Pages - Menu

Halaman

Senin, 10 Agustus 2015

Hakim PN Surabaya Nyatakan Penggeledahan Salon Yemember Cacat Hukum

Juga Anggap Penetepan Tersangka  dan Penyitaan  Barang Bukti Tidak Sah 

KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Penggeledahan yang dilakukan Direktorat Reserse Narkoba (Direskoba) Polda Jatim terhadap Salon Yemember di Jalan HR Muhammad Ruko Garden Palace C No 6 Surabaya pada 20 Oktober 2014 lalu dianggap cacat hukum oleh Sudarwin selaku Hakim tunggal yang menyidangkan gugatan pra peradilan yang diajukan Nanik Sutrisno, Pemilik Salon Yemember.


Selain menyatakan penggeledahan yang cacat hukum, dalam amar putusan yang dibacakan diruang sidang kartika 2 PN Surabaya, Senin (10/8), Hakim Sudarwin juga menyatakan penyitaan barang bukti yang dilakukan penyidik juga tidak sah. Tak hanya itu, penetapan Nanik Sutrisno sebagai tersangka juga dianggap cacat hukum.

Kalahnya institusi berseragam coklat  dari gugatan pra peradilan ini tak luput dari kesalahan yang dilakukan penyidik kasus ini. Hakim menilai ada kejanggalan dalam penggeledahan, penyitaan dan penetapan tersangka.

Kejanggalan tersebut terlihat awal dari penggeledahan yang tidak disertai dengan surat tugas. Kemudian barang bukti yang disita tidak sesuai dengan dugaan perkara, yakni perkara peredaran minuman beralkohol tapi yang disita adalah beberapa media kecantikan yang ada dalam salon yemember, diantaranya cream pagi, masker wajah, masker badan, image oil buah cream message yang telah memiliki ijin dari Balai Pengawasan Obat dan Makananan (BPOM).

Selain itu, kurangnya alat bukti menjadi faktor pertimbangan penetapan Nanik Sutrisno sebagai tersangka. "Mempertimbangkan hal tersebut, mengadili, menerima permohonan gugatan pra peradilan yang diajukan Nanik Sutrisno selaku pemohon,"ujar Hakim Sudarwin saat membacakan amar putusannya.

Usai persidangan, Empat orang dari Bidang Hukum Polda Jatim enggan menyikapi putusan hakim. Usai putusan, mereka langsung meninggalkan area PN Surabaya.

Sementara, Joko Cahyono selaku kuasa hukum Nanik Sutrisno selaku pemohon menjelaskan, gugatan pra peradilan tersebut ditujukan untuk melakukan pemeriksaan awal agar menghindarkan terjadinya kesalahan dalam proses penanganan suatu perkara pidana, apakah sudah sesuai dengan hukum acara yang berlaku atau tidak.

"Dalam proses perkaranya tidak nampak adanya frase minimal dua alat bukti, makanya kami ajukan pra peradilan untuk memgetahui apakah penggeledahan, penyitaan dan penetapan tersangka ini sah,"terang Joko saat dikonfirmasi.

Menurut Joko, dari fakta yang terungkap dipersidangan, saksi dari termohon yakni Kapolri Cq Kapolda Jatim, munculnya perkara ini karena adanya laporan masyarakat. Nah, dari laporan itulah dilakukan penyelidikan dan penyidikan. "Tapi terhadap pengaduan itu belum dilakukan penyelidikan dengan sempurna  mengenai kebenarannya, sehingga mengakibatkan kesalahan dalam menafsirkan informasi tersebut memang benar adanya atau tidak,"jelasnya.

Melalui pra peradilan ini, sambung Joko, dapat diajukan dipersidangan semua bentuk administrasi maupun penerapan hukum acara yang dilakukan oleh penyidik, khususnya dalam hal penggeledahan, penyitaaan apakah sudah sesuai dengan syarat dan ketentutan dalam pasal 33, pasal 38 ayat (1) dan pasal 75 ayat (1) huruf f KUHAP.

"Sehingga meminimalisir subyektifitas penyidik dalam menentukan tersangka, dan apakah suatu penyidikan dapat diteruskan atau tidak. Hal ini selaras dengan Due Process Of Law sebagai perwujudan pengakuan hak-hak asasi manusia yang harus dijunjung tinggi oleh lembaga-lembaga penegak hukum,"sambung Joko diakhir konfirmasi. (Komang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar