Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Selasa, 20 Oktober 2015

Upaya Pemkot Jadikan Kawasan Tunjungan Sebagai Destinasi Historis

KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Kota Surabaya sebagai satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki predikat sebagai Kota Pahlawan, tentu saja memiliki berbagai kawasan yang hingga saat ini masih mengandung nilai-nilai sejarah pada masanya.

Salah satunya adalah kawasan Tunjungan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memiliki atensi tinggi untuk menghidupkan kembali kawasan Tunjungan. Setelah kemarin, Pemkot Surabaya berhasil menghidupkan suasa masa lalu di Jalan Tunjungan melalui festival Tunjungan Art. Kini Kawasan yang sejak tahun 1996 disahkan menjadi situs cagar budaya, sedang dalam upaya untuk menjadi salah satu destinasi historis Kota Surabaya.

Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya Wiwiek Widayati menjelaskan, hingga saat ini persil yang berhasil diamankan adalah bangunan Siola, dan akan diikuti oleh persil-persil sekitar kawasan Tunjungan kedepannya. Sementara untuk perencanaan kedepan, pemkot sedang dalam upaya menjadikan kawasan Tunjungan sebagai salah satu destinasi historis.

“Dalam artian, secara ekonomis kawasan Tunjungan dapat termanfaatkan. Namun, tidak mengabaikan keberadaan kawasan ini secara historis. Salah satunyanya adalah dengan upaya membuka fasad (tampak depan) bangunan yang berada di sepanjang jalan tunjungan,” imbuh Wiwiek saat ditemui di kantornya.

Semangat untuk menghidupkan kembali kawasan Tunjungan, tak hanya datang dari pihak Pemkot Surabaya. Namun, semangat ini juga datang dari komunitas masyarakat peduli cagar budaya. Kemarin, komunitas yang berasal dari Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, kembali memperindah fasad toko Tjantik dengan melakukan pengecatan ulang bangunan.

Tak hanya komunitas, pemilik persil yang berada di kawasan Tunjungan juga melakukan hal yang sama. Selain Hotel Majapahid yang hingga sejak dulu memiliki komitmen besar dalam pelestarian cagar budaya. Hotel Verna adalah salah satu persil yang memanfaatkan bangunannya sebagai hotel, namun juga melakukan pelestarian cagar budaya dengan tidak mengubah tampilan fasadnya.

Wiwiek Widayati menjelaskan, persil yang terbaru yang sedang dalam proses adalah bangunan yang berada di Jalan Tunjungan nomor 15-21. “Bangunan yang rencananya akan dijadikan hotel ini, sedang dilakukan pembersihan pada tampak depannya, dan pihak pemilik persil akan berjanji untuk mempertahankan keaslian fasadnya,” imbuh Wiwiek.

Pemkot Surabaya juga telah melayangkan surat kepada beberapa pemilik persil yang bangunannya masih menyisakan bangunan lama. Wiwiek mencontohkan, Toko As Syifa yang berada di Jalan Tunjungan nomor 31 yang masih memiliki ornamen bangunan lama.

“Konten suratnya berisi tentang himbauan untuk membuka penutup fasad milik mereka. Sehingga akan tampak wajah asli bangunannya, karena kawasan Tunjungan sudah dijadikan kawasan cagar budaya. Kami berharap pemilik bangunan memiliki kepekaan yang sama seperti pemilik bangunan yang telah dibuka fasadnya karena akan dijadikan heritage budaya,” tegas Wiwiek.

Pengembangan di kawasan Tunjungan rencananya akan diselesaikan dalam dua sisi. Di satu sisi perbaikan terjadi melalui infrastruktur bangunan, dan di sisi lain diisi dengan menghidupkan kembali atmosfernya dengan kegiatan seni dan budaya. “Setiap sabtu dan minggu sudah ada kegiatan yang dilaksanakan secara periodik, baik di Museum Surabaya, dan kawasan tunjungan sendiri,” imbuh Wiweik.

Sesuai dengan Undang-undang no. 11 tahun 2010, yang dimaksud dengan benda cagar budaya adalah situs yang tangible dan intagible. Dan untuk menghadapi UN Habitat pada Juni 2016, Disbudpar bersama Bappeko sedang melakukan pengoptimalan kampung-kampung lama  yang memiliki nilai historis.

Salah satunya adalah kampung Penele dan Rumah HOS Tjokro Aminoto, serta Kampung Mangga yang terdapat rumah WR. Supratman. Anggaran sebesar 800jt diberikan oleh Pemkot Surabaya untuk kegiatan perawatan cagar budaya, mulai dari kajian arkeologis hingga pemeliharaan. Sesuai dengan Peraturan Walikota (Perwali), Pemkot memberikan keringanan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 50 persen kepada pihak swasta yang turut menjaga cagar budaya. (arf)

0 komentar:

Posting Komentar