Kebutuhan tersebut dinilai semakin mendesak mengingat pandemi Covid-19 dan dampaknya.
"Akses ke air bersih dan sanitasi, bersama dengan jarak sosial, adalah respons utama terhadap pandemi. Namun di daerah kumuh terbukti sulit untuk menerapkan langkah-langkah ini,” kata Guterres dalam sambutannya pada Acara peringatan global Hari Habitat Dunia (World Habitat Day) 2020 yang dipusatkan di Kota Surabaya, Senin (5/10) malam.
Menurut dia, hal ini berarti peningkatan risiko infeksi terjadi tidak hanya di permukiman kumuh, tetapi juga di seluruh kota yang sebagian besar dilayani oleh pekerja sektor informal berpenghasilan rendah yang tinggal di permukiman informal.
Secara global, lebih dari satu miliar orang tinggal di pemukiman yang padat dengan perumahan yang tidak memadai, dan jumlahnya diperkirakan akan mencapai 1,6 miliar pada tahun 2030.
Untuk memenuhi permintaan itu, kata Guterres, lebih dari 96.000 unit rumah harus diselesaikan setiap hari dan mereka harus menjadi bagian dari transisi hijau.
Ia pun mendesak kemitraan yang lebih besar, kebijakan pro-kaum miskin, dan peraturan yang diperlukan untuk meningkatkan perumahan di kota.
“Saat ini kami berupaya untuk mengatasi pandemi, mengatasi kerapuhan dan ketidaksetaraan yang telah diekspos, dan memerangi perubahan iklim, sekaranglah waktunya untuk memanfaatkan potensi transformatif urbanisasi untuk kepentingan manusia dan bumi,” pungkasnya. (Ar)
0 komentar:
Posting Komentar