KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Pasca diceramahi oleh kaum ulama diantaranya kyai Majelis Ulama Indonesi (MUI) saat hearing di Komisi C DPRD Surabaya pekan lalu terkait pembongkaran masjid As-Sakinah ternyata membuat kalangan dewan melek akan akhirat.
Saat ini Komisi C DPRD Surabaya kembali memikirkan alternatif terakhir, jika pembangunan masjid yang menyatu dengan gedung dewan tak memungkinkan lagi.
Anggota Komisi C, Camelia Habibah, Rabu (7/12) mengatakan, beberapa anggota komisi mempunyai keinginan untuk membangun masjid sendiri terpisah dengan gedung DPRD baru. Namun, luas masjid sama dengan lusaan sebelum dibongkar.
“Dengan begitu tentu DED nya berubah, termasuk adendumnya,” tuturnya.
Politisi PKB ini mengungkapkan, pembangunan masjid dan gedung dewan baru
memungkinkan terpisah, karena nomenklatur bukan hanya pembangunan masjid, tapi
pembangunan kawasan Balai Pemuda.
“Solusi terakhir, gedung disampaing masjid,” katanya.
Ia mengakui, pembangunan gedung DPRD sudah ada kontraktor pemenangnya.
Tapi ia yakin, pemerintah kota mempunyai kebijakan adendum lagi, karena
berkaitan dengan masalah keumatan dan akhirat.
“Itu baru kemungkinan. Namun, pembangunannya kan multiyears,” tegasnya
Habibah memperkirakan, apabila ada pemisahan antara masjid dan gedung
dewan baru, ada perubahan letak gedung dewan baru. Posisi gedung dewan yang
akan dibangun kemungkinan di geser ke timur atau lainnya dengan luasan yang tak
sesuai rencana semula.
“Posisi masjid bisa saja tetap. Tapi teknisnya seperti apa kita belum
tahu, apalagi lahan yang tersedia juga sempit,” jelasnya.
Ia menilai, jika ada perubahan DED (Detail Enggeneering Design), akan
diikuti dengan adendum baru. Dengan adendum baru, nilai anggaran bisa berubah,
karena Satuan Standar Harga (SSH) tahun mendatang dimungkinkan juga barubah.
“Tapi, kita prioritaskan pembangunan masjid, supaya tak ada polemik
lagi,” katanya.
Sekretaris Fraksi PKB, Camelia Habibah mengatakan, saat ini dirinya
mendapatkan amanah dari fraksi PKB untuk mencari second opinion ke para ulama
khususnya yang membidangi hukum syariah, yakni PWNU Jatim dan MUI Jatim tentang
bagaimana hukumnya bangunan yang berdiri di atas masjid.
“Empat hari lalu saya sempat menelpon salah satu pengurus PWNU untuk
mengagendakan pertemuan,” paparnya.
Dari sekilas pembicaraan dengan salah seorang ulama PWNU jatim tersebut,
ia mendapatkan pendapat bahwa sesuai hukum fiqih diperbolehkan adanya bangunan
di atas masjid. Hanya saja, apabila tak dimanfaatkan untuk kegiatan yang
berurusan dengan masalah keagamaan, maka kelazimannya dipertanyakan.
“Harus dihindari apabila ada wanita yang sedang datang bulan
(menstruasi), kemudian kegiatan lain yang tak diperbolehkan agama, siapa yang
menanggung dosanya ? “ tanyanya.
Habibah menceritakan, niatan fraksinya mengutus dirinya untuk berkunjung
ke para ulama mendapat dukungan Ketua Komisi C, Syaifudin Zuhri. Bahkan,
Syaifudin meminta untuk bersama-sama
mendatangi para tokoh agama tersebut.
“Pak Syaifudin akan ikut agenda sowan ke para ulama,” kata Pengurus
Fatayat Surabaya
Selain kalangan dewan, Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya Surabaya juga berupaya mencari solusi atas pembangunan gedung dewan
yang molor. Namun, menurut Habibah, ia belum mengetahui pasti perkembanganya,
karena sebelumnya kesibukan kalangan dewan sibuk dalam perencanaan APBD 2018.
(arf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar