Kamis, 27 September 2018
Home »
Metropolis
» Dewan Sorot Layanan RSUD Dr Soewandhie yang Remehkan Pasien BPJS
Dewan Sorot Layanan RSUD Dr Soewandhie yang Remehkan Pasien BPJS
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya Reni Astuti sangat menyesalkan kejadian di RSUD Dr Soewandhie, di mana salah satu pasien yang hendak berobat ke rumah sakit tersebut tidak dilayani secara maksimal.
Seperti yang terjadi pada Sabtu (22/9), pasien bernama Suparto (63) warga Jl Kapas Baru gg X No 87 yang kesehariannya sebagai pengayuh bentor alias becak motor harus merenggang nyawa saat tiba di ruang IGD RSUD Dr Soewandhie (Tambak Rejo) Surabaya.
Karena pada waktu itu bertepatan hari libur nasional pada Selasa (11/9), maka pasien diperiksakan ke IGD RSUD Dr Soewandhie.
Selama pemeriksaan pasien, ditangani oleh salah satu petugas IGD bernama dr D Pratama. Dia memberikan ketegasan bahwa pasien tidak kritis.
Penilaian dr D Pratama bahwa pasien masih tergolong sadar saat diajak komunikasi. Karena itu salah satu tenaga medis IGD RSUD Dr Soewandhie menyimpulkan pasien BPJS tidak kritis.
”Dari kejadian di atas tadi, saya sangat menyesalkan mengapa pihak rumah sakit tidak segera menangani pasien secepat mungkin, tanpa harus membedakan tahap kritis atau tidak,” ujar Reni Astuti kepada wartawan di gedung DPRD Kota Surabaya, Kamis (27/9).
Ia menambahkan, padahal di setiap layanan di RSUD Dr Soewandhie ada pengumuman yang sangat jelas yaitu, Layanan Kesehatan RSUD Dr Soewandhie Tidak Membedakan pasien BPJS atau SKTM.
”Yang membedakan hanya pasien status darurat atau tidak. Tapi mengapa hal ini harus terjadi kembali di RSUD Dr Soewandhie,” kata Reni.
Jadi dari pengumuman tersebut saja sudah jelas tidak ada perbedaan pasien kaya atau miskin. Dirinya juga menambahkan, RSUD Dr Soewandhie seharusnya tidak boleh ada perbedaan layanan, antara pasien yang mampu dan yang kurang mampu.
Dengan kejadian pasien bernama Soeparto, warga Kapas Baru, pihak rumah sakit Soewandi harus menjelaskan ke publik terkait kejadian Sabtu lalu.
Reni Astuti kembali menegaskan, RSUD Dr Soewandhie adalah rumah sakit yang dibiayai oleh APBD Kota Surabaya, seharusnya RS tidak boleh membedakan layanan karena status pasien.
”Malah bukan sebaliknya, dengan alasan pasien tidak kritis maka lambat pelayanan medisnya. Padahal pihak keluarga Soeparto sudah mengatakan kalo orangtuanya kritis,” terang Reni.
Dengan kejadian tersebut, pihak RSUD Dr Soewandi harus mengklarifikasi ke keluarga pasien, jika memang tidak menyalahi prosedural maka klarifikasi ke publik harus segera dilakukan oleh manajemen RSUD Dr Soewandhie. (*/arf)
0 komentar:
Posting Komentar