Pages - Menu
▼
▼
Halaman
▼
Senin, 03 September 2018
Warga Eks Lokalisasi Dolly Demo PN Surabaya, Kubu Terbelah Dua
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Gugatan class action di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diajukan 12 warga Jarak Dolly terhadap Walikota Surabaya, Tri Rismaharini akibat penutupan lokalisasi prostitusi kian memanas.
Rencana pembacaan putusan gugatan class action oleh Hakim PN Surabaya hari ini diwarnai aksi unjuk rasa dari ratusan warga Dolly didepan gedung PN Surabaya, dijalan Arjuna.
Dari pantauan dilokasi, ratusan warga Dolly ini tebelah menjadi dua kubu, ada kubu kontra dengan kebijakan Risma, yakni kubu penggugat dan ada kubu yang mendukung Risma, kubu yang menolak gugatan class action tersebut.
Informasi yang dihimpun, satu kubu berasal dari massa Forum Pekerja Lokalisasi (FPL) dan Komunitas Pemuda Independen (KOPI), yang menuntut kesejahteraan ekonomi dan menggugat Pemkot Surabaya.
Kubu yang menuntut agar gugatannya dikabulkan oleh Hakim PN Surabaya adalah kubu berasal dari massa Forum Pekerja Lokalisasi (FPL) dan Komunitas Pemuda Independen (KOPI), mereka menuntut kesejahteraan ekonomi pasca penutupan lokalisasi dan menggugat Pemkot Surabaya.
Sedangkan kubu yang menolak gugatan class action itu adalan massa dari Forum Komunikasi Jarak Dolly (Forkaji), yang menolak gugatan atas gugatan massa FPL dan KOPI.
Massa Forkaji membantah bila warga Jarak-Dolly menuntut kesejahteraan dari Pemkot.
Sedangkan massa FPL dan KOPI tetap pada prinsipnya, di mana mereka mengaku mendapat intimidasi dan diskriminasi serta menuntut gugatan Class Action di PN Surabaya.
Sementara dalam orasinya, kubu FPL dan KOPI mengatakan, jika pihaknya
tidak ingin membuka prostitusi kembali di daerah Jarak Dolly. Mereka hanya menginginkan Pemkot Surabaya melakukan pemulihan ekonomi akibat ditutupnya bisnis proatitusi di area Dolly.
Menurut salah satu koordinator pendemo (KOPI), semua yang digembar gemborkan Pemkot Surabaya melalui walikota Risma tidak terbukti sama sekali. Mulai dari home industri batik, sepatu atau keripik tidak menyerap banyak pekerja.
“Tidak ada itu katanya home industri menyerap banyak warga, hanya segelintir saja. Lha terus dana yng sudah ada dikemanakan?” ujar sang orator saat berorasi di depan gedung PN Surabaya, Senin (2/9).
Dikatakan orator, gugatan class action ini dilakukan akibat tidak adanya respon dari Pemkot Surabaya dan DPRD Surabaya meski beberapa kali melayangkan surat somasi dan permintaan audensi.
"Kami juga menintut adaya kejahatan HAM pada warga Dolly,"kata orator yang juga kordinator dari massa KOPI.
Terpisah, kubu pendemo yang didampingi ormas Banser dan GP Anshor dalam surat penolakan menyebutkan bahwa gugatan yang dilayangkan 12 orang tersebut hanyalah untuk kepentingan pribadi penggugat. Terbukti dari 12 penggugat tersebut adalah pemilik usaha rumah karoke di daerah Jarak Dolly.
Menurut Supadi, yang juga Ketua RT di daerah dolly mempertanyakan KTP para pendemo yang mengatas namakan warga dolly tersebut. Lebih lanjut Supadi mengatakan bahwa memang benar adanya bahwa didaerah dolly banyak home industri yang jumlah tenaga kerjanya ditaksir sekitar 100 orang.
” Coba sampean tanya mereka, KTP nya orang mana itu, kami semua tidak kenal. Orang luar semua itu. Di dolly itu banyak home industrinya, hampir 100 orang tenaga kerjanya. Itu ketua home industrinya.” kata Supadi sambil menunjuk satu per satu ketuanya.
Perlu diketahui, adanya aksi penolakan ini dilakukan karena warga tidak ingin adanya kebangkitan prostitusi kembali. Mereka merasa dengan adanya penutupan prostitusi di Jarak Dolly warga sudah merasa aman, nyaman dan tenteram.
Beberapa perwakilan pendemo (KOPI dan FPL) akhirnya ditemui oleh pihak PN Surabaya yang diwakili Sigit Sutriono,SH, MH, selaku humas PN Surabaya. (Komang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar