6 kali dipanggil, melawan malah surat panggilannya dirobek
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Ini merupakan contoh yang tidak baik sebagai warga negara Indonesia, bayangkan sudah diberi kelonggaran selama tiga tahun tak tersentuh oleh hukum, ehh...terdakwa penipuan, yakni Slamet Machmud (45), warga Jl. Gembong Sawah Tengah, Surabaya ini malah melawan saat dilakukan eksekusi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya.
Saat dilakukan eksekusi di rumahnya itu, Selasa (12/5), Slamet melakukan perlawanan, Ia meronta-ronta bahkan melakukan perlawanan dengan menantang beradu fisik dengan jaksa eksekutor, untungnya hal tersebut nyaris terjadi. Untuk menghindari kericuhan pagi hari itu, jaksa eksekutor langsung mengirimnya ke kejaksaan dan disidangkan.
“Perkara ini sebenarnya perkara lama. Dulu yang menangani Jaksa Arif Suryono. Karena terdakwa tidak ditahan, waktu itu jaksa sulit untuk menghadirkan terdakwa. Perkara akhirnya dikembalikan lagi ke jaksa,” ujar Suwaskito Wibowo, SH, salah satu jaksa eksekutor, kemarin.
Informasinya, aksi perlawanan oleh terdakwa itu, lantaran terdakwa merasa yakin jika kasusnya berhenti dan tidak mungkin berlanjut. Diduga kuat, ada oknum kejaksaan sebelumnya yang diduga bermain dalam kasus ini. Nyatanya, perkara terdakwa masih berlanjut.
Setelah dikembalikan lagi ke jaksa dan ditunjuk jaksa baru, Suwaskito Wibowo dan Arif Faturahman, perkara No. PDM-560/Epp.2/09/2012 lantas dilimpahkan kembali ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Sejak ditangani jaksa pengganti, jaksa berusaha melakukan pemanggilan kepada terdakwa.
Namun, hingga 6 kali dilakukan pemanggilan, Slamet tergolong tak kooperatif, sampai akhirnya dikeluarkan penetapan panggilan paksa oleh hakim yang menyidangkan, Burhanuddin, SH.
“Fatalnya, pada panggilan ke enam tanggal 21 April 2015, surat panggilan justru dirobek-robek dan dilemparkan ke petugas. Baru setelah keluar surat penetapan tanggal 12 Mei 2015, terdakwa langsung kita eksekusi,” tambah Suwaskito.
Sekedar diketahui, kasus Slamet ini bermula dari hubungan bisnis kain dengan pelapor, Askan Halim pemilik UD Sampurna. Karena terdakwa sudah saling kenal dengan korban lantaran hubungan orang tua terdakwa yang sudah cukup lama, korban percaya. Mulanya pada 22 Oktober 2009, terdakwa mengambil 10 dosen kain senilai Rp 33. 686.000.
Terdakwa berjanji membayar dengan cara memakai BG (bilyet giro) sisa uang seberasr Rp 11.600.000 tersebut. Nyatanya BG blong. Lalu, pada Oktober 2009, terdakwa kembali mengambil kain rol-rolan di UD. Harimas milik Hendrata Halim, kerabat korban lainnya senilai Rp 241.902.000. Nyatanya, lagi-lagi BG tersebut tak dapat dicairkan. Akibat perbuatan tyang merugikan itu, terdakwa terancam pidana Pasal 378 KUHP dan Pasal 379a KUHP terkait tindak pidana penipuan. (arf)
0 komentar:
Posting Komentar