Senin, 16 Mei 2016
- Senin, Mei 16, 2016
- progresifonline
- Hukum
- No comments
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Perkara penipuan dan penggelapan batubara yang menjerat bos PT ELS Artsindo, Eunike Lenny Silas ternyata menarik simpati sejumlah pejabat tinggi dikalangan Mahkamah Agung (MA) dan Mabes Polri.
Namun, simpati itu ditunjukkan dalam bentuk intervensi, terlebih ketika majelis hakim yang diketuai Efran Basuning melakukan penahanan terhadap terdakwa Eunike Lenny Silas.
"Intervensi ke hakim datang sebelum persidangan perkara ini digelar, terlebih ketika terdakwa kami tahan, banyak pejabat yang berkepentingan dalam perkara ini. Mereka ada yang mengaku dari Mabes Polri dan Mahkamah Agung,"terang Humas PN Surabaya, Efran Basuning yang juga sekaligus sebagai ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara tipu gelap ini, saat di konfirmasi di ruang kerjanya, Senin (16/5)
Kendati demikian, intervensi itu tak digubris Efran Basuning. "Hakim tidak boleh di intervesi siapapun, termasuk pimpinan saya,"sambung Efran.
Sementara, terkait mandulnya penetapan hakim dimata jaksa, untuk mengeluarkan terdakwa Eunike Lenny Silas dari RS Bhayangkara Polda Jatim ke RS Onkologi Surabaya ditanggapi serius oleh Efran Basuning.
"Kalau memang perlu penetapan tertulis kenapa tidak minta, saya anggap jaksa dan penasehat hukum terdakwa sudah setuju karena tidak protes, saat penetapan lisan itu diucapkan dalam persidangan. Dan jika itu permintaannya, saya siapkan penetapan tertulisnya,"pungkas Efran.
Diterangkan Efran, adanya pengakuan terdakwa yang mengidap penyakit kanker ganas perlu dibuktikan oleh ahlinya. Menurut Efran, RS Onkologi merupakan tempat yang tepat untuk mengetahui apakah terdakwa benar-benar sakit.
"Karena pengakuannya sakit kanker, ya kami putuskan untuk jalani pemeriksaan di Onkologi,"lanjut Efran.
Dari informasi yang dihimpun, hingga saat ini, terdakwa Lenny masih dibiarkan berada di RS Bhayangkara Polda Jatim, Kendati sebelumnya hakim telah memerintahkan jaksa untuk membawa Lenny Silas Ke RS Onkologi Surabaya.
Muhammad Usman, jaksa pertama perkara ini beralasan, jika perintah hakim secara lisan tak memiliki kekuatan untuk dilakukan.
"Kita bisa lakukan setelah ada penetapan tertulis,"ujar Usman saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Pernyataan jaksa Usman ini bertolak belakang dengan pernyataan sebelumnya yang mengatakan jika perintah lisan hakim dalam persidangan adalah sebuah perintah yang harus dijalankan jaksa sebagai pelaksana penetapan hakim.
"Apapun ucapan hakim dalam persidangan yang harus dilaksanakan, karena itu adalah perintah yang harus dilaksanakan jaksa sebagai pelaksana penetapan hakim,"ucap Usman usai persidangan beberapa waktu lalu.
Perkara ini bermula dari laporan Pauline Tan ke Polda Jatim 2013 lalu. Saat itu terdakwa Lenny dan terdakwa Usman Wibisono meminjam batubara sebanyak 11 ribu metrik ton dengan nilai Rp 3,2 miliar ke saksi korban.
Namun, peminjaman tersebut tidak pernah dikembalikan dan Ketika dicek ke tempat penyimpanan batu bara tersebut juga sudah tidak ada dan ternyata sudah terjual. Batu bara itu dijual oleh pemilik izin pertambangan, H Abidin, atas perintah kedua terdakwa.
Setelah didesak korban, kedua terdakwa bersedia membayar dengan uang sebesar Rp 3,2 miliar melaui giro, tapi ternyata giro tersebut kosong.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa melanggar pasal 372 juncto pasal 55 tentang Penggelapan. (Komang)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar