Pages - Menu

Halaman

Pages - Menu

Rabu, 02 September 2015

Pilkada Surabaya 2015 Gagal, KPU Harus Bertanggung Jawab

KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Beralasan bahwa tugas dan fungsi lembaga KPU adalah untuk menyelenggarakan Pilkada, bukan menunda apalagi membatalkan, maka PDIP mengklaim jika Pilkada Surabaya 2015 tidak terselenggara maka yang paling bertanggung jawab adalah KPU dan Panwaslu Surabaya.

Ketua Bappilu DPC PDI Perjuangan Surabaya Adi Sutarwijono mengakui bahwa saat ini KPU dan Panwaslu di hadapkan kepada dua perkara yang sama-sama berisiko yakni “terselenggara” atau “tidak”.

Namun menurutnya, sesuai tugas dan fungsinya KPU harus memilih pilihan “terselenggara”, dan mengambil posisi tengah itu juga salah, karena maksud independen itu tidak boleh berpihak kepada salah satu paslon, bukan soal MS dan TMS yang berakibat gagalnya Pilkada.

“KPU seharusnya memilih pilkada terselenggara, karena lembaga itu dibentuk untuk menyelenggarakan pemilu, bukan melakukan penundaan apalagi penggagalan. Dan KPU juga tidak boleh mengambil posisi tengah dalam persoalan terselenggara atau tidak,” jelasnya.

Sebagai wakil ketua Komisi A DPRD Surabaya, Awi bakal mencermati bahkan "mblejeti" soal penggunaan anggaran APBD oleh KPU dan Panwaslu Surabaya yang dianggapnya tidak memberikan output yakni penyelenggaraan Pilkada pada rapat hearing besok hari Jumat (4/8/15).

“terkait penggunaan anggaran, positipnya, anggap saja penggunaannya benar, proses dan tahapan juga telah sesuai aturan, tetapi faktanya outputnya tidak ada, alias tanpa hasil, ini yang menjadi persoalan,” tandasnya.

Awi juga kembali menuding bahwa lembaga KPU dan Panwaslu yang tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara Pilkada sudah terkontaminasi dengan kepentingan kelompok tertentu yang menginginkan Pilkada Surabaya 2015 gagal dan ditunda ke tahun 2017.

“Indikasi masuknya KPU dalam pusaran upaya penggagalan Pilkada terlihat dari sikapnya terhadap verifikasi faktual terkait laporan pajak sdr Abror, seharusnya mereka (KPU) bersikap proaktif sekaligus memberikan pendampingan agar bisa segera dipenuhi, jika semangatnya berpihak kepada penyelenggaraan,” tegasnya.

Tidak hanya itu, Awi juga menganggap bahwa keputusan TMS dari KPU Surabaya karena ada tahapan yang tidak dilalui sebagaimana mestinya, tetapi malah membuat tafsiran yang mengundang persoalan baru.

“Berikutnya, terkait keabsahan surat rekomendasi, seharusnya KPU mendatangi kantor partai pengusung untuk mempertanyakan kepada ketua atau sekjen partai, apakah rekom itu benar adanya. Tetapi itu semua tidak dilakukan sampai pada akhirnya memberikan keputusan TMS kepada pasangan Rasiyo-Abror,” pungkasnya. (arf)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar