuk Telkom meski paket pekerjaan yang digarapnya tidak memenuhi target.
Padahal, didalam Kepres 54/2010 lampiran 5 menyebut, syarat sahnya kontrak harus memuat sangsi dan denda.
“Pada kontrak pertama tanggal 19 Juli 2011 sampai 19 Agustus 2011, telkom hanya bisa menyelesaian sekitar 13 persen dari total jumlah yang ada. Karena tidak memenuhi target, akhirnya terjadi adendum perpanjangan kontrak kerja lagi hingga 19 September 2011. Nyatanya, Telkom berkewajiban memasang sebanyak 10888 node (titik sambungan) internet. Namun realisasinya, Telkom hanya bisa menyelesaikan sekitar 58 persen atau sebanyak 6009 pemasangan Internet RT/RW saja. Harusnnya sangsi dan denda diberlakukan,”kata Koordinator Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia, Ismet Rama di Surabaya, Jumat (24/2/2012).
“Dimana-mana kalau pelaksanaan tidak memenuhi target akan kena sangsi dan denda. Pemkot sebagai lembaga pemerintah daerah dan telkom selaku BUMN harusnya tunduk dibawah undang-undang (hukum),”tegasnya.
Ismet menandaskan, karena tidak memenuhi syarat sah-nya kontrak, bisa diterjemahkan proyek tersebut telah batal demi hukum.
Ditempat yang sama, koordinator MP3KP Eusebius Purwadi menandaskan, konsekuensi dari pelanggaran ini adalah, PT Telkom Wajib mengembalikan anggaran yang dipakai sebab kontrak itu batal demi hukum.
“Telkom bisa dituntut secara perdata atau Pidana,”kata Purwadi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pelaksanaan pemasangan modem internet ini pun tak sesuai dengan target yang ditentukan. Bahkan pemasangan internet itu, PT Telkom telah dua kali melanggar adendum kontrak kerja.
Tetapi, lantaran ‘diduga’ telah terjadi ‘kongkalikong’, Pemkot Surabaya selaku pengguna anggaran tak memberikan sangsi apapun kepada rekanannya yang gagal menyelesaikan proyek secara tuntas itu.(klik Kontrak Proyek Internet RT/TW Pemkot Surabaya-PT Telkom ‘Akal-Akalan’)
Eddy juga mengakui tidak tercapainya target pelaksanaan instalansi karena adanya berbagai kendala di lapangan, yakni kesiapan RT dan RW untuk memanfaatkan Jaringan internet maka waktu yang disepakati sebelumnya, yaitu selama satu bulan dinilai tidak mencukupi. Pemkot Surabaya kemudian menyetujui perpanjangan waktu satu bulan sehingga batas waktu penyelesaian instalasi menjadi 19 September 2011.
Ia juga beralibi, telah terjadi beberapa kendala seperti RT/RW telah menggunakan Speedy sebanyak 5 persen. Kemudian, tidak bersedia dipasang Internet sebanyak 38 persen, rumah kosong sebanyak 20 persen, Belum memiliki komputer sebanyak 12 persen, Dialihkan ke pihak lain sebanyak 12 persen dan kendala lain-lain sebanyak 13 persen. (arf)
Minggu, 19 Februari 2012
Diduga Kontrak Proyek Internet RT/TW Pemkot Surabaya-PT Telkom ‘Akal-Akalan’
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Kontrak proyek pengadaan Internet RT/RW pelanggan antara Pemkot Surabaya dengan PT Telkom Divre Jatim diduga syarat rekayasa.
Pasalnya, tidak ada sangsi atau denda yang dikenakan kepada Telkom meski pelaksanaan pemasangan internet molor dan melanggar perjanjian kontrak kerja.
Koordinator Forum Masyarakat Anti Korusi Jawa Timur, Ismet Rama menegaskan, dalam pelaksanaan pemasangan internet itu, PT Telkom telah dua kali melanggar adendum kontrak kerja.
Pada kontrak pertama tanggal 19 Juli 2011 sampai 19 Agustus 2011, telkom hanya bisa menyelesaian sekitar 13 persen dari total jumlah yang ada. Karena tidak memenuhi target, akhirnya terjadi adendum perpanjangan kontrak kerja lagi hingga 19 September 2011.
“Setelah kontrak kerja diperpanjang selama sebulan itu, PT Telkom Divre Jatim tetap tidak bisa merampungkan pemasangan. Lagi-lagi meleset dari target yang ditentukan dalam adendum perpanjangan kontrak. Dari jumlah 10888 node (titik sambungan) internet, Telkom hanya bisa menyelesaikan sekitar 58 persen atau sebanyak 6009 pemasangan Internet RT/RW,”ujar Ismet, Sabtu (18/2/2012).
Kendati telah melanggar beberapa pasal yang tertuang dalam perjanjian, namun sangsi dan denda yang seharusnya diberlakukan ternyata tidak pernah dijalankan. “Kontrak kerja itu cuma akal-akalan saja. Tidak ada sangsi atau denda,”ujarnya.
Dalam perlaksanaan proyek bernilai Rp 6,9 MiIiar itu, kedua belah pihak membagi pemasangan sebanyak 10888 node (titik sambungan) internet ditiap rumah ketua RT/RW se-Surabaya menjadi 62 kontrak. Atau sama dengan 2 kontrak kerja untuk setiap kecamatan.
“Yang Bertandatangan dalam kontrak perjanjian kerja itu adalah para Kasie Pemerintahan Kecamatan dan General Manager PT Unit II Business Service Regional II, Mulyanta,”ungkap Ismet Rama.
Dalam proyek ditegarai adanya dugaan korupsi dan kolusi yang dilakukan PT Telkom Divre Jatim dengan Pemkot Surabaya.
Temuan MP3KP yang dilaporkan ke Kejaksaan adalah pembagian modem bagi ketua RT maupun RW sudah terdapat di setiap kecamatan dengan anggaran bervariasi. Serta, anggaran koordinasi administrasi RT/RW dan belanja koneksi internet RT /RW di 31 kecamatan yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah, bahkan ada juga yang lebih dari Rp 1,5 miliar. (arf)
Pasalnya, tidak ada sangsi atau denda yang dikenakan kepada Telkom meski pelaksanaan pemasangan internet molor dan melanggar perjanjian kontrak kerja.
Koordinator Forum Masyarakat Anti Korusi Jawa Timur, Ismet Rama menegaskan, dalam pelaksanaan pemasangan internet itu, PT Telkom telah dua kali melanggar adendum kontrak kerja.
Pada kontrak pertama tanggal 19 Juli 2011 sampai 19 Agustus 2011, telkom hanya bisa menyelesaian sekitar 13 persen dari total jumlah yang ada. Karena tidak memenuhi target, akhirnya terjadi adendum perpanjangan kontrak kerja lagi hingga 19 September 2011.
“Setelah kontrak kerja diperpanjang selama sebulan itu, PT Telkom Divre Jatim tetap tidak bisa merampungkan pemasangan. Lagi-lagi meleset dari target yang ditentukan dalam adendum perpanjangan kontrak. Dari jumlah 10888 node (titik sambungan) internet, Telkom hanya bisa menyelesaikan sekitar 58 persen atau sebanyak 6009 pemasangan Internet RT/RW,”ujar Ismet, Sabtu (18/2/2012).
Kendati telah melanggar beberapa pasal yang tertuang dalam perjanjian, namun sangsi dan denda yang seharusnya diberlakukan ternyata tidak pernah dijalankan. “Kontrak kerja itu cuma akal-akalan saja. Tidak ada sangsi atau denda,”ujarnya.
Dalam perlaksanaan proyek bernilai Rp 6,9 MiIiar itu, kedua belah pihak membagi pemasangan sebanyak 10888 node (titik sambungan) internet ditiap rumah ketua RT/RW se-Surabaya menjadi 62 kontrak. Atau sama dengan 2 kontrak kerja untuk setiap kecamatan.
“Yang Bertandatangan dalam kontrak perjanjian kerja itu adalah para Kasie Pemerintahan Kecamatan dan General Manager PT Unit II Business Service Regional II, Mulyanta,”ungkap Ismet Rama.
Dalam proyek ditegarai adanya dugaan korupsi dan kolusi yang dilakukan PT Telkom Divre Jatim dengan Pemkot Surabaya.
Temuan MP3KP yang dilaporkan ke Kejaksaan adalah pembagian modem bagi ketua RT maupun RW sudah terdapat di setiap kecamatan dengan anggaran bervariasi. Serta, anggaran koordinasi administrasi RT/RW dan belanja koneksi internet RT /RW di 31 kecamatan yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah, bahkan ada juga yang lebih dari Rp 1,5 miliar. (arf)