Selasa, 02 Oktober 2018
- Selasa, Oktober 02, 2018
- progresifonline
- Nasional
- No comments
KABARPROGRESIF.COM : (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap hakim Pengadilan Negeri Cibinong menolak gugatan yang diajukan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam terhadap ahli lingkungan Basuki Wasis.
Menurut KPK, gugatan itu tidak sesuai landasan hukum.
"Besok, KPK akan menyampaikan gugatan ke PN Cibinong sebagai pihak yang terganggu kepentingannya dalam perkara gugatan Nur Alam terhadap Basuki Wasis," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (2/10/2018).
Menurut Febri, pokok perkara yang dipersoalkan dalam gugatan Nur Alam sudah masuk ranah hukum pidana, khususnya tindak pidana korupsi.
Dengan demikian, perkara korupsi seharusnya diproses di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Adapun, gugatan yang diajukan Nur Alam diajukan di Pengadilan Negeri dengan ranah perdata.
Basuki Wasis sebelumnya dihadirkan oleh jaksa KPK sebagai saksi ahli dalam persidangan terhadap Nur Alam di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Basuki diminta oleh KPK untuk menghitung kerugian negara akibat perbuatan yang dilakukan Nur Alam.
"Sehingga, pengujian terhadap substansi yang disampaikan ahli merupakan wewenang dari majelis hakim Pengadilan Tipikor," kata Febri.
Hingga saat ini, perkara dengan terdakwa Nur Alam masih dalam proses kasasi di Mahkamah Agung.
KPK memandang seharusnya gugatan Nur Alam tidak diproses lebih lanjut di PN Cibinong. Nur Alam sebelumnya divonis 12 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Menurut hakim, Nur Alam terbukti menyalahgunakan wewenang selaku Gubernur dalam memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi. Kemudian, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Nur Alam terbukti merugikan negara sebesar Rp 1,5 triliun. Menurut hakim, perbuatan melawan hukum tersebut telah memperkaya dirinya sebesar Rp 2,7 miliar.
Kemudian, memperkaya korporasi, yakni PT Billy Indonesia sebesar Rp 1,5 triliun. Selain itu, Nur Alam dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 40,2 miliar dari Richcorp International Ltd.
Menurut jaksa, uang dari Richcorp itu ada kaitan dengan perizinan yang dikeluarkan terhadap PT AHB.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta kemudian memperberat hukuman terhadap Nur Alam. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu diperberat hukumannya dari 12 tahun menjadi 15 tahun penjara. Selain itu, Nur Alam juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar. (rio)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar