Rabu, 20 April 2016
- Rabu, April 20, 2016
- progresifonline
- Hukum
- No comments
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Penetapan penahanan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Efran Basuning terhadap Eunike Lenny Silas, terdakwa perkara penipuan dan penggelapan batu bara ternyata mendapat penolakan dari dokter Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 1 Surabaya di Medaeng Sidoarjo, dr M Arifin.
Informasi tersebut dibenarkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya, Didik Farkhan Alisyahdi, Selasa (20/4) malam.
Menurut Didik, alasan ditolaknya penetapan penahanan hakim tersebut dilakukan dr Arifin karena terdakwa mengalami gangguan kesehatan. Sontak alasan itu langsung membuat jaksa yang menangani perkara ini kelimpungan.
Untuk meyakinkan alasan tersebut, jaksa mengambil langkah dengan memutuskan sendiri membawa terdakwa Eunike ke rumah sakit khusus penyakit Kanker.
"Untuk membenarkan alasan itu, Kami putuskan untuk membawa terdakwa ke rumah sakit Onkologi,"terang Didik
Terpisah, saat dikonfirmasi masalah ini ke dr Arifin melalui ponselnya di nomor 0816561XXX, tidak diangkat meski terdengar nada sambung, sms yang dikirim juga tak dibalas.
Sementara, Hakim Efran Basuning saat dikonfirmasi mengatakan, aksi penolakan penetapan penahanan tersebut dianggap sebuah pembangkangan terhadap pengadilan.
"Apa kewenangan seorang dokter rutan menolak penetapan penahanan ini, itu namanya pembangkangan terhadap pengadilan,"kata Hakim Efran saat dikonfirmasi.
Dijelaskan Efran, sebelum melakukan penahanan, pihaknya telah mempelajari rekam medis terdakwa Eunike. Pada tahun 2013 Eunike memang pernah sakit kanker dan telah sembuh.
"Rekam medisnya itu tahun 2013, dan penyakit kanker itu tidak serta merta langsung membuat orang drop, banyak terdakwa yang sakitnya lebih parah dari terdakwa juga ditahan, sehingga langkah dokter Rutan menolak penetapan penahanan ini menyalahi kewenangannya,"sambung Efran.
Menurut Efran, yang berhak untuk memutuskan terdakwa dibawa ke rumah sakit adalah hakim. Alasannya ketika seseorang menjadi terdakwa maka status penahanannya adalah menjadi kewenangan pengadilan yang dititipkan di Rutan.
"Keputusan bisa dilakukan jika masalah urgent atau darurat tapi tetap harus ada kordinasi ke hakim yang memeriksa perkara nya,"terang Efran.
Dari informasi yang dihimpun di internal Rutan Medaeng, keputusan dokter Arifin menolak penetapan penahanan tersebut dan membuat berita acara penolakan tersebut tanpa ijin dari Kepala Rutan Medaeng, Bambang Irawan. "Kalau yang terdakwa Usman tetap ditahan,"ujar sumber internal Rutan Medaeng.
Penetapan penahanan tersebut dikeluarkan hakim Efran Basuning pada saat persidangan perdana kasus ini disidangkan di ruang candara PN Surabaya, Selasa (19/4).
Penahanan terhadap terdakwa Eunike Lenny Silas dan Usman Wibisono dikarenakan hanya semata-mata untuk mempermudah jalannya persidangan, mengingat domisili tempat tinggal terdakwa berada diluar Surabaya.
Seperti diketahui, perkara ini bermula dari laporan Pauline Tan ke Polda Jatim 2013 lalu. Saat itu para terdakwa meminjam batubara sebanyak 11 ribu metrik ton dengan nilai Rp 3,2 miliar ke saksi korban.
Namun, peminjaman tersebut tidak pernah dikembalikan dan Ketika dicek ke tempat penyimpanan batu bara tersebut juga sudah tidak ada dan ternyata sudah terjual. Batu bara itu dijual oleh pemilik izin pertambangan, H Abidin, atas perintah kedua terdakwa.
Setelah didesak korban, kedua terdakwa bersedia membayar dengan uang sebesar Rp 3,2 miliar melaui giro, tapi ternyata giro tersebut kosong.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa melanggar pasal 372 juncto pasal 55 tentang Penggelapan dan melanggar pasal 378 KUHP juncto pasal 55 KUHP tentang Penipuan. (Komang)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar