Pages - Menu

Pages - Menu

Selasa, 18 Agustus 2015

Pengempalang Pajak Terancam Bebas

Tim Pengacara Terdakwa Alihkan Kasus Pidana Ini Ke Administrasi Pajak


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Berbagai cara dan upaya pastinya akan  dilakukan seorang advokat untuk membebaskan kliennya dari jeratan hukum. Kali ini terjadi pada kasus pengemplangan pajak dengan terdakwa Yuji Ossel, Mantan Direktur PT Tiga Daratan.

Dalam persidangan yang digelar diruang sidang Kartika 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (18/8/2015),  Tiga orang Pembela terdakwa yang terdiri dari Yudistira, Tomy Haryo Putro dan Geoffrey Nanulaitta menyampaikan nota keberatan atas surat dakwaan atau istilah hukum disebut Eksepsi.

Nah, pada nota eksepsi inilah tim pembela terdakwa menyatakan surat dakwaan Jaksa kabur atau obscuur libel.

Tim pembela dari Kantor Hukum Yudistira and Co ini mempermasalahkan rangkaian peristiwa pidana yang disangkakan pada dakwaan ke dua, yakni menyampaikan surat pemberitahuan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap yang menimbulkan kerugian negara untuk tahun pajak 2007 (PPh Badan) dan masa pajak Desember 2007 (PPN).

"Ada kesalahan dalam ketentuan penerapan hukum yang seharusnya menggunakan UU Nomor 16 tahun 2000 mengingat terjadinya tindak pidana yang didakwakan tahun 2005-2007 tapi dalam dakwaan Kedua menggunakan UU No. 28 Tahun 2007,"Terang Yudistira saat membacakan eksepsinya.

Selain itu tim pembela terdakwa juga menyatakan dakwaan bersifat prematur dikarenakan belum adanya surat ketetapan pajak kurang bayar untuk PT Tiga Daratan (Pusat) yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak. "Pentingnya surat ketetapan ini untuk mengetahui jumlah kewajiban yang harus dibayar terdakwa,"jelas Yudistira.

Dalam eksepsinya, tim pengacara menganggap  perkara yang menjerat kliennya ini tidak termasuk pidana melainkan hanyalah masalah  administrasi. Hal ini didasari karena adanya rangkaian pembayaran. Yang dilakukan kliennya jauh sebelum kasus ini disidik oleh Dirjen Pajak dan dilimpahkan ke Kejagung RI.

"Sudah ada  pembayaran kekurangan pokok pajak pada tanggal 22 November 2013 sebesar Rp.19.292.632.000,- dan sanksi administrasi berupa denda atas kenaikan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT PPh Badan pada tanggal 26 November 2013 sebesar Rp. 302.764.000 dan  pada tanggal 25 November 2013 telah secara resmi mengajukan Surat Kesanggupan Membayar kekurangan pembayaran terhadap sanksi administratif berupa denda PPN jauh sebelum Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) diterbitkan dan dikirimkan ke Kejaksaan Agung RI yaitu pada tanggal 3 April 2014,"jelas Yudistira.

Tak hanya itu, tim pembela terdakwa juga mengaku jika, kliennya juga kembali menyetorkan pembayaran ke kas negara sebesar Rp 5 miliar pada 29 Juli 2015 dimana saat itu bersamaan kasus ini dilimpahkan penyidik PPNS Pajak ke Kejaksaan.

"Rangkaian pembayaran tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat 3 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sehingga seharusnya perkara ini bukan lagi Perkara Pidana tetapi murni Perkara Administrasi Perpajakan," Sambungnya.

Atas eksepsi tersebut, Jaksa Jolvis dari Kejari Surabaya mengaku akan menanggapi eksepsi tim pembela terdakwa Yuji secara tertulis. "Kamis akan kami ajukan secara tertulis,"ucap Jolvis pada majelis hakim yang diketuai Musa Arief Aini.

Sementara dalam persidangan ini, tim pengacara terdakwa tidak menanyakan permohonan penangguhan kliennya yang diajukannya pada persidangan sebelumnya. Serupa juga dilihatkan Hakim Musa selaku Ketua Majelis Hakim yang tidak menyinggung sama sekali permohonan penangguhan penahanan  tersebut, apakah diterima atau tidak.

Usai persidangan, tim pembela terdakwa Yuji Ossel mengaku keberatan atas pemberitaan tentang kliennya. Kliennya bukanlah pelaku Kriminal Pajak yang membuat atau menggunakan Faktur Pajak Fiktif dan bukanlah pengemplang pajak yang tidak bertanggung jawab.

"Hal ini terbukti terdakwa  telah melakukan pembayaran dengan jumlah total Rp. 24.595.396.000 dan  koperatif selama proses penyidikan,"jelasnya Yudistira usia persidangan.

Selain itu, Pengacara asal Jakarta ini juga  menyayangkan  proses penyidikan, penyidik tidak mengungkapkan secara jelas itikad baik Kliennya yang telah melakukan pembayaran dan telah menyatakan sanggup membayar sehingga perkara ini maju ke proses penuntutan. 

"Pajak mempunyai fungsi Budgeter yaitu untuk memaksimalkan pendapatan negara dan bukan utuk sebanyak-banyaknya memenjarakan Wajib Pajak yang sudah berusaha membayar pajak. Bila hal ini diterapkan bisa dibayangkan betapa sesaknya penjara kita nanti diisi dengan Wajib Pajak bila sanksi pidana yang dikedepankan. Pajak sudah memiliki instrumen sanksi denda yang tetap berjalan dan Pihak terdakwa telah siap menanggung denda pajak berjalan,"terangnya.

Selain itu Penasehat Hukum juga menyayangkan Kliennya  dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang tanpa pernah menerima panggilan resmi.

"Menurut keterangan  Yoji Ossel ,  baru disodorkan Surat Panggilan pada saat pemeriksaan setelah dilakukannya penangkapan dimana hal ini jelas bertentangan dengan aturan hukum pasal 112 KUHAP. Hal ini membentuk opini seolah-olah Yoji Ossel adalah pelaku Kriminal dan sangat merugikan kepentingan hukum kliennya,"terangnya.

Terkait permohonan penangguhan penahanan yang diajukannya, Yudistira mengaku tak akan mempermasalahkan diterima atau tidaknya permohonan tersebut. "Itu kewenangan majelis hakim diterima atau tidaknya, kami sudah ajukan sesuai dengan prosedur,"pungkasnya.

Dijelaskan dalam dakwaan, terdakwa Yuji sengaja menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) atas nama PT TD yang isinya tidak benar dengan cara tidak melaporkan seluruh hasil penjualan dalam SPT tahunan PPh Badan dan SPT masa PPN. Perbuatan tersangka ini dilakukan dalam kurun waktu sejak Januari 2005 sampai Januari 2007.

Terdakwa mengelabuhi petugas pajak dengan cara membuka dua rekening untuk menampung hasil penjualan yaitu rekening yang penjualannya dilaporkan dalam SPT dan rekening yang penjualannya tidak dilaporkan dalam SPT atau melaporkan sebagian penjualan dalam SPT. Selain itu, tersangka juga memungut PPN atas   penjualan terhadap konsumen namun tidak disetorkan ke kas negara. Perbuatan terdakwa dianggap merugikan uang negara sebesar Rp 40,6 miliar.

Selain terdakwa Yudi  kasus ini juga menjerat terdakwa Nensi dan Agus Sumarwoto (berkas terpisah). Agus merupakan konsultan pajak, yang dianggap membantu atau ikut serta melakukan penggelapan pajak. (Komang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar