Pages - Menu

Halaman

Jumat, 07 Oktober 2016

BPN Dukung Sertifikasi Massal, Asalkan Pemkot Serius



KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Sertifikasi massal program dari Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) bagi warga Surabaya, sangat diharapkan. BPN Surabaya, sebagai salah satu pelaksana, sudah melakukan sosialisasi di lima kecamatan (Gunung Anyar, Tambaksari, Rungkut dan Sukolilo) dari 15 kecamatan yang menjadi tanggungjawab Surabaya II.

Namun sayang, program ini tak mudah diterima begitu saja oleh masyarakat. Pasalnya, beberapa program yang telah diluncurkan Kementrian Agraria, tak sesuai dengan kondisi di lapangan. Masyarakat mengaku, masih terbentur ribetnya birokrasi dan biaya mahal. Akibatnya, meski ada saja program baru, tak terlalu direspon.

“Programnya bagus, tapi tidak sesuai dengan di lapangan. Dari mulai kelurahan, kita sudah dibuat rumit. Terutama kalau sudah nyangkut soal krawangan, kretek desa atau riwayat tanah. Sudah pasti biaya mahal, belum lagi kalau berkas sudah masuk ke BPN,” ujar Roni, warga Dukuh Bulak Setro, Tambaksari, Jumat (7/10).

Kepala Kantor BPN Surabaya II, Naizum, saat dikonfirmasi terkait program sertifikasi di Surabaya, sangat mendukung penuh. Di Surabaya, khususnya wilayah yang menjadi tanggungjawabnya, ada sekitar 245 ribu bidang. Dari jumlah itu, baru sekitar 41 persen yang sudah bersertifikat. Sisanya, sekitar 193 ribu bidang yang belum bersertifikat.

“Sudah pasti, kami akan mendukung penuh program pemerintah itu. Karena memang masih banyak yang belum bersertifikat,” ujar Naizum, disela-sela kegiatan donor darah rangkaian hari Bhakti Agraria di Kantor BPN Surabaya II, Jalan Krembangan, Jumat (7/10).

Dijelaskan Kasi Pendaftaran Hak, Jauhari, program sertifikasi massal ini akan bisa berjalan lancer, apabila aparat pemerintahan Pemkot Surabaya, khususnya di tingkat kelurahan ikut mendukung.

“Selama berkas pra sertifikat sudah komplit dan diserahkan ke kita, saya kira tidak ada masalah. Program ini, saya yakin akan berjalan. Apalagi, rencananya pemkot akan membebaskan semua biaya,” terangnya di sela-sela acara, kemarin.

Jauhari juga menjelaskan, jika sosialisasi terkait sertifikasi massal ini sudah dilakukan dengan melibatkan kecamatan secara bertahap. Dengan begitu, program Kementrian Agraria akan berjalan. Hanya saja, konsep seperti apa yang ditawarkan pemkot masih belum jelas.

“Sementara ini masih disosialisasikan di empat kecamatan. Belum tahu ini seperti apa, artinya bebas biaya yang dimaksudkan itu seperti apa, kita masih belum dapat jawaban. Karena untuk pembiayaan, apa yang harus dibayar sudah jelas seperti yang ada di PP 128 tahun 2015, untuk biaya pengukuran dan penelitian. Kemudahan sudah kita berikan, dan terpenting jangan menggunakan pihak kedua dan ketiga, pemohon saja yang datang,” sambungnya.

Sesuai aturan, biaya pengukuran berdasar pada luas lahan yang dimiliki pemohon. Mekanisme perhitungannya, yakni luaa lahan dibagi 500 dikali Rp 100 ribu. Sementara itu biaya penelitian adalah luas lahan dibagi 500 dikali Rp 20 rbu, dan hasilnya ditambah Rp 350 ribu.

Namun yang terjadi di lapangan, masyarakat terkadang masih ragu dengan program kemudahan yang diberikan oleh BPN. Selain ribet, biaya mahal, waktu tidak tentu dan jumlah petugas ukur yang sedikit. Hal itulah yang membuat masyarakat enggan berurusan dengan yang namanya sertifikat.

Warga mengakui jika beberapa persoalan yang kerap dihadapi saat mendatangi kantor kelurahan, kerap ribet jika sudah berurusan dengan krawanagan, riwayat tanah, sporadic, letter-C, bukti peralihan, BPHTB (biaya perolehan hak tanah dan bangunan) dan PPH final. (arf)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar