Senin, 24 Juni 2019
Bambang DH Janji Besok Penuhi Panggilan Penyidik Kejati Jatim
KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Kasi Penerangan dan Hukum (Penkum) Kejati Jatim, Richard Marpaung mengaku bila Bambang Dwi Hartono (BDH) tidak bisa memenuhi panggilan penyidik Pidsus Kejati Jatim.
"Hari ini Bambang DH tidak bisa datang." jelas Richard, Senin (24/6).
Alasan mangkirnya mantan Walikota Surabaya itu kata Richard karena adanya urusan yang tak bisa ditinggalkan.
"Ada urusan pribadinya." katanya.
Namun lanjut Richard, suami Dyah Katarina itu berjanji akan memenuhi panggilan penyidik Pidsus Kejati pada esok hari.
"Katanya besok hari. Diberitahu secara lisan." ujarnya.
Richard menambahkan, sebenarnya pemeriksaan Bambang DH dilakukan hari ini bersama saksi lainnya yakni Maryono dan Suboko.
Namun karena berhalangan hadir maka, jadwal pemeriksaan Bambang DH akan digabungkan dengan saksi-saksi lainnya dari pihak YKP dan PT Yekape.
"Jadwal pemeriksaan besok ada tiga dari YKP dan PT Yekape." pungkasnya.
Untuk diketahui, Penyidik Pidsus Kejati Jatim telah melakukan penggeledahan di Kantor Yayasan Kas Pembangunan (YKP) Surabaya dan PT YEKAPE, penggeledahan tersebut dilakukan untuk mencari sejumlah dokumen terkait kasus ini.
Selain menggeledah, Kejati Jatim juga telah mencekal 5 Pengurus YKP berpergian keluar Luar Negeri dan memblokir 7 rekening bank yang berhubungan dengan YKP.
Kasus korupsi YKP pernah beberapa kali mencuat. Bahkan pada tahun 2012 DPRD kota Surabaya pernah melakukan hak angket dengan memanggil semua pihak ke DPRD.
Dalam pansus hak Angket tersebut, DPRD Kota Surabaya memberikan rekomendasi agar YKP dan PT. YEKAPE diserahkan ke Pemkot Surabaya.
Karena memang keduanya adalah aset Pemkot. Namun pengurus YKP menolak menyerahkan.
Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dibentuk oleh Pemkot Surabaya tahun 1951. Seluruh modal dan aset awal berupa tanah sebanyak 3.048 persil tanah berasal dari Pemkot. Yaitu tanah negara bekas Eigendom verponding.
Bukti YKP itu milik Pemkot sejak pendirian ketua YKP selalu dijabat rangkap oleh Walikota Surabaya. Hingga tahun 1999 dijabat Walikota Sunarto.
Karena ada ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah Kepala Daerah tidak boleh rangkap jabatan, akhirnya tahun 2000 walikota Sunarto mengundurkan diri dan menunjuk Sekda Yasin sebagai ketua.
Namun tiba-tiba tahun 2002, walikota Sunarto menunjuk dirinya lagi dan 9 pengurus baru memimpin YKP.
Sejak saat itu pengurus baru itu mengubah AD/ART dan secara melawan hukum "memisahkan" diri dari Pemkot.
Padahal sampai tahun 2007 YKP masih setor ke Kas daerah Pemkot Surabaya. Namun setelah itu YKP dan PT YEKAPE yang dibentuk YKP berjalan seolah diprivatisasi oleh pengurus hingga asetnya saat ini berkembang mencapai triliunan rupiah.
Dalam kasus ini, Penyidik Pidsus Kejati Jatim telah menemukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan pengurus yang telah menguasai YKP, dengan nilai kerugian negara yang nilainya cukup fantastis yakni sebesar Rp 60 triliun. (arf)
0 komentar:
Posting Komentar