KABARPROGRESIF.COM : Tidak main-main untuk memberikan efek jera bagi para urban yang ingin datang di Kota Surabaya, namun tak memiliki tujuan yang jelas. Pasalnya, Wali Kota Su-rabaya Tri Rismaharini akan memberlakukan sanksi tegas berupa denda sebesar Rp. 50 juta atau hukuman tiga bulan penjara bagi penduduk pendatang (duktang) yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, tujuan yang jelas dan identitas resmi.
Tri Rismaharini mengatakan, (19/8) pihaknya mulai melakukan Operasi Yustisi Kependudukan (OYK) di sejumlah kawasan. Sasaran yang dituju adalah rumah kos dan rumah sewa. "Saya oprtimis upaya mengendalikan jumlah warga pendatang pasca-Lebaran ini akan berhasil," katanya.
Menurut dia, dalam mengendalikan arus urbanisasi, selain membatasi pemberian kartu identitas penduduk musiman (Kipem), pihaknya juga menerapkan sanksi tegas dengan memberikan sanksi denda sebesar Rp50 juta atau hukuman 3 bulan kurungan terhadap pendatang yang tidak jelas maksud dan tujuannya datang ke Surabaya."Insyaallah bisa, operasi itu bukan hanya untuk pengaturan penduduk, tapi juga keamanan. Untuk itu, Kipem kita kendalikan, jika tidak ada penjamin akan susah. Soal sansksi itu tipiring (Tindak Pidana Ringan) ditentukan lewat persidangan," ujarnya.
Risma mengakui, membanjirnya jumlah pendatang ke Surabaya, karena Kota Pahlawan ini diibaratkan gula, yang menyediakan berbagai peluang pekerjaan bagi para pendatang. Padahal menurut mantan kepala Bappeko Surabaya ini, justru pihaknya menciptakan gula atau berbagai lapangan kerja bagi warganya melalui pelatihan keahlian dan industri kreatif. "Ngomongnya Surabaya ibu kota provinsi pasti ada gula. Saya lho malah menciptakan gula, kita training warga buat taman, kursus mengemudi. Bahkan kemarin saat ramai garam impor kita belajar buat garam," katanya.
Berdasarkan data Dispendukcapil Surabaya tahun 2012, jumlah jumlah warga luar kota yang tinggal di Surabaya yang ditunjukkan melalui Kartu Identitas penduduk musiman dari data sekitar 12 ribu orang. Namun dari jumlah itu saat ini yang tengah mengurus perpanjangan sekitar 4 ribu orang.
Wali kota menegaskan, Surabaya maupun Jakarta tidak bisa selalu menjadi jujukan warga luar kota dalam mengais rezeki. Untuk meningkatkan kesempatan kerja, menurutnya Semuanya harus diciptakan oleh pemerintah daerah setempat.
"Itu diciptakan gak bisa dibiarkan. Dan gak semua lari ke Surabaya, Jakarta. Kita harus TAK main-main untuk memberikan efek jera bagi para urban yang ingin datang di Kota Surabaya, namun tak memiliki tujuan yang jelas. Pasalnya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini akan memberlakukan sanksi tegas berupa denda sebesar Rp. 50 juta atau hukuman tiga bulan penjara bagi penduduk pendatang (duktang) yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, tujuan yang jelas dan identitas resmi.
Tri Rismaharini mengatakan, (19/8) pihaknya mulai melakukan Operasi Yustisi Kependudukan (OYK) di sejumlah kawasan. Sasaran yang dituju adalah rumah kos dan rumah sewa. "Saya oprtimis upaya mengendalikan jumlah warga pendatang pasca-Lebaran ini akan berhasil," katanya.
Menurut dia, dalam mengendalikan arus urbanisasi, selain membatasi pemberian kartu identitas penduduk musiman (Kipem), pihaknya juga menerapkan sanksi tegas dengan memberikan sanksi denda sebesar Rp50 juta atau hukuman 3 bulan kurungan terhadap pendatang yang tidak jelas maksud dan tujuannya datang ke Surabaya."Insyaallah bisa, operasi itu bukan hanya untuk pengaturan penduduk, tapi juga keamanan. Untuk itu, Kipem kita kendalikan, jika tidak ada penjamin akan susah. Soal sansksi itu tipiring (Tindak Pidana Ringan) ditentukan lewat persidangan," ujarnya.
Risma mengakui, membanjirnya jumlah pendatang ke Surabaya, karena Kota Pahlawan ini diibaratkan gula, yang menyediakan berbagai peluang pekerjaan bagi para pendatang. Padahal menurut mantan kepala Bappeko Surabaya ini, justru pihaknya menciptakan gula atau berbagai lapangan kerja bagi warganya melalui pelatihan keahlian dan industri kreatif. "Ngomongnya Surabaya ibu kota provinsi pasti ada gula. Saya lho malah menciptakan gula, kita training warga buat taman, kursus mengemudi. Bahkan kemarin saat ramai garam impor kita belajar buat garam," katanya.
Berdasarkan data Dispendukcapil Surabaya tahun 2012, jumlah jumlah warga luar kota yang tinggal di Surabaya yang ditunjukkan melalui Kartu Identitas penduduk musiman dari data sekitar 12 ribu orang. Namun dari jumlah itu saat ini yang tengah mengurus perpanjangan sekitar 4 ribu orang.
Wali kota menegaskan, Surabaya maupun Jakarta tidak bisa selalu menjadi jujukan warga luar kota dalam mengais rezeki. Untuk meningkatkan kesempatan kerja, menurutnya Semuanya harus diciptakan oleh pemerintah daerah setempat.
"Itu diciptakan gak bisa dibiarkan. Dan gak semua lari ke Surabaya, Jakarta. Kita harus kreatif supaya warga dapat penghasilan," katanya.
Ia mengaku, mengarahkan kesempatan kerja di Surabaya untuk Jasa dan Perdagangan. Dua sektor tersebut terbukti telah mendongkrak nilai produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Surabaya. "PDRB kita 90 persen di support oleh perdagangan dan jasa," katanya.
Hal yang sama juga dikatakan Kepala Dispenduk Capil Kota Surabaya Suharto Wardoyo. Menurut Suharto, pihaknya tak akan mentolelir bagi warga pendatang yang tak memiliki pekerjaan dan identitas yang jelas, jika tertangkap saat Operasi Yustisi di perkampungan, Pemkot Surabaya akan memulangkan ke daerah asalnya.
Untuk itu, kata Suharto, pihaknya akan berkoordinasi dengan Satpol PP dalam penertiban warga pendatang. Mereka yang terbukti tidak memiliki Kartu Identitas Penduduk Musiman (KIPEM) akan dikenai sanksi perdata atau pidana. Ancamannya sesuai Perda 5/2011, kurungan maksimal 3 bulan atau denda 50 juta rupiah.
Suharto menegaskan, proses verbal terhadap warga pendatang dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), sementara pengenaan hukuman diserahkan kepada pihak Pengadilan Negeri Surabaya. Sebelumnya, Pemkot Surabaya mengenakan denda sebesar Rp100 ribu kepada penduduk musiman yang tidak memiliki identitas.
Untuk mengetahui warga pendatang yang belum memiliki tujuan jelas dan pekerjaan di Surabaya, Pemkot menggelar Operasi Yustisi mulai 19 Agustus. Dalam operasi tersebut, sasaran yang akan dituju adalah tempat kost di pemukiman.
Suharto menambahkan, dengan ada-nya sanksi tegas bisa memberikan efek jera kepada para pendatang yang tidak mempunyai alasan jelas ke Surabaya. Berdasarkan data Dispenduk Capil, jumlah warga pendatang yang memegang KIPEM tahun 2012 sekitar 12 ribu orang. Dari jumlah itu sebagian besar belum melakukan perpanjangan. Menurutnya, saat ini hanya sekitar 3.250 hingga 4.000 orang yang telah mengurus KIPEM, padahal target yang ingin dicapai sekitar 8.000 orang.
Menanggapi kebijakan pemkot dalam bidang kependudukan, Ketua Komisi D DPRD Surabaya Baktiono justru pesimis bisa diberlakukan secara efektif. Pasalnya, mereka yang datang ke Surabaya mempunyai tujuan yang beragam.“Orang yang datang bisa saja dengan berbagai alasan dan tujuan, seperti alasan mudik. Tidak mudah mendeteksinya,” kata anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.
Baktiono menegaskan, alasan lain yang menjadi kendala penerapan kebijakan yang berortientasi membendung arus urbanisasi itu karena dianggap melanggar aturan perundangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia untuk bepergian ke suatu daerah.“Ini negara republik, bukan federal, itu bisa melanggar peraturan karena membatasi bepergian ke daerah lain, bisa melanggar hak asasi manusia,” tegasnya.
Baktiono mengungkapkan, untuk mengantisipasi urbaniasasi, kewenangan pe-nuh sebenarnya berada di tangan Pemprov Jatim. Karena menurutnya, munculnya gelombang urbanisasi berawal dari tidak meratanya pembangunan dan fasilitas yang bisa dinikmati penduduknya. “Untuk mencegahnya, sebenarnya tugas gubernur.
Caranya, dengan memberikan fasilitas dan bantuan ke daerah agar tidak terjadi kesenjangan,” terangnya. Sembari menjelaskan jika urbanisasi hanya dilakukan pemkot tanpa melakukan kordinasi dengan jelas oleh Pemerintahan Jawa Timur dirinya tidak menyakin akan berhasil dilakukan oleh sosok walikota Tri Risma.
Ia yakin, berbagai fasilitas yang dibe-rikan pemkot kepada warganya seperti pendidikan gratis mulai tingkat SD hingga SMA/SMK, pelayanan kesehatan dan pengurusan administrasi kependudukan yang mudah dan gratis belum sepenuhnya juga diterapkan oleh pemerintah daerah lainnya.
Untuk mengatasi kesenjangan antar daerah, Baktiono berharap Pemprov Jatim melakukan sharing pembiayaan yang tidak bisa di cover oleh daerah. “Ya sharing ang-garan, yang bisa ditanggung daerah berapa? Sisanya bisa ditanggung provinsi,” pungkasnya.
Genderang ‘perang’ yang di tabuh oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini terhadap para urban mulai dibuktikan, misalnya seperti di wilayah Kecamatan Tandes. Dengan jumlah penduduk yang padat dan tersebar di enam kelurahan, membuktikan bila para pendatang baru mulai bermunculan.
Satuan yang di komando Suharto, AMP. S.Sos. SH. MT, Camat Tandes, mulai disebar di titik-titik yang dianggap paling diminati oleh para pendatang baru untuk bermukim sementara apalagi kalau bukan tempat-tempat kos yang tarifnya lumayan murah.
Nah, hasilnya cukup lumayan, gelar operasi yustisi kependudukan (OYK) yang juga melibatkan RT, RW dan aparat dari TNI maupun Polri meski waktunya cukup singkat (21/8) yakni sekitar lima jam, mulai pukul 17.00 hingga 21.00, kecamatan Tandes dapat menjaring sebanyak 355 orang. Dengan rincian, Kelurahan Tandes, 30 orang, Kelurahan Balongsari, 165 orang, Kelurahan Karang Poh, 45 orang, Kelurahan Manukan Wetan, 14 orang, Kelurahan Manukan Kulon, 33 orang dan Kelurahan Banjar Sugihan 68 orang.
Menurut Camat Tandes, Suharto, banyaknya pendatang baru yang terjaring dalam OYK oleh anggotanya membuktikan bila kota Surabaya benar-benar diminati untuk mengais rejeki, namun sayangnya para pendatang baru tersebut tak segera melakukan pengurusan kependudukan sementara (KIPEM) yang telah ditentukan oleh Pemerintah Kota Surabaya.” Saat ini mereka masih diverbal oleh petugas.” jelasnya.
Suharto menambahkan, pihaknya sangat bangga dengan jajarannya yang telah tanggap akan kondisi wilayahnya sebab dengan waktu yang sangat singkat, sebagian para urban tak dapat berkutik saat di minta menunjukkan identitas sementara untuk tinggal di Surabaya.” Saya optimis dapat menjaring para pendatang baru yang belum mengurus KIPEM.” ujarnya.
Wilayah Tandes, lanjut Suharto, merupakan salah satu tempat jujugan bagi para urban, pasalnya banyak tempat industri yang menjanjikan mereka untuk dapat mengais rejeki. “ Mereka kos, yang letaknya dekat dengan tempat kerjannya, rata-rata kerja di pabrik dan mebel.” akunya.
Hal tersebut juga diamini oleh Lurah Tandes, Drs. H. Habib. Menurut Habib, dalam OYP kali ini pihaknya menggelar hanya di satu RT saja, ini dikarenakan waktu yang diberikan cukup singkat selain itu, sebelumnya OYP juga pernah dilakukan dan hasilnya sangat memuaskan. “ Masalah waktu juga sangat menentukan kita untuk melangkah terlalu jauh, kita juga koordinasi dengan RT setempat yang tahu persis, kapan pendatang baru itu berada di rumah. Sekarang di RT 3, RW 1” paparnya.
Sebelumnya lanjut Habib, OYP digelar dengan waktu yang cukup lama, pihaknya dapat menjaring sebanyak 176. Para pendatang baru ini tersebar, dengan rincian, RT 1, RW 2 sebanyak 82 orang, RT 3, RW 2 sebanyak 52 orang dan RT 1 hingga 6 di RW 8 sebanyak 42 orang.” Hanya RW 9 yang nggak pernah kita yustisi, masalahnya jalan raya.” bebernya.
Kelurahan Manukan Wetan, yang kali ini mendapatkan’buruan’ sangat minim padahal tempat tersebut wilayahnya juga meliputi wilayah industri, senada dengan kelurahan Tandes.” Sebelumnya kita juga sudah menjaring sekitar 193 orang, keba-nyakan mereka sudah memiliki KIPEM,.” Kata Muslik, Kasi Pem kelurahan.(*/arf)
0 komentar:
Posting Komentar