Pages - Menu

Halaman

Rabu, 19 Juni 2019

Korupsi Rp 10 Miliar, Kejari Surabaya Tahan Debitur dan Bagian Kredit BRI


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Lama tak terdengar gaungnya, kembali Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya menahan dua orang.

Kedua orang tersebut diduga terlibat kasus dugaan korupsi Kredit Modal Kerja (KMK) di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Manukan Kulon Surabaya sejak bulan Mei lalu sebesar Rp 10 miliar. .
Dua orang tersebut adalah Nanang Lukman Hakim, Associate Account Officer BRI dan Lanny Kusumawati Hermono, bos panti pijat CC Cantik.

Menurut Kajari Surabaya, Anton Delianto mengatakan, dalam kasus ini tersangka Lanny Kusumawati Hermono bertindak sebagai debitur. Sedangkan tersangka Nanang Lukman bagian yang memproses kredit.

“Keduanya, kami tetapkan sebagai tersangka korupsi dengan kerugian negara senilai Rp 10 miliar,” terang Kajari kepada awak media, Selasa (18/6).

Anton menambahkan, perbuatan korupsi ini terjadi sejak tahun 2016 hingga 2017. Saat itu BRI memberikan kucuran dana untuk kredit modal kerja (KMK) kepada sembilan retail maxco senilai Rp 10 miliar.

“Kedua tersangka melakukan mufakat untuk membuat kredit fiktif dengan modus identitas debiturnya palsu, legalitas usaha SiUP dan TDP debitur palsu, adanya rekayasa mark up agunan yaitu penggunanya kredit tidak sesuai dengan pengajuan kredit,” lanjutnya.


Sementara hasil korupsi tersebut, bukan hanya dinikmati oleh dua orang tersangka. Melainkan juga dinikmati sejumlah pihak yang saat ini masih didalami perannya.

Usai menjalani serangkaian pemeriksaan sebagai tersangka sekitar pukul 09.15 WIB dan berakhir pukul 16.15 WIB di ruang penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Surabaya, keduanya langsung dijebloskan ke rumah tahanan.

“NLH dan LKH kami lakukan penahanan di Rutan Klas I Surabaya Cabang Kejati Jatim selama 20 hari kedepan,” kata Kajari Surabaya, Anton Delianto.

Dengan memakai rompi tahanan warna merah muda keduanya digiring petugas menuju mobil tahanan untuk dibawa ke Rutan Klas I Surabaya Cabang Kejati Jatim. Penahanan dilakukan terhadap keduanya lantaran alasan normatif.

“Alasan penahanan dikhawatirkan akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti lainnya,” tandasnya.

Dalam proses penyidikan tersebut, penyidik menemukan adanya pemufakatan jahat yang dilakukan kedua tersangka dengan modus identitas debiturnya palsu, legalitas usaha SiUP dan TDP debitur palsu, adanya rekayasa mark up agunan yaitu penggunanya kredit tidak sesuai dengan pengajuan kredit.

Kedua tersangka dijerat dengan Pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(arf)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar