Rabu, 12 Desember 2018
Dituding Miring Dalam Duplik, Jaksa Sebut Henry J Gunawan Biasa Beralibi
KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Aksi ngeles Henry J Gunawan untuk dapat bebas dari jeratan hukum kasus tipu gelap kongsi pembangunan pasar turi kembali dilakukan. Ia melalui tim pembelanya mengajukan duplik dengan melakukan tudingan miring yang dialamatkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis dan Harwiadi.
Menjawab tudingan bahwa JPU sudah salah memahami fakta aliran dana yg disetorkan pelapor PT.Graha Nandi Sampoerna (GNS) kepada terdakwa, Harwiadi menjawab bahwa dalam sidang sudah diungkapkan oleh para saksi yang ada bahwa uang 68 miliar dari GNS sudah diterima terdakwa. Hal ini menurutnya juga diperkuat juga oleh saksi ahli meringankan dari terdakwa sendiri.
"Kita kan sudah mendengarkan keterangan saksi dari mereka juga. Bahwa 17 miliar adalah untuk saham PT GNS, 17 miliar adalah hutang Henry, dan sisanya 34 miliar masuk ke rekening PT GBP," ujar Harwiadi saat dikonfirmasi usai persidangan, Rabu (12/12).
Sedangkan perihal tudingan bahwa sebenarnya yang punya hutang piutang adalah GNS dan peserta JO yang lain sebesar 34 miliar pun dibantah oleh Harwiadi.
"Saksi Asoei, Teguh Kinarto dan Widjijono Nurhadi berikut juga Totok Lusida dan Torino Junaedy semuanya mengaku tidak pernah ada pinjam meminjam itu," ujar Harwiadi.
Pada duplik yang dibacakan tim pembelanya, Henry juga menuding jaksa telah memelintir keterangan ahli pidana Prof Nur Basuki dengan membuat ilusi fakta yang seolah tidak ada menjadi ada.
"Justru mereka yang memelintir dan berimajinasi, keterangan Ahli hukum pidana Prof Nur Basuki telah jelas dipaparkan dalam BAP dan juga telah disampaikan dalam sidang. Kalau dianggap melintir, apa yang dipelintir. Mereka kan juga diberi kesempatan bertanya dan kenyataanya keterangan ahli tidak dibantahnya,"kata Harwiadi.
Sementara terkait putusan perdata yang telah diujikan terdakwa Henry ke Mahkamah Agung terkait notulen kesepakatan 13 September 2013 yakni tentang adanya perbedaan isi tulisan tambahan 2 paragraf yang dituding terdakwa tidak sesuai barang bukti notulen diajukan JPU, menurut Harwaidi tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan.
"Semua saksi yang ikut serta menandatangani notulen itu tidak pernah mengakui tambahan tulisan yang dibuat terdakwa tersebut," ujarnya.
Ia pun menyebut, Henry sudah biasa melakukan alibi untuk berkelit dari kesalahan nya termasuk tidak pernah menerima keuntungan apa pun dari proyek pasar turi.
"Mengelak dan membuat alibi itu sudah biasa dilakukan Henry, dikasus pedagang pasar turi contohnya, Henry juga mengelak tidak terima uang dan gugat perdata juga. Nyatanya Henry divonis bersalah karena sudah menerima uang dari penipuan kepada pedagang," ujarnya.
Menurut Harwiadi dikasus ini, tidak logis jika terdakwa mengaku mensyaratkan dibuat akte akte dahulu sebelum giro dicairkan tetapi terdakwa tetap memberikan sejumlah bilyet giro kepada para pelapor saat membuat notulen kesepakatan13 Sept 2013, lantas kemudian menggugat perdata pihak yang berhak karena mencairkan.
"Lagipula, dalam gugatan perdata nya dibuat seolah-olah bilyet giro yang diserahkan Henry telah dicairkan 2 giro oleh pelapor. Padahal kenyataannya BG tersebut tidak ada yang bisa dicairkan, dan sudah kita hadirkan juga dipersidangan lengkap giro-giro itu, tidak ada giro yang dicairkan pelapor," ujar Harwiadi.
Dalam gugatan perdata tersebut lanjut Harwiadi juga tidak ada menjelaskan tentang gudang yang dijanjikan Henry pada para kongsinya sebagai janji keuntungan atas saham yang digelontorkan PT GNS ke PT GBP milik terdakwa.
"Itu tidak dimasukan dalam gugatan perdata mereka sehingga kami tetap yakin unsur penipuan pada kasus ini akan terbukti," sambungnya.
Seperti diketahui, sebelumnya Henry J Gunawan dituntut 3,6 tahun penjara oleh Kejari Surabaya. Bos PT Gala Bumi Perkasa ini dinyatakan terbukti bersalah melakukan penipuan penjualan saham dan pembagian keuntungan proyek pasar turi senilai 240 miliar lebih pada para kongsinya yakni Asoei, Teguh Kinarto dan Widjojono Nurhadi.
Sidang tipu gelap ini rencananya dilanjutkan tanggal 19 Desember mendatang dengan agenda pembacaan putusan. (Komang)
0 komentar:
Posting Komentar