Pages - Menu
▼
▼
Halaman
▼
Kamis, 06 November 2014
Bandar Sabu Sampang Hanya Dijerat Pasal Rehabilitasi
KABARPROGRESIF.COM : Prilaku Jaksa Retno Wulan dari Kejati Jatim dalam penegakan supremasi hukum dan program pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba patut dipertanyakan.
Jaksa wanita bertubuh tambun ini terlihat memberikan perlakuan khusus bagi Tajul Arifin, Bandar sabu asal sampang yang menjadi pesakitan di PN Surabaya dalam kasus narkotika.
Perlakuan istimewa itu dapat dilihat dalam surat dakwaan Jaksa Retno yang mencantumkan pasal 127 UU RI No 35 tahun 2009 tentang rehabilitasi. Padahal saat ditangkap oleh Polisi, terdakwa memiliki timbangan dan barang bukti sabu seberat 4,2 gram.
Untuk memuluskan penerapan pasal rehabilitasi ini, Jaksa Retno tak bekerja sendiri, pasal rehab tersebut muncul dari penyidik Kepolisian.
Nah, dalam kasus Tajul Arifin ini, penyidik juga menggunakan jasa dokter Arifin, dokter Rutan Medaeng Surabaya.
dr Arifin memang tak asing lagi di dunia penikmat maupun bandar narkoba. Status dokter rutan inilah digunakannya untuk mencari tambahan rejeki selain menjadi PNS.
Dari data yang dihimpun,
Untuk bisa memakai jasa dr Arifin, penikmat maupun bandar harus mengeluarkan kocek yang nilainya puluhan juta rupiah.
Tak ayal, dr Arifin juga bersaksi dalam kasus ini. Dalam keteranganya yang disampaikan dalam persidangan yang digelar di PN Surabaya, Kamis (6/11/2014), Ia menjelaskan jika mengaku kenal dengan terdakwa Tajul Arifin.
"Sehari setelah penangkapan, saya dipanggil penyidik untuk memeriksa terdakwa. Kondisinya saat itu tampak sakit, berkeringat, lemes seperti orang lemah. Saat dibawa ke Rutan Medaeng, kondisinya agak lebih baik," jelasnya pada majelis hakim yang diketuai Hariyanto.
Menurut Saksi yang sudah langganan sebagai dokter rehabilitasi, sebelumnya pada 2005, terdakwa dalam seminggu mengkonsumsi sabu-sabu bisa 4 kali dalam seminggu.
"Biasanya dalam paketan 1 gram, dipakai beberapa kali. Dan bila sabu tidak dipakai, bisa sakit," ujarnya.
Sementara, Jaksa Retno menyangkal jika terdakwa Tajul adalah bandar, melainkan hanyalah seorang pecandu saja.
"Terdakwa melanggar Pasal 112 KUHP jo Pasal 127 KUHP UU Narkotika. Jadi terdakwa hanya ketergantungan, bukan bandar mas," katanya didepan Ruang Tirta 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (6/11/2014).
Persidangan ini terkesan aneh, Pasalnya saat penangkapan berlangsung oleh Polda Jatim, locus delicty bukan berada di Surabaya melainkan di Sampang, Namun oleh Jaksa Kasus ini di limpahkan ke PN Surabaya.
Seperti diketahui setelah mendapat informasi dari masyarakat, terdakwa dirumahnya ditangkap, 21 Mei 2014 lalu. Dirumahnya di Desa Banyuates, Sampang. Dalam penggeledahan, petugas berhasil menemukan tiga poket sabu-sabu dengan berat 4,2 gram, satu timbangan dan bom alat hisap yang baru saja dipakai terdakwa di dalam kamar. Pada Jaksa, terdakwa mengaku mendapatkan barang harap tersebut dari temannya PRD, yang kini jadi DPO Polisi. (Komang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar