Selasa, 17 Mei 2016
- Selasa, Mei 17, 2016
- progresifonline
- Hukum
- No comments
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Efran Basuning, ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara penipuan batubara mengancam akan menjebloskan jaksa Putu Sudarsana ke penjara.
Putu Sudasana adalah jaksa yang menangani perkara penipuan batubara, yang menjerat Bos PT ELS Artsindo, Eunike Lenny Silas menjadi pesakitan.
Ancaman memenjarakan jaksa itu, akan dilakukan hakim, bila jaksa dengan sengaja membuat laporan fiktif terkait kondisi perkembangan kesehatan terdakwa, yang saat ini masih berada di RS Bhayangkara Polda Jatim lantaran mengaku mengalami sakit kanker payudara ganas.
Tak hanya itu, Hakim Efran juga membuat penetapan tertulis untuk mengeluarkan terdakwa Lenny dari RS Bhayangkara ke RS Onkologi Surabaya.
" Saat di Onkologi, Jaksa yang melaporkan perkembangan kesehatan terdakwa, bukan tim penasehat hukumnya, kalau jaksa memberikan laporan palsu maka anda juga akan saya jebloskan ke penjara,"ucap Efran pada jaksa Putu sambil memberikan alasan ancamannya tersebut pada persidangan diruang candra, Selasa (17/5).
Sontak, ancaman hakim itu membuat wajah jaksa putu berubah kemerahan, "Siap pak hakim,"cetus Jaksa Putu menjawab ancaman hakim.
Sementara, Jon Mathias selaku penasehat hukum terdakwa Lenny meminta agar Kliennya bisa dirawat ke RS Medistra Jakarta. "Ini juga petunjuk dari Onkologi,"kata Jon Mathias pada majelis hakim.
Namun permintaan itu tak semata-mata ditanggapi hakim. "Kalau memang jelas penyakitnya, baru kita bantarkan,"ucap hakim Efran menjawab pertanyaan Jon Mathias.
Sementara itu, Hakim Efran juga meminta agar Usman Wibisono terdakwa lain dalam perkara ini untuk bersabar, lantaran buntut aksi sakit Lenny berimbas pada penundaan persidangannya. "Karena belum ada kepastian kondisi terdakwa 1 (Lenny Silas, red), maka persidangan perkara saudara juga belum bisa kita sidangkan,"ujar Hakim Efran.
Terkait masalah itu, Abdul Wahab Abdi Nugroho selaku penasehat hukum terdakwa Usman meminta agar penangguhan penahanan kliennya segera dikabulkan, mengingat belum adanya kepastian kesehatan terdakwa Lenny. "Mohon sekali lagi permohonan penangguhan untuk dipertimbangkan "katanya.
Tapi permohonannya juga belum diputuskan hakim."Kalau memang kondisi terdakwa 1 betul betul sakit parah, kami pun akan mengabulkan permohonan saudara atau paling tidak klien saudara bisa lepas demi hukum,"ucap Efran.
Terkait masalah penahanan terdakwa Usman Wibisono yang akan habis pada Rabu (18/4) besok, Hakim Efran mengaku telah memperpanjang penahanannya hingga 60 hari ke depan."perpanjangan penahanannya sudah ditanda tangani Wakil Ketua Pengadilan,"terang Hakim Efran usai persidangan.
Terpisah, Alexander Arif selaku kuasa hukum Pauline Tan, saksi pelapor mengapresiasi sikap hakim. Menurutnya, drama sakit yang dilakukan Lenny harus berakhir.
"Sampai kapan drama ini dilakukan,"ucapnya saat dikonfirmasi di PN Surabaya
Alexander Arif pun meminta agar jaksa benar-benar melakukan tugas dan fungsinya sebagai penuntut umum.
"Sekarang mau apa lagi, kemarin tanpa penetapan tertulis jaksa tidak melaksanakan putusan hakim, sekarang sudah ada penetapan tertulis, apa jaksa mau macam-macam lagi,"pungkas Alexander Arif.
Seperti diketahui, sejak terdakwa Leny ditahan oleh Hakim, Dia baru tiga hari menjalani penahanan di Rutan Medaeng. Tapi dihari ke empat, oleh Pihak Rutan Medaeng Lenny dibawa ke RS Bhayangkara Polda dengan dalih sakit.
Hakim Efran pun terlihat geram dengan ulah Rutan Medaeng lantaran mengeluarkan tahanan Pengadilan tanpa ijin hakim. Selanjutnya, Hakim memerintahkan jaksa untuk membawa Lenny ke RS Onkologi guna second opinion atau mencari pembanding atas penyakit Lenny.
Ironisnya, perintah hakim secara lisan tak digubris jaksa, lantaran pihak Rutan Medaeng menolak jika tidak ada penetapan secara tertulis.
Perkara ini bermula dari laporan Pauline Tan ke Polda Jatim 2013 lalu. Saat itu terdakwa Lenny dan terdakwa Usman Wibisono meminjam batubara sebanyak 11 ribu metrik ton dengan nilai Rp 3,2 miliar ke saksi korban.
Namun, peminjaman tersebut tidak pernah dikembalikan dan Ketika dicek ke tempat penyimpanan batu bara tersebut juga sudah tidak ada dan ternyata sudah terjual. Batu bara itu dijual oleh pemilik izin pertambangan, H Abidin, atas perintah kedua terdakwa.
Setelah didesak korban, kedua terdakwa bersedia membayar dengan uang sebesar Rp 3,2 miliar melaui giro, tapi ternyata giro tersebut kosong.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa melanggar pasal 372 juncto pasal 55 tentang Penggelapan. (Komang)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar