KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Dugaan adanya korupsi dana hibah pada jaring aspirasi masyarakat (Jasmas) tahun 2016 dikalangan legislative kota Surabaya, mendapat tanggapan dari Ketua Konggres Advokat Indonesia (KAI) Jatim, Abdul Malik.
Menurut dia, untuk meminimalisir kasus penyelewangan dana Jasmas tersebut, seharusnya Pemerintah kota (Pemkot) Surabaya bersikap tegas dalam menegakkan mekanisme penggunaan dan prosedur pencairan dana hibah berbentuk jasmas tersebut.
"Penentu pelaksanaan dana Jasmas di lapangan adalah pemerintah kota sebagai pemegang anggaran. Ini seharusnya tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun termasuk dewan," tegas Malik saat dikonfirmasi melalui selulernya, Rabu (31/1/2018).
Dalam pelaksanaannya pun, lanjut Malik, harus ada pelaporan kegiatan yang valid bahkan untuk proyek fisik diwajibkan memasang plakat proyek yang menyebutkan hasil hibah dana Jasmas.
"Tanpa pelaporan yang valid dan plakat, maka bisa dicurigai hal itu punya unsur korupsi. Dan pihak penegak hukum harusnya paham untuk segera menindaklanjuti," katanya.
Terkait kinerja penegak hukum dalam mengawasi kegiatan Jasmas, Malik mengimbau agar mereka pro aktif dalam mengawasi dan melakukan penyelidikan.
Ia tak menampik, jika penggunaan dana Jasmas ini, memang sarat dengan potensi penyelewengan.
“Tugas kepolisian dan kejaksaan dalam hal ini untuk pro aktif menggelar penyelidikan. Potensi penyelewengan sangat besar dan tugas bagian Intel untuk itu,” terangnya.
Malik mengingatkan kepada aparat penegak hukum agar tidak menghentikan penyelidikan kasus tersebut ditengah jalan, karena kasus ini pasti juga dipantau oleh aparat hukum yang tingkatannya lebih tinggi yaitu komisi pemberantasan korupsi (KPK).
“Kalau KPK nanti sudah turun tangan, maka kinerja aparat penegak hukum di daerah kurang bisa diandalkan. Contoh kasus di Sampang yang ditangani KPK, saya berharap tidal lagi demikian,” pungkasnya.
Sementara itu, informasi yang beredar di kalangan kejaksaan, kasus dugaan penyelewengan dana Jasmas ini, bukan hanya untuk pengadaan terop dan sound sistem saja. Melainkan juga pada Jasmas fisik berupa pavingisasi dan saluran.
Jasmas yang dibiayai melalui anggaran APBD kota ini, diwujudkan dalam proyek paket penunjukkan langsung (PL) yang dikerjakan oleh rekanan titipan dari para anggota dewan.
Seperti diberitakan, pada Agustus 2017 lalu, Kejari Surabaya juga melakukan penyelidikan kasus dana Jasmas ini.
Saat itu, Kajari Surabaya yang dijabat Didik Farkhan Alisyahdi mengendus adanya keterlibatan sejumlah anggota DPRD Surabaya pada proses pengajuannya (rekom,red).
Dari data yang ditunjukkan kepada kabarprogresif.com, baik dari kalangan kejaksaan maupun pemkot surabaya muara adanya proyek yang didanai dari jasmas tersebut bermula dari seorang pengusaha berinisial 'ST' yang merupakan teman kuliah oknum Anggota DPRD Kota Surabaya bernisial 'D'.
Melalui tangan 'D' inilah para oknum legislator lainnya akhirnya mengikuti jejaknya dan pasrah bongkokan kepada 'D' mempromosikan program pengadaan terop, kursi, meja dan sound system tersebut ke para kepala RT dan RW di Surabaya.
Untuk menjalankan program itu, para legislator yang berkantor di jalan Yos Sudarso Surabaya tersebut menggunakan tangan konstituennya untuk meloby para RT dan RW agar mau ikut dalam proyek jasmas tersebut.
Namun untuk menjalankan aksi tersebut pengusaha 'ST' tidak berjalan sendirian, ia di bantu tiga rekannya.
Pada akhirnya pengusaha 'ST' dan Oknum Legislator 'D' telah menyusun rencana untuk bisa mengolah agar proyek yang didanai dari APBD Surabaya itu bisa dimainkan.
Ternyata, sejak pengajuan proposal hingga pembuatan laporan pertanggung jawaban (LPJ) sudah dikonsepkan oleh 'ST' bersama tiga rekannya. Para ketua RT dan RW hanya tahu beres dan menerima fee sebesar 1 hingga 1,6 persen dari 'ST'.
Sebelum dugaan penyimpangan ini dilaporkan masyarakat ke Kejari Surabaya, ternyata kasus ini juga pernah diperiksa oleh Inspektorat Pemkot Surabaya. Dan hasilnya cukup mengejutkan.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan, Inspektorat dengan jelas menyebut adanya perbuatan pidana pada pengadaan terop, kursi, meja dan sound system yang dicairkan dari dana hibah Jasmas Pemkot Surabaya periode tahun 2016. (arf)