KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Ketua KPK, Firli Bahuri, mengomentari sosok Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah, yang mendapat banyak penghargaan sebagai kepala daerah hingga akhirnya menjadi tersangka korupsi.
Nurdin menjadi tersangka bersama 2 orang lainnya yakni Sekretaris Dinas PU dan Tata Ruang Pemprov Sulsel, Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto.
Menurutnya, seseorang yang telah mendapat penghargaan antikorupsi, bukan berarti tidak mungkin melakukan tindak pidana korupsi. Menurut dia, korupsi disebabkan adanya kekuasaan dan kesempatan.
"Kalau disampakan prestasi yang pernah diterima oleh saudara NA (Nurdin Abdullah) termasuk dengan beberapa penghargaan, tentu itu diberikan sesuai prestasi dan waktu tempat tertentu. Jadi kita memang memberikan apresiasi seluruh pejabat negara yang dinilai untuk berprestasi," ujar Firli, di kantornya Minggu (28/2) dini hari.
"Tapi coba ingat bahwa korupsi itu disebakan oleh karena ada kekuasaan. Korupsi karena ada kesempatan, korupsi terjadi karena ada keserakahan, ada kebutuhan, dan yang paling penting lagi adalah jangan berpikir bahwa setiap orang yang sudah menerima penghargaan tidak akan melakukan korupsi," lanjut Firli.
Nurdin selama ini memang dikenal sebagai kepala daerah yang menorehkan banyak prestasi, khususnya ketika menjabat Bupati Bantaeng.
Ia menjabat sebagai Bupati Bantaeng selama 2 periode mulai 2008 hingga 2018. Ketika itu ia diusung PKS, PBB, PKB, PPNUI, PNBK, Patriot, PIB, PSI, dan Partai Merdeka.
Selama 6 tahun awal ia memimpin, Bantaeng menyabet lebih dari 50 penghargaan tingkat nasional, termasuk 4 kali berturut-turut piala Adipura yang sebelumnya tidak pernah didapatkan.
Selain itu, 3 tahun berturut-turut meraih Otonomi Award dan berhasil memenangkan Innovative Government Award (IGA) tahun 2013 yang diadakan Kementerian Dalam Negeri.
Usai memimpin Bantaeng 2 periode, Nurdin mencalonkan diri di Pilgub Sulsel 2018. Nurdin berpasangan dengan Andi Sudirman Sulaiman.
Pasangan yang diusung PDIP, PAN, PKS, dan PSI itu berhasil menang dengan meraup 43,87% suara.
Nurdin-Andi mengalahkan 2 paslon lain yakni Nurdin Halid-Aziz Qahhar dan Ichsan Yasin Limpo-Andi Mudzakkar. Setahun setelah Pilgub Sulsel, Nurdin disebut bergabung dengan PDIP sebagai kader.
Sementara terkait sosoknya secara pribadi, Nurdin sempat mendapatkan penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) karena prestasinya membangun daerah pada 2017 lalu.
Penghargaan bergengsi ini pernah juga diterima oleh Erry Riyana Hardjapamekas, Busyro Muqoddas, Sri Mulyani, Jokowi, Ahok, hingga Tri Rismaharini.
Di laman Bung Hatta Award disebutkan bahwa Nurdin Abdullah telah membawa gebrakan pembangunan di Bantaeng.
"Selama dua periode memimpin Bantaeng, Nurdin Abdullah telah banyak membuat gebrakan dalam pembangunan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan ini," tulis Bung Hatta Award di lamannya.
Dalam laman tersebut, juga disebutkan bahwa sejak 2015, sudah sekitar 200 pemerintah kabupaten dan provinsi dari seluruh Indonesia yang belajar langsung ke Bantaeng mengenai peningkatan pelayanan publik dan terobosan dalam reformasi birokrasi.
Dalam kasusnya, Nurdin diduga menerima suap senilai Rp 2 miliar dari Agung melalui Edy. Suap diduga terkait penunjukan Agung sebagai kontraktor proyek Wisata Bira.
Selain itu, diduga Nurdin menerima gratifikasi berupa uang dari beberapa kontraktor lain senilai Rp 3 miliar. Sehingga total suap dan gratifikasi yang diterima Nurdin sebesar Rp 5,4 miliar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar