Pages - Menu
▼
▼
Halaman
▼
Senin, 29 Januari 2018
Pakar Tata Kota dan Hukum Pastikan Pembangunan Hotel Amaris Sesuai Peraturan
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Pakar Tata Kota ITS, Dr. Ing, Ir. Haryo Sulityarso memastikan bahwa, Hotel Amaris yang dibangun di kawasan Taman Apsari, tepat di seberang Gedung Negara grahadi telah memenuhi persyaratan administratif, dan mengacu pada peraturan yang ada.
Ia menyampaikan, dalam pembahasan soal perizinan Hotel, dirinya diundang selaku salah satu perwakilan akademisi, bersama undangan lainnya dari beberapa instansi lainnya, diantaranya Kejaksaan, dan kepolisian.
Dalam pertemuan tersebut, pihak hotel telah menunjukkan izin yang diperoleh dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya
“Semua syarat yang ditentukan, diantarannya amdal, amdal lalin, kawasan keselamatan operasionalpenerbangan (KKOP), kajian banjir dan (Surat Keterangan Rencanan Kota) ada semuanya (SKRK),” terangnya, Senin (29/1)
Haryo menyesalkan adanya polemik pembangunan Hotel Amaris. Pasalnya, protes atas pembangunan atas hotel dilakukan saat pembangunan sudah berlangsung.
“Kenapa gak dari awal-awal hotel. Kalau sejak awal kan bisa ditunjukkan suratnya,” tuturnya.
Sebelumnya, kalangan DPRD Jatim mempersoalkan, pendirian hotel Amaris. Para legislator yang berkantor di jalan Indrapura tersebut khawatir dengan keberadaan hotel yang tingginya 17 lantai bisa mengancam keamanan para tamu negara saat berada di Gedung Grahadi.
Padahal, menurut Haryo Sulistyarso, ketinggian hotel sudah mendapatkan rekomendasi dari instansi terkait berkaitan dengan KKOP.
“Ketinggian tersebut tak melebihi aturan. Batas ketinggian bangunan sekitar 20 lantai.” tegasnya.
Ia menambahkan, bahwa Hotel Amaris sudah mengacu pada rencana tata ruang kota yang ada di sekitar Kawasan Tegalsari.
Pakar Perencanaan Tata Kota ini mengungkapkan, dari sejumlah persyaratan yang ada, sudah dipenuhi pihak hotel.
“ Sudah ada izin resmi, kenapa dipermasalahkan ? ” tanya Haryo.
Haryo menyatakan, bahwa dirinya adalah salah satu tim ahli bangunan gedung. Jika tidak mengikuti aturan, pihaknya memastikan tak merekomendasikan untuk mengeluarkan SKRK.
Sementara itu, Pakar Hukum Administrasi Negara Universitas Airlangga Surabaya (Unair), Dr. Lilik Pudjiastuti, SH, MH menyatakan, bahwa izin merupakan instrumen untuk mengendalikan.
Meski setiap orang mempunyai hak untuk berusaha, mendirikan bangunan. Hak tersebut dibatasi oleh izin supaya tidak menggangu orang lain.
“ Izin itu harus memenuhi beberapa unsur keabsahan, seperti diterbitkan instansi berwenang yang berdasarkan peraturan perundangan dan dalam menjalankan wewenang didasarkan pada peraturan perundang-undangan serta azas pemerintahan yang baik,” tuturnya.
Menurutnya, keluarnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dilandasi SKRK yang sesuai peruntukan, syarat teknis berkaitan dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), KKOP dan lainnya. Selama semuanya terenuhi, maka izin tersebut sah.
“ Wewenang dan prosedurnya sudah benar,” tegasnya.
Lilik menegaskan, jika ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan sebaiknya dituangkan dalam hukum.
Ia mempertanyakan munculnya polemik Hotel Amaris saat ini, yang dianggap bisa mengancam keamanan tamu negara.
Menurutnya, dasar hukum apa yang digunakan, apakah parameter yang ada di kepolisian ?. Namun, jika tak ada parameter itu, ia mengusulkan sebelumnya dibuat dasar hukumnya.
“ Supaya ada azas legalitas,” katanya.
Dosen Fakultas Hukum Unair ini menyebut, dasar hukum tersebut bisa berupa peraturan daerah, misalkan untuk pembangunan gedung yang dekat dengan gedung kenegaraan dengan radius tertentu dibatasi berapa ketinggiannya maksimal. Sehingga, nantinya tak hanya diterapkan di Surabaya, namun juga kota lain di Jawa timur.
“ Jadi, solusinya, Jatim buat Perda atau Pergub untuk semua wilayah provinsi diatur ketinggiannya, supaya bisa berlaku se-jatim,” katanya.
Ia menambahkan, opsi lain yang bisa dijadikan solusi adalah dengan membebankan kepada pihak hotel beberapa kewajiban.
Pasalnya, Izin Mendirikan Bangunan sudah keluar. Apabila izin tersebut dicabut, tanpa alasan yang jelas, maka pemnerintah kota bisa digugat. Nah, untuk mengikat pihak hotel pada izin operasionalnya.
“ Misalkan, kewajiban pemegang izin, jika ada tamu kenegaraan beberapa kamar dikosongkan. Untuk menjaga keamanan berkoordinasi dengan kepolisian,” katanya.
Lilik yakin, jika kewajiban tersebut tak dipenuhi pihak hotel masuk kategori pelanggaran. Sanksinya, administratif hingga pencabutan izin operasional.
“ Jadi, jangan menyelesaikan masalah dengan melanggar peraturan,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, sebenarnya sudah ada pergub yang berkaitan dengan pendirian bangunan. Bangunan yang didirikan di ruas jalan milik Pemprov Jatim, diantaranya yakni Jalan A. Yani harus mendapatkan rekomendasi dari pemerintah yang bersangkutan.
“ Waktu itu CITO dirikan , IMB minta rekomendasi ke Provinsi . Walau yang mengeluarkan IMB Pemkot Surabaya,” pungkasnya. (arf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar