Pages - Menu
▼
▼
Halaman
▼
Kamis, 14 Agustus 2014
Terjaring Razia Satpol PP Surabaya, Ratusan Warga Pendatang Ikuti Sidang Yustisi Kependudukan
KABARPROGRESIF.COM : Ratusan warga pendatang yang tinggal di kawasan Surabaya Pusat dan tidak memiliki Kartu Identitas Penduduk Musiman (Kipem), terjaring operasi yustisi yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP Kota Surabaya), Kamis (14/8). Mereka kemudian mengikuti sidang yustisi kependudukan yang digelar di Balai Kota Surabaya, Kamis (14/8) siang.
Warga pendatang yang kebanyakan berprofesi sebagai pedagang dan pekerja ini hanya bisa menjawab “belum tahu” ketika Hakim Ketua, Anne Rusiana SH dari Pengadilan Negeri Surabaya, mencecar mereka dengan pertanyaan “bapak dan ibu sudah tahu apa kesalahannya sehingga disidang di sini”. Ada satu dua warga yang sempat ngeyel dengan mengatakan dirinya memiliki KTP tetapi mengapa tetap terjaring razia. Ada pula yang mengatakan belum tahu adanya aturan yang mewajibkan warga pendatang yang tinggal di Surabaya minimal tiga bulan harus memiliki Kipem.
“Ibu memang punya KTP, tapi itu KTP dari daerah asal ibu. Orang luar Surabaya kalau tinggal di Surabaya harus punya Kipem,” ujar Anne Rusiana.
Hakim ketua lantas menyampaikan sanksi bagi pelaku tindak pidana ringan tersebut. Sanksinya bisa denda dengan besaran bervariasi tergantung pertimbangakan hakim, atau sanksi kurungan tiga hari. Warga yang terjaring razia yustisi itupun hanya bisa terdiam ketika mendengarkan hakim ketua menyampaikan petuah. Setelah mengikuti sidang, warga pendatang itupun langsung membayar denda di meja pembayaran denda.
“Jadilah warga negara yang baik. Jangan berkilah tidak tahu atau belum ada sosialisasi karena aturan ini kan sudah lama. Apalagi, ngurus Kipem di Surabaya nggak repot,” kata hakim ketua.
Abdul Hamid (48 tahun, warga pendatang asal Madura yang terjaring razia yustisi di kawasan setren kali Pasar Keputran, Kecamatan Tegalsari, mengaku memilih membayar denda Rp 50 ribu. Dia menyatakan belum mengetahui adanya aturan yang mengharuskan warga pendatang seperti dirinya memiliki Kipem. “Saya ndak punya Kipem. Dan saya ndak tahu kalau harus ngurus Kipem. Besok saya akan mengurusnya,” ujarnya.
Sementara Erna Damayanti (20 tahun), perempuan muda asal Nganjuk yang mengaku sudah bekerja selama satu tahun di Surabaya, juga lebih memilih membayar denda Rp 50 ribu. “Saya tidak pernah dibilangin sama bapak kost saya kalau ada aturan harus memiliki Kipem,” katanya.
Kepala Seksi Program Satpol PP Kota Surabaya, Bagus Supriyadi mengatakan, operasi yustisi yang dilakukan Satpol PP Kota Surabaya merupakan bagian dari upaya pengendalian penduduk di Kota Surabaya sekaligus penegakan Peraturan daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang penyeleggaraan administrasi kependudukan. Dikatakan Bagus, di kawasan Surabaya Pusat, operasi yustisi dilakukan di Kecamatan Tegalsari dan Kecamatan Genteng.
“Dari hasil operasi yustisi, di kecamatan Genteng terjaring 54 orang dan di Tegalsari lebih dari 100 orang,” ujar Bagus.
Bagus mengatakan, operasi yustisi ini nantinya bakal digelar merata di seluruh kawasan di Surabaya selama bulan Agustus ini. Pekan lalu, Satpol PP Kota Surabaya telah melakukan operasi yustisi di kawasan Surabaya Selatan. Hasilnya, sebanyak 199 orang pendatang terjaring razia karena tidak memiliki KTP Surabaya ataupun Kipem dan sudah disidangkan. “Ini nanti akan kita gelar di semua kecamatan. Minggu depan kemungkinan di Surabaya Utara. Dibandingkan tahun lalu, kemungkinan akan ada kenaikan jumlah warga yang terjaring karena razia tahun ini digelar secara lebih sistematis dan terjadwal,” ungkap Bagus.
Terkait pengurusan Kipem, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya, Suharto Wardoyo menegaskan bahwa kepengurusannya tidak ribet. Menurut Suharto, pemohon hanya perlu menyertakan keterangan surat pindah dari daerah asal, foto kopi KTP serta jaminan tempat tinggal yang diketahui RT/RW. Pemohon juga melampirkan surat keterangan atau pernyataan bekerja atau studi plus foto 3x3 sebanyak dua lembar.
“Pencetakan Kipem nanti di kecamatan. Kipem ini berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang. Pengurusannya gratis kecuali terlambat 30 hari (terhitung dari masa habis berlakunya Kipem) akan dikenakan denda,” tegas mantan Kabag Hukum Pemkot Surabaya ini.(*/arf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar