KABARPROGRESIF.COM : Ada yang ganjil dalam masalah ini, un-tuk menutupi celah hukum terkait pengelolaan sampah, Pemkot dan DPRD Surabaya berkerja keras menutupi celah hukum pengelolahan sampah di TPA Benowo itu dengan pihak ketiga dengan membuat Peraturan Daerah (Perda).
Terbukti, Pemkot dan DPRD secara diam-diam membahas Racangan Peraturan Daerah (Raperda) Tentang Penge-lolahan Sampah untuk segera disahkan menjadi Perda sebagai pijakan hukum kerjasama pengelolaan sampah sistem Build Operate and Transfer (BOT) dengan PT SO yang bermasalah itu.
Anehnya, rapat paripurna tersebut tiba-tiba sampai pada agenda pandangan umum fraksi. Padahal sebelumnya tidak pernah ada tahapan paripurna yang membahas Raperda ini. Diketahui, kerjasama pengelolahan antara Pemkot Surabaya dan PT SO sudah terjadi sejak setahun yang lalu. Namun hingga saat ini Pemkot Surabaya belum memiliki Perda yang menjadi landa-san hukum pengelolaan sampah.
Terkait hal ini, Kepala Bagian Hukum Pemkot Surabaya, Maria Theresia Ekawati Rahayu membenarkan jika raperda yang dibahas dalam rapat paripurna pekan lalu tersebut mengatur tentang tata cara pengelolahan sampah dan bukan retribusi seperti yang di ucapkan beberapa ang-gota dewan dan Ketua DPRD M Machmud.“Kalau retribusi sudah ada yaitu Perda no 10 tahun 2012. Kali ini memang perda pengelolahan sampah,” katanya.
Dia menjelaskan, Raperda ini merupakan inisiatif DPRD Surabaya dan sudah diserahkan pemkot untuk dilakukan harmonisasi.“Setelah itu baru dilakukan pandangan umum fraksi. Raperda itu merupakan inisiatif legislatif,” tambahnya.
Sementara itu, ketika ditanya Raperda tersebut sengaja dirancang untuk kepentingan kerjasama pengelolahan sampah, Yayuk membantah dan berdalih untuk menyesuaikan undang-undang.
Namun, pihaknya membenarkan jika dalam raperda tersebut juga memuat mekanisme dan tata cara pengelolahan sampah termasuk kerjasama dengan pihak ketiga.“Dulu kan perda no 4 tahun 2000 pengelolahan dan retribusi sampah diga-bung. Sekarang dipisah sendiri-sendiri,” ungkapnya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini da-lam jawabannya atas pandangan umum fraksi di paripurna DPRD Surabaya. Wali kota menegaskan jika pemkot sudah sesuai prosedur, karena kerjasama itu sudah mendapat persetujuan pimpinan dewan.
Hal yang dipermasalahan dewan sebenarnya tak saja masalah perjanjian kerjasamanya, tapi juga terkait dikeluarkanya tipping fee untuk PT SO yang sama sekali belum bekerja melakukan pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan. Hal ini sama saja dengan memanjakan investor yang belum memberikan kiprah pemasukan bagi Pemkot Surabaya, tapi justru sudah lebih dulu menerima fee atas masuknya sampah ke TPA Benowo.
Dalam jawabannya, wali kota menegaskan jika pemkot telah mengajukan permohonan persetujuan atas kerja sama dengan PT SO dengan nomor surat 658.1/4027/436.6.5/2012. Berdasar surat tersebut , menurut wali kota, pimpinan dewan telah menyetujui pelaksanaan perjanjian kerja sama dengan PT SO dengan mengirimkan surat keputusan Pimpinan DPRD 13-P/2012.
Artinya sudah tak ada masalah lagi atas perjanjian kerjasama tersebut. Pemkot telah memenuhi semua aturan dalam PP 50/2007 yang mengatur tentang kerja sama pemerintah daerah dengan pihak ketiga. Sementara, anggota Komisi C Reni Astuti menyanggahnya. “Dalam PP 50/2007 pasal 12, yang dibutuhkan adalah persetujuan DPRD bukan pimpinan DPRD. Kalau persetujuan DPRD berarti harus disahkan dalam rapat paripurna. Dari tahun 2012 sejak kerja sama itu diteken pemkot, tidak pernah ada paripurna yang mengesahkan persetujuan tersebut,” tegas Reni.
Ditambahkannya, dalam PP yang sama disebutkan pemerintah daerah harus mengajukan draft perjanjian kerja sama tersebut untuk dibahas oleh Dewan dalam jangka waktu 45 hari. Pembahasan itu de-ngan maksud agar dewan memberikan berbagai masukan ke pemkot tentang berbagai hal agar perjanjian yang dimaksud saling menguntungkan dan wajib disempurnakan pemkot dalam waktu 15 hari se-belum disahkan.
Beberapa waktu lalu, menjelang pe-ngesahan APBD 2013, banyak anggota dewan yang vokal menyoal masalah tipping fee untuk sampah Benowo. Namun belakangan, suara itu sudah tak terdengar lagi. Ada kabar tak enak terkait bungkamnya anggota dewan tersebut.
Rupanya, kucuran segar memang sudah melanda beberapa anggota dewan. Ada yang menduga, vokalnya penyorotan masalah tipping fee hanya “pancingan” tersebut agar nilai tawarnya jadi tinggi. Anggota dewan sendiri sangat sulit di-mintai komentar soal tipping fee. Artinya pekerjaan oleh PT SO yang perusahaannya saja masih belum jelas dalam mengelola sampah Benowo menjadi gas dan listrik, bakal berjalan mulus tanpa hambatan. Perusahaan tak berpengalaman yang baru saja didirikan namun bisa memenangkan tender melalui lelang investasi itu, bisa dengan mudah meraup rupiah dari Pemkot Surabaya.
Pasalnya, sejak 2013 ini, perusahaan itu sudah akan menerima tipping fee yang besarnya mencapai Rp. 57 miliar tersebut. Tanpa pekerjaan mengolah sampah, perusahaan yang bakal beroperasi pada 2015, selama tiga tahun akan menerima ‘dana investasi (tipping fee) secara gratis.
Namun pada Kamis lalu, pimpinan Ko-misi C yang mendapat kabar jika angin segar tipping fee itu sudah menciprati Komisi C, buru-buru menggelar rapat internal. Tujuannya memang untuk membahas kabar tersebut. Karena anggota tak kuorum, maka rapat itu pun batal.
DPRD Surabaya memang layak mempertanyakan keberadaan PT SO ke pemkot, baik itu Dinas Kebersihan dan Pertamanan maupun Bagian Bina Program Surabaya. Sebab, bagaimana bisa suatu perusahaan yang tak berpengalaman bisa menang dalam lelang investasi itu. Padahal dalam lelang syaratnya sudah jelas jika yang bisa mengikutinya adalah perusahaan berpengalaman dalam pengelolaan listrik. Nah, PT SO justru baru-baru ini membuka lowongan untuk tenaga-tenaga yang trampil terkait kelistrikan dengan sumber energi terbarukan tersebut. Ini membuktikan kalau perusahaan itu baru saja berdiri.
Beberapa anggota dewan yang masih dianggap bersih dari tipping fee berkomentar dingin. “Biarkan saja kalau ada yang mendapat cipratan masalah tipping fee, toh yang menanggung akibatnya anggota itu sendiri,” sindir Sudirjo.
Sudirjo menganggap, proyek itu masih bermasalah karena masalah itu tak pernah dibicarakan dengan DPRD Surabaya. Pemkot justru memutuskan sendiri masa-lah tipping fee dan lainnya. (dbs/arf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar