Pages - Menu

Halaman

Kamis, 12 Agustus 2021

Eks Kadis Sosial Subulussalam dan Konsultan Jadi Tersangka Kasus Penyelewengan Program RTLH


KABARPROGRESIF.COM: (Subulussalam) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Subulussalam menetapkan dua tersangka kasus penyelewengan dana program rehabilitasi rumah tak layak huni (RTLH) tahun 2019 pada Dinas Sosial (Dinsos) Kota Subulussalam. 

Penetapan tersangka itu secara resmi disampaikan langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Subulussalam, Mayhardy Putra SH MH, di Kantor Kejari Subulussalam, Selasa (10/8/2021).

Mayhardy mengungkapkan bahwa dua orang yang menjadi tersangka dalam kasus yang bergulir sejak tahun 2019 itu berinisial S yang tak lain adalah kepala Dinas Sosial pada masa itu. Kemudian inisal DEP yang merupakan selaku konsultan pada pelaksanaan program tersebut.

Mayhardy yang turut didampingi Kasi Pidana Khusus, Ikalius Nardo SH, dan Kasi Barang Bukti, A Fikri, lebih lanjut membeberkan terkait temuan adanya kerugian negara yang dilakukan dengan modus pemotongan terhadap anggaran RTLH yang alih-alih katanya untuk keperluan biaya administrasi kegiatan program.

Dikatakan bahwa telah terjadi pemotongan anggaran dari penerima yang seyogyanya tiap-tiap penerima itu mendapat dana rehab senilai Rp19.350.000.

Namun pada praktiknya terbukti telah terjadi pemotongan yakni senilai Rp1,5 juta dari setiap penerima, yang pemotongan tersebut adalah untuk biaya pembuatan RAB dan gambar, pembuatan laporan pertanggungjawaban tahap satu, dan laporan pertanggungjawaban tahap dua.

“Pada kesempatan ini kami akan menyampaikan, adapun kasus posisi dalam perkara ini adalah pada tahun 2019 Dinsos Kota Subulussalam dalam menganggarkan program RTLH untuk pembangunan rehab sebanyak 250 unit rumah dengan terdiri atas 15 kelompok penerima bantuan. Nilai anggarannya Rp4.830.500.000 yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2019,” papar Mayhardy.

Lalu pada pelaksanaannya, proses pencairan dana sebesar Rp19.350.000 tersebut dilakukan secara bertahap, artinya tahap pertama dan tahap kedua.

Pada pencairan tahap pertama salah satu syarat yang harus dilengkapi adalah pembuatan RAB (rencana anggaran biaya) yang mana hal ini sesuai dengan perwal. 

Akan tetapi terkait hal ini diambil alih oleh pihak dinas yang semestinya dilakukan oleh kelompok penerima itu sendiri.

Namun, ternyata hal ini dimanfaatkan oleh pihak dinas yang bekerja sama dengan salah seorang konsultan, membuat suatu kebijakan sendiri yang seakan-akan harus sesuai dengan RAB yang mereka buat sendiri dan semua kelompok dipaksakan harus mengikuti RAB tersebut.

“Kalau tidak dananya tidak bisa cair,” ujar Mayhardy.

Atas permintaan dari dinas tersebut sehingga semua kelompok penerima ini setelah menerima dana tahap pertama menyisihkan masing-masing Rp1.500.000. Dengan begitu, total dana yang terpangkas dari 250 penerima menjadi Rp375.000.000.

“Dan uang tersebut oleh masing-masing kelompok disetorkan kepada konsultan, dan konsultan menyerahkannya ke dinas atau ke kepala dinas,” ungkap Mayhardy.

Ia juga menjelaskan, pemotongan atau permintaan Rp1.500.000 per unit rumah dikali 250 penerima tersebut itu bertentangan dengan Peraturan Menteri Sosial Nomor 20 Tahun 2019 dalam pasal 18 dan pasal 19, dan juga bertentangan dengan Peraturan Wali Kota Nomor 32 Tahun 2019.

“Yang artinya hal itu seharusnya tidak dilakukan oleh Dinas Sosial,” kata Mayhardy.

Terhadap potensi kerugian negara pihaknya sudah meminta perhitungan dari Inspektorat Kota Subulussalam, dan pada tanggal 2 Agustus 2021 pekan lalu telah mengeluarkan hasil perhitungan kerugian negaranya yakni sejumlah Rp375 juta.

“Adapun yang dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya, dan hari ini secara resmi kami tetapkan sebagai tersangka yaitu, pertama saudara S kepala Dinas Sosial tahun 2019 dan juga DEP yakni seorang konsultan yang bersama-sama dengan S tersebut melakukan pengambilan dana Rp1,5 juta tersebut per unit tadi,” jelas Mayhardy.

Adapun pasal yang disangkakan terhadap tersangka adalah pasal 2 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan Dasar Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan UU Nomor 32 tahun 1999 tentang Perubahan Dasar Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar