Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Rabu, 11 Mei 2016

Afu Teguh Wibowo, Saksi Pidana Dua Advokat Mendadak Jadi Pelupa



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Persidangan perkara pidana yang menjerat Advokat  Sutarjo dan Sudarmono, semakin menarik untuk diikuti. Dugaan adanya kriminalisasi terhadap dua advokat anggota Peradi Sidoarjo tersebut semakin kuat.

Setelah  menghadirkan Notaris Mashudi (saksi pelapor) dalam persidangan sebelumnya, kini giliran pembeli tanah yang tertuang dalam akte jual beli yang diterbitkan notaris Mashudi bersaksi pada persidangan di ruang cakra PN Surabaya, Selasa (10/5). Saksi tersebut adalah Afu Teguh Wibowo.

Awalnya, saksi Afu yang diketahui anak dari Advokat Aziz Gunawan menjelaskan secara detail duduk perkara yang menjerat Sutarjo dan Sudarmono, saat menjawab pertanyaan jaksa Rahmat Hary Basuki.
Namun, ketika giliran pertanyaan mengalir dari tim penasehat hukum kedua terdakwa, saksi Afu mulai kelimpungan dan mendadak menjadi pelupa. Dia selalu berkata lupa ketika diberondong pertanyaan seputar pelunasan pembelian tanah dari klien terdakwa.

Saksi Afu selalu menyebut, pelunasan pembayaran pembelian tanah, yang tertuang dalam akte no 3 terbitan Notaris Mashudi, tidak dilakukannya sendiri, tapi dilakukan oleh Advokat Andy Wijaya (bekerja di Kantor Hukum Aziz Gunawan), sontak pengakuan itu menjadi pertanyaan bagi tim kuasa hukum kedua terdakwa.

"Ada hubungan apa saudara dengan Andry kok segitu besarnya memberikan kepercayaan pembayaran, ini bukan uang kecil lho, iya kalau dibayarkan, kalau tidak bagaimana," tanya Ben Hadjon, salah seorang penasehat hukum kedua terdakwa pada saksu Afu.

"Andry masih kerabat, dan dia juga bekerja di Kantor Hukum Papa saya, yang pasti itu sudah di bayar lunas," sahut saksi Afu menjawab pertanyaan Ben Hadjon.

Dikatakan Afu, pembayaran awal sebesar Rp. 25 juta dilakukan pada tanggal 15 Mei 2015 sebagai tanda jadi dari kesepakatan harga sebesar Rp. 600 juta.

Pembayaran berikutnya dilakukan pada 19 Mei 2015 sebesar Rp.  216 juta, sehingga pembayaran total sejumlah Rp.  326 juta. Dan masih ada sisa Rp. 274 yang belum terbayarkan.

" Sementara akta dibacakan pada 18 Mei 2015, dan masih ada sisa pembayaran yang belum dibayarkan sebesar Rp.274 juta. Berarti apa yang disampaikan terdakwa  terbukti di persidangan," ucap Ben Hadjon.

Sementara salah seorang penasehat hukum lainnya, Andrew Ermawan mengatakan, ada kejanggalan yang dilakukan Notaris Mashudi dalam proses jual beli ini.

"Dua saksi sudah memberikan keterangan yang menguatkan posisi kedua terdakwa tidak bersalah, ada perbedaan keterangan yang diterangkan Notaris Mashudi sebagai saksi pelapor dengan keterangan saksi Afu. Ini menunjukkan ada kejanggalan dalam proses jula beli, terlebih pembeli tidak bisa menunjukkan bukti pelunasannya," terang Adrew saat dikonfirmasi usai persidangan.

Terpisah, selain menghadirkan saksi Afu, jaksa juga menghadirkan saksi Ahli Pidana dari Universitas Bhayangkara yakni Solahudin dan Saksi Ahli dari Peradi Surabaya, Purwanto. Namun keterangan kedua ahli ini batal diperdengarkan, lantaran waktu sudah sore hari.

Jihad Arkahudin selaku ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara ini meminta dua saksi ahli itu untuk hadir dalam persidangan satu pekan mendatang.

"Mohon maaf karena masih ada persidangan lain dan ini sudah sore, saksi ahli saya minta untuk datang lagi pada persidangan berikutnya. Saya tidak perlu lagi membuatkan surat panggilan ya," ucap Jihad pada kedua saksi ahli.

Seperti diketahui, perkara ini bermula dari laporan Notaris Mashudi, yang tak terima karena dilaporkan kedua terdakwa ke Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) Gresik atas dugaan pelanggaran kode etik notaris terkait jual beli tanah.

Kendati perkara pelanggaran kode etik nya belum ada tanggapan dari MPDN Gresik, Pada persidangan sebelumnya Notaris Mashudi mengaku penghasilannya merosot tajam pasca laporan tersebut.

Diduga untuk membalas perbuatan kedua terdakwa, Notaris Mashudi malah melaporkan kedua Advokat itu ke Polisi bukan ke organisasi Advokat kedua terdakwa.

Akibatnya, laporan pidana itu akhirnya bergulir hingga ke meja hijau. Oleh jaksa, kedua Advokat anggota Peradi Sidoarjo ini didakwa melanggar  pasal 263 juncto pasal 55 KUHP tentang pemalsuan  pasal 311 KUHP dan 317 KUHP tentang Fitnah.

Sebelum perkara ini bergulir ke meja hijau, kedua terdakwa juga sempat menggugat keabsahan status mereka sebagai tersangka. Tapi hakim PN Surabaya menyatakan penetapan tersangka oleh penyidik reskrimum Polda Jatim, sah dan dilakukan sesuai prosedur.

Pasca kekelahannya itulah, kedua terdakwa langsung diciduk dirumahnya dan dijebloskan kedalam penjara.

Yang mengejutkan lagi,  saat kasus ini pertama kali disidangkan, Kedua terdakwa didampingi 120 Advokat. Mereka berasal dari berbagai organisasi Advokat, yang merasa simpati atas pemindasan advokat.

"Ini akan membawa preseden buruk dan bom waktu  bagi para advokat, kita semua disini bakal mengalami nasib serupa dengan Sutarjo dan Sudarmono, ketika menjalankan profesinya tapi malah dipidanakan. Padahal Advokat dalam menjalan profesinya telah dilindungi Undang-Undang, dan tidak bisa di pidanakan maupun digugat perdata," terang Risal Haliman, Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Surabaya usai mendampingi kedua terdakwa bersidang. (Komang)

0 komentar:

Posting Komentar