DPRD Duga Pemkot Tersandera Pengusaha
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Pembatasan jam buka toko swalayan di Kota Surabaya ternyata belum juga berjalan. Sampai saat ini, sejumlah toko waralaba masih leluasa beroperasi, tanpa mengindahkan Peraturan Daerah (Perda) No.8/2014 tentang penataan toko swalayan.
Sebagaimana diatur dalam Perda, bahwa toko swalayan tidak boleh lagi buka 24 jam. Untuk jam operasional, dimulai pukul 08.00 dan harus tutup pada pukul 21.00 WIB. Khusus untuk Sabtu-Minggu, jam buka diperpanjang hingga pukul 23.00 WIB.
Melalui Perda tersebut, pengusaha toko swalayan harus memberi kesempatan bagi toko tradisional, UMKM maupun koperasi agar tidak mati. Faktanya, tetap saja, sejumlah toko waralaba itu buka sesuka mereka.
Pemandangan seperti ini dapat dijumpai di hampir seluruh kecamatan di Kota Pahlawan ini. Jumlahnya juga mencapai ratusan. Untuk diketahui, berdasarkan data Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Surabaya, jumlah minimarket di Surabaya mencapai 488 lokasi. Dari jumlah itu, 64 di antaranya milik Indomaret, 180 Alfamart, 12 Circle K dan sisanya sekitar 132 minimarket. Data tersebut terekam hingga 2014.
Jumlah ini diperkirakan terus bertambah sampai 2017 ini. Sebab, sampai saat ini belum ada pembatasan dari pemerintah kota.
Kondisi inilah yang mengundang reaksi keras sejumlah kalangan. Mereka menuding, bahwa pemerintah kota sengaja berdiam diri dan membiarkan ratusan toko waralaba itu beroperasi 24 jam.
“Ini memang aneh. Perda sudah diundangkan. Tetapi tidak pernah dijalankan. Sampai saat ini Pemkot Surabaya tidak pernah memberi taguran, apalagi sanksi untuk mereka,”tegas Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mazlan Mansyur.
Mazlan menduga, Pemkot Surabaya telah tersandera oleh sejumlah pengusaha toko swalayan tersebut. Sehingga mereka tidak berani mengambil tindakan apapun terkait pelanggaran itu. “Apalagi yang mau dijadikan alasan. Perda sudah diundangkan. Semua telah setuju, termasuk gubernur. Tetapi nyatanya sampai saat ini tidak berjalan,”tegasnya.
Malah, belakangan, lanjut Mazlan, ada banyak pihak yang coba “melemahkan” perda tersebut. Misalnya dengan membangun opini bahwa pembatasan jam buka toko swalayan mencederai keadilan.
“Katanya, dengan pembatasan itu, masyarakat yang butuh sesuatu malam-malam menjadi tidak bisa. Ini kan dicari-cari namanya. Wong, yang dibatasi juga cuma diperkampungan,”ungkapnya.
Dijelaskan Mazlan, bahwa toko swalayan yang dilarang buka 24 jam adalah yang ada di perkampungan. Sementara yang terintegerasi dengan tempat-tempat public seperti SPBU, terminal, stasiun dan bahkan rumah sakit tetap dibolehkan.
“Justru kalau tidak dibatasi, itu yang tidak adil. Sebab toko-toko kelontong, UMKM dan bahkan koperasi akan mati,”tegasnya.
Bukan hanya soal aturan jam buka saja. Aturan tentang suplai produk UMKM dan Koperasi di toko swalayan juga belum dijalankan sampai saat ini. Aturannya, setiap toko swalayan yang berdiri di Surabaya, wajib menerima suplai produk dari minimal 10 UMKM untuk dijual. Tujuannya, produk rumahan tersebut bisa terangkat.
“Tetapi, ini juga tidak pernah terjadi sampai saat ini. Padahal, aturan sudah ada. Tidak tahu lagi kalau memang Pemkot Surabaya sengaja membiarkan toko-toko swalayan itu mati. Situasinya sudah sangat genting. Toko-toko tradisional sudah banyak yang mati, digencet terus oleh toko-toko swalayan itu,”ungkap politisi PKB ini.
Mazlan mengaku telah mengingatkan Pemkot Surabaya untuk melakukan penegakan atas berbagai pelanggaran tersebut. Namun, sampai saat ini belum juga ada langkah nyata dari para pemangku kebijakan tersebut.
“Disperindag dan Satpol PP diam saja. Ini ada apa?”tanyanya.
Kepala Disperindag Kota Surabaya Arini Pakistianingsih belum bisa dikonfirmasi atas tudingan DPRD ini. Beberapa kali ponselnya dihubungi tidak terangkat, kendati ada nasa sambung. Informasi yang dihimpun, pejabat baru ini sengaja menghindar berkaitan dengan penertiban toko swalayan tersebut.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengklaim bahwa penerapan jam buka toko swalayan ditunda. Penundaan tersebut juga atas kesepakatan dengan Pemkot Surabaya.
Koordinator Aprindo Wilayah Timur, Abraham Ibnu mengatakan, penundaan itu dilakukan setelah Aprindo melakukan pertemuan dengan pihak Dinas Perdagangan Kota Surabaya.
“Kami keberatan dengan pembatasan jam buka itu. Dan kami meminta kelonggaran dari pemerintah kota. Kami juga meminta aturan ini dikaji ulang,”akunya.
Kendati demikian, bagi DPRD Surabaya, kesepakatan penundaan tidak bisa dijadikan acuan. Pasalnya Perda sudah diundangkan. Kalaupun ada penundaan, maka harus ada perubahan Perda terlebih dahuli.
“Perda ini sudah berlaku. Jadi tidak bisa begitu saja dihentikan, sebelum ada perubahan,”tegas Mazlan Mansur. (arf)
Kamis, 13 April 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar