Korupsi Tangki Pendam Fiktif
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak akhirnya beraksi atas sikap Dirut PT DOK Perkapalan Surabaya, Muhammad Firmasnyah Arifin yang melakukan banding terhadap putusan Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya pada kasus pengadaan tangki pendam fiktif di Muara Sebak, Jambi.
Pernyataan banding itu dilakukan jaksa, lantaran vonis 4,8 tahun penjara yang dijatuhkan Hakim I Wayan Sosiawan pada Terdakwa Muhammad Firmansyah Arifin sangat ringan.
"Kemarin siang kami sudah nyatakan banding,"terang Kasi Intelijen Kejari Tanjung Perak, Lingga Nuarie, Sabtu (20/10).
Menurut Lingga, hukuman Mantan Direktur PT DOK dan Perkapalan ini semestinya lebih diperberat, karena berstatus residivis kasus suap pengadaan kapal perang jenis Strategic Sealift Vessel (SSV) untuk pemerintah Filipina pada 2014-2017 lalu.
"Seharusnya ada tambahan pidana sepertiga lagi, karena dia kan seorang residivis dikasus korupsi yang lain,"pungkas Lingga.
Untuk diketahui, Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menyatakan Muhammad Firmasnyah Arifin telah terbukti bersalah melakukan korupsi proyek tangki pendam fiktif secara bersama sama pejabat PT DOK dan Perkapalan lainnya.
Selain divonis 4,8 tahun penjara, Mantan Dirut PT DOK & Perkapalan Surabaya ini juga dihukum pidana pengembalian uang pengganti sebesar 28 persen dari nilai kerugian negara, yakni 109 USD.
Pidana korupsi ini juga menjerat tiga pejabat PT DOK & Perkapalan lainnya, yakni Mantan Direktur Administrasi dan Keuangan Nana Suryana Tahir, mantan Direktur Produksi I Wayan Yoga Djunaedy dan Mantan Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha, Muhammad Yahya. Ketiganya juga divonis bersalah dan masing-masing divonis 4,3 tahun.
Namun, dari empat terdakwa yang divonis, hanya satu terdakwa yang tidak menyatakan banding. Ia adalah Muhammad Yahya.
Kasus korupsi ini bermula saat PT Dok dan Perkapalan Surabaya menandatangani kontrak dengan PT Berdikari Petro untuk melakukan pembangunan tangki pendam di Muara Sabak, Jambi, dengan nilai proyek Rp 179.928.141.879.
Dalam pelaksanaannya, PT Dok dan Perkapalan Surabaya melakukan subkontrak kepada AE Marine, Pte. Ltd di Singapura dan selanjutnya merekayasa progres fisik (bobot fiktif) pembangunan tangki pendam.
Lantas PT Dok dan Perkapalan Surabaya melakukan transfer sebesar 3.9 juta US Dollar kepada AE Marine. Pte, Ltd.
Namun, dalam pelaksanaannya, justru tidak ada pekerjaan di lapangan atau di lokasi.
Dana itu justru dipakai untuk menutup kekurangan pembayaran pembuatan dua kapal milik Pertamina kepada Zhang Hong, Pte. Ltd, yang telah mempunyai anggaran tersendiri.
Kontrak antara PT DPS dengan Zhang Hong. Pte, Ltd tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang/jasa sehingga merugikan PT Dok dan Perkapalan Surabaya.
Atas pengadaan proyek fiktif itu, penyidik Pidsus Kejagung RI menemukan kerugian yang mencapai US$ 3,3 juta atau senilai Rp 33 miliar. (mang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar