Sebetulnya, saat hari terakhir pendaftaran kemarin sempat muncul pasangan lain yang mendaftar yaitu Dhimam Abror Djuraid-Haries Purwoko yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat. Namun, saat proses pendaftaran di kantor KPU surabaya, tiba-tiba Haries Purwoko menghilang setelah menerima telepon dari seseorang yang belum diketahui.
Kontan saja, Dhimam Abror yang dicalonkan sebagai walikota Surabaya kebingungan karena tanda tangan Ketua Pemuda Pancasila Surabaya itu diperlukan untuk berkas pendaftaran. Akhirnya, sampai batas waktu yang ditentukan, KPU Surabaya memutuskan berkas pasangan Dhimam- Haries tidak bisa diterima karena kelengkapan persyaratan tanda tangan tidak bisa dipenuhi.
Terkait hal ini, Wisnu Sakti Buana mewakili calon incumbent yang mendaftar menuduh Koalisi Majapahit sebagai biang kerok Pilwali Surabaya 2015 tidak bisa dilaksanakan. Pasalnya, koalisi gabungan tujuh partai besar itu tidak memunculkan calon sebagai lawan yang nantinya sebagai lawan pasangan dari PDIP.
“Dari dulu kan kami sudah memprediksi seperti itu, mereka tidak mencalonkan agar Pilwali Surabaya 2015 ditunda. Lha masyarakat harus melihat ini sebagai langkah politik yang sangat merugikan wargat Surabaya,” tuding Ketua DPC PDIP Surabaya , Selasa (4/8/2015).
Menurut Wisnu sakti Buana, tertundanya pelaksanaan Pilwali SUrabaya 2015 tidak bisa dikaitkan dengan kesalahan strategi politik yang dilakukan PDIP. Dirinya menyebut kalau memang elektabilitas incumbent begitu tinggi itu karena kinerja kepala daerah dianggap berhasil oleh rakyat.
“Kalau kerjanya sudah benar sehingga elektabilitas tinggi lantas tidak ada yang disalahkan, itu kan tidak fair. Apakah kalau ingin imbang incumbent harus kerja seneng-setengah? kan tidak begitu, ” terang putra tokoh PDIP Jatim, Soetjipto ini.
Wisnu sakti Buana menambahkan, mestinya sebagai gabungan partai politik yang memiliki kekuatan besar, sikap Koalisi Majapahit tidak gentle karena tidak memunculkan calon dalam Pilwali Surabaya 2015. ” Sebagai Parpol mereka seharusnya memunculkan calon, coba dihitung berapa kursi gabungan yang dimiliki di DPRD Surabaya. Mereka mewakili masyarakat Surabaya yang berhak memilih pemimpin daerahnya,” katanya.
Sementara itu, AH Thony, Ketua Pokok Sekretariat Bersama Koalisi Majapahit menilai Pilwali Surabaya 2015 ditunda karena kesalahan PDIP sendiri. Pihaknya balik menuduh partai yang dipimpin Megawati ini melakukan langkah politik di tingkat elit dan mencoba memecah belah Koalisi Majapahit.
“Saya tidak menuduh, tapi keputusan PAN dan Demokrat merekom calon lawan bukan kewenangan pengurus di tingkat kota. Artinya ada kekuatan politik yang lebih besar yang mengendalikan. Jadi bukan kesalahan Koalisi Majapahit, ” dalihnya.
AH Tony menambahkan, kalau sampai saat ini Koalisi Majapahit masih tetap solid dan bersikeras tidak mencalonkan pasangan dikarenakan belum ada figur yang dianggap mampu bersaing. “Kami sudah melakukan semua tahapan. Masak dipaksakan calon boneka sebagai pelengkap. Sama juga bohong dan menipu masyarakat Surabaya,” pungkas politisi Partai Gerinda ini.(arf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar