Pages - Menu
▼
▼
Halaman
▼
Rabu, 29 Juni 2016
Soekarwo Laporkan Bandelnya Gula ke Presiden Jokowi
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Upaya Pemprov Jatim dalam melakukan operasi pasar guna menstabilkan harga kebutuhan bahan pokok kurang berdampak serius pada penurunan komoditi gula. Gubernur Soekarwo mengakui sulitnya menurunkan harga gula sesuai permintaan Presiden Joko Widodo seharga Rp. 12.000. Ia pun telah melaporkan persoalan harga gula tersebut pada Jokowi.
“Kemarin saya sudah lapor ke presiden soal harga gula yang sulit diturunkan. Pabrik gula itukan BUMN masak gitu, harusnya kan lelangnya murah. Ini lelangnya (pabrik gula menjual) Rp13.500 perkilogram, terus sampai di pasar jadinya berapa harga gula ini," kata Soekarwo.
Sebelum melapor ke presiden, ia mengaku juga sempat melaporkan ke sekretaris negara untuk mengupayakan harga gula di Jawa Timur di kisaran Rp.11.750 perkilogram. Faktanya, beberapa pabrik gula di bawah naungan PTPN yang saat ini mulai melakukan proses giling justru menjual ke distributor dengan harga yang tinggi.
“Makanya saya juga berharap KPPU ikut turun agar harga gula bisa ditekan lagi. Operasi pasar sudah tidak mungkin mampu menekan harga gula karena harga gula di penggilingan sudah diatas Rp.13 ribu perkilogram,” kata dia.
Kepala Perum Bulog Divre Jawa Timur, Witono sempat menjelaskan, operasi pasar tidak berpengaruh pada komoditi gula yang dianggap paling bandel.
“Selama OP ini, gula satu-satunya komoditi yang paling bandel. Walaupun sudah digelontor dari gula milik PTPN X, Kebon Agung, dan RNI, harganya masih tetap tinggi. Penurunan harga gula setelah OP masih tercatat 1,11 persen,” katanya.
Kepala Disperindag Jatim, M Ardi Prasetyo mengatakan, OP untuk stabilisasi harga gula memang belum berdampak signifikan. Ia menduga hal itu terjadi akibat stok gula di tingkat agen dan pedagang yang masih cukup tinggi.
“Pedagang itu beli gula sudah di atas Rp 14 ribu per kg. Jadi harga di pasar masih sulit ditekan hingga mencapai Rp 12 ribu per kg,” jelasnya.
Ia beranggapan harga akan dapat berangsur turun jika stok di pedagang dan agen mulai habis. Menurutnya, jumlah gula di agen dan pedagang itu tidak bisa dihitung. Sehingga ia tidak bisa memprediksi kapan stok pedagang habis dan harga bisa mulai normal. Selain itu, kata dia, adanya kebijakan Permendag No 74 Tahun 2015 terkait perdagangan gula yang tidak diatur tata niaganya juga menjadi persoalan baru.
“Dulu kalau mau jual gula ke daerah lain seperti ke Jawa Tengah harus ada rekomendasi dari kami (Disperindag Jatim) jadi kami bisa mengontrol distribusi gula. Tapi sekarang tidak lagi, sehingga kami tidak punya data valid berapa stok tersisa dari hasil giling 2015,” katanya.
Ia pun telah mencoba menyurati produsen dan distributor gula untuk melaporkan tata niaga gulanya. Namun, hal itu dinilainya kurang ampuh, karena kurang direspon oleh produsen dan distributor. Untuk itu, saat ini ia hanya berharap stok pedagang segera habis dan gula hasil giling Mei dan Juni bisa segera dipasarkan untuk menormalkan kembali harga gula. (endi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar