Rabu, 19 Juli 2017
- Rabu, Juli 19, 2017
- progresifonline
- Metropolis
- No comments
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Sikap Dinas Perdagangan Kota Surabaya patut dipertanyakan dalam hal pengawasan tiga pasar ilegal dikawasan jalan Tanjungsari dan Dupak.
Pasalnya hingga saat ini tiga pasar yang dinyatakan melakukan pelanggaran tersebut hingga kini masih melakukan aktifitas penjualan buah secara grosir itu.
Dinas Perdagangan Surabaya ini seakan cuek pasca membekukan perizinan tiga pasar tersebut.
Parahnya lagi, ketiga pasar di Tanjungsari dan Dupak malah diberikan kelonggaran waktu hingga 30 hari untuk mentaati peraturan yang ada. Jika pengelola tidak mentaati aturan selama 30 hari, maka Izin Usaha Pengelolaan Pasar Rakyat (IUP2R) akan dicabut.
Tiga pasar yang terbukti menjual secara grosir telah dibekukan Dinas Perdagangan Kota Surabaya sejak 12 Juli 2017. Pembekuan tersebut karena pengelola ketiga pasar itu dinilai tidak mengindahkan surat peringatan 1 hingga 3 yang dilayangkan oleh Dinas Perdagangan.
Kepala Dinas Perdagangan Arini Pakistyaningsih memastikan surat pembekuan IUP2R itu sudah dilayangkan sejak tanggal 12 Juli 2017. Pada tanggal itu, sudah masuk jatuh tempo sejak dilayangkannya surat peringatan tiga (SP-3) pada Selasa, (30/5/2017).
“Surat pembekuannya tertanggal 12 Juli 2017, karena sesuai jatuh temponya. Itu sudah ditandatangani sebelum hearing (di Komisi B DPRD Surabaya tanggal 13 Juli 2017),” kata Arini saat dikonfirmasi, Rabu, (19/7/2017).
Padahal, pada saat hearing di Komisi B itu, Kasie Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perdagangan Kota Surabaya Sultoni yang hadir mewakili Arini mengatakan surat pembekuan itu sudah dibuat dan sudah ada di meja Arini, sehingga sore harinya bisa dikirimkan kepada tiga pasar yaitu Pasar Tanjungsari 74, Pasar Tanjungsari 36 dan Pasar Dupak Rukun 103.
Menurut Arini, setelah pasar grosir ilegal itu dibekukan, maka proses selanjutnya adalah pencabutan IUP2R; dan/atau penutupan pasar rakyat melalui penyegelan.
Ia mengaku mengikuti tahapan-tahapan yang sudah diatur di dalam Perda No 1 Tahun 2015 dan Perwali Nomor 54 tahun 2015.
Arini mengklaim tenggat waktu 30 hari, sebelum proses pencabutan izin dilaksanan itu diatur dalam Standart Operation Procedur (SOP) Dinas Perdagangan Kota Surabaya. “Itu ada di SOP Disdag yang masing-masing 30 hari,” ujarnya.
Dari penulusuran di Perda nomor 1 tahun 2015 tentang pengelolaan dan pemberdayaan pasar rakyat pasal 28 ayat 2, dan Perwali nomor 53 tahun 2015 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif pelanggaran peraturan daerah Kota Surabaya nomor 1 tahun 2015 tentang pengelolaan dan pemberdayaan pasar rakyat Bab III pasal 6 ayat 1, tidak tidak pernah mengatur pemberian tenggat waktu 30 hari, sebagaimana yang dilakukan Arini itu.
Langkah Dinas Perdagangan itu kontan membuat pimpinan Komisi B DPRD Surabaya marah.
Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya Edi Rachmat merasa curiga dengan sikap Arini yang seolah membuat aturan sendiri dalam menegakkan perda maupun perwali.
“Menurut saya, perwali tidak mengatur itu (waktu 30 hari), setelah pembekuan langsung pencabutan, terbitkan bantip ke Satpol PP untuk dilakukan penutupan,” tegas Edi Rachmat. (arf)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar