Selasa, 13 Juni 2017
- Selasa, Juni 13, 2017
- progresifonline
- Metropolis
- No comments
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Surabaya boleh dikatakan dalam darurat moral. Bagaimana tidak, setidaknya ada dua Raperda terkait dengan legalisasi hiburan dan rumah hiburan umum (RHU) yang berpotensi membuka besar-besaran kran penyelenggaraan hiburan dan RHU.
Dua Raperda tersebut adalah Raperda Perubahan Pajak Daerah yang salah satu pasalnya adalah penurunan Pajak hiburan dari 50 persen menjadi 20 persen. Perda kedua adalah aturan tentang penghilangan izin gangguan atau biasa dikenal dengan izin HO.
“Kalau izin HO benar kita hilangkan begitu saja, maka RHU yang identik dengan maksiat bisa menjamur di mana-mana. Apa lagi pajaknya diusulkan untuk diturunkan,” ujar Wakil ketua komisi D, H.Junaidi, Jum’at (9/6).
Junaidi mengakui penghapusan izin gangguan atau HO memang untuk menyesuaikan dengan Permendagri 22/2016 untuk mempermudah perizinan investasi. Namun, lanjutnya, investasi yang dimaksud harus pula memperhatikan kepentingan dan budaya masyarakat sekitar lokasi yang menjadi sasaran inevstasi.
“Gampangnya RHU itu kan pasti mengganggu masyarakat setempat karena ramai atau setidaknya masalah parkirnya. Kalau tidak ada aturan yang tegas , bagaimana nasib masyarakat?” ujarnya.
Ketua Fraksi Demokrat ini menyebut , saat ini di Surabaya sudah mulai muncul RHU yang belum jelas izinnya terutama berjenis tempat karaoke dengan skala kecil. Dinas terkait dalam hal ini Dinas Pariwisata, lanjut Junaidi , tidak bisa menjelaskan baik jumlah maupun perizinannya.
“Apa lagi mekanisme penertibannya, sampai saat ini bila bertemu dengan Disparta , selalu saja menolak untuk menerangkan keberadaan tempat karaoke skala kecil yang tengah menjamur itu,” ujarnya.
Sementara ketua pansus pencabutan izin HO, Sugito mengaku sampai sejauh ini pihak Pansus masih baru menerima draft dari Pemkot dan akan melakukan kajian internal terlebih dahulu. “Mungkin mulai minggu depan kita sudah berkeja<” ujarnya singkat.
Sementara itu, Forum Pemuda Surabaya menggelar demo untuk menolak rencana penurunan pajak hiburan tersebut.
Khususnya lantaran dalam RHU terdapat item penurunan pajak untuk diskotik, karaoke dewasa dan keluarga, kelab malam, bar, live music, DJ dan sejenisnya.
"Dalam raperda itu, di pasal 20 poin h dan poin i pajak hiburan yang mulanya 50 persen diturunkan menjadi 20 persen saja. Ini sangat menganggu kami, sebenanrnya ada apa," ucap Wakil Ketua Karang Taruna Surabaya, Imam Bu Utomo yang juga turun aksi.
Dalam aksi tersebut sejumlah kelompok pemuda turut hadir. Mulai Kammi, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan juga karang taruna Surabaya.
Lebih lanjut Imam menyebutkan, saat mencoba ditanya ke DPRD, jawabannya adalah kondisi dunia usaha sedang lesu. Menurut Imam hal itu sagat tidak masuk akal.
"Kalau pajak hiburan diturunkan maka tempat hiburan dan dunia malam akan menjamur. Belum lagi mereka menjual minuman keras kami sebagaibpemuda tidak terima ini terjadi," katanya.
Menurutnya, usulan penurunan pajak hiburan ini bukan usulan dari wali kota Surabaya. Sebab selama ini Risma meminta karang taruna untuk turun ke kampung dan membangun kampung.
"Ini pasti bukan idenya Ibu Risma. Kami pemuda diminta turun ke kampung mengajak anak muda berusaha dan membuka wirausaha," katanya.
Kalau dengan adanya kebijakan ini maka dikatakan Imam adalah langkah yang kontradiksi dari kebijakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Banyak tempat hiburan yang dapat mengakibatkan bobroknya moral pemuda di Surabaya. Serta membawa dampak negatif pada kehidupan sosial dan masyarakat.
"Daripada menurunkan pajak hiburan maka kami memberikan rekomendasi agar pemkot memaksimalkan potensi pajak pada sektor-sektor usaha lain serta melakukan optimalisasi kinerja BUMD Surabaya," katanya.(arf)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar