KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan bahwa masih ada Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) Rp3,7 triliun dalam APBD Pemprov Jawa Timur tahun 2020.
Namun, setelah dihitung ulang, SILPA APBD Jatim ini justru minus sekitar Rp1 triliun lebih mendahului Perubahan Anggaran Keuangan (PAK).
Hal ini diungkapkan oleh salah satu Anggota Pansus RPJMD Jatim, Agustin Poliana. Ia menyebutkan, dalam rapat RPJMD Jatim 2019-2024 bersama BPKAD dan Bapenda, terungkap bahwa SILPA APBD Jatim 2020 minus sekitar Rp1 triliun lebih.
"Dari (SILPA) Rp3,7 triliun itu masih ada minus. Setelah dihitung ada pembiayaan di luar lain-lain dan refocusing yang diharapkan dari SILPA itu bisa lebih. Ternyata ada pembiayaan lebih dan itu minus sekitar Rp1 triliun lebih," kata Agustin Poliana di Gedung DPRD Jatim, Senin (9/8/2021).
Anggota Komisi C DPRD Jatim itu berpendapat, bahwa penggunaan SILPA tanpa koordinasi dengan legislatif tentu tidaklah realistis.
Apalagi, Pemprov Jatim berencana menutup kekurangan SILPA dengan mendahului PAK yang ditargetkan ada penambahan sekitar Rp600 miliar.
"Menurut kami kan tidak realistis. Pada saat penghitungan SILPA kita tidak pernah dilibatkan untuk apa saja. Tapi tiba-tiba disampaikan itu ada minus. Seharusnya kan tidak boleh begitu, harusnya kan DPRD dilibatkan," terang Agustin.
Menurutnya, pembelanjaan pembiayaan termasuk anggaran dari insentif penarik pajak dan lain sebagainya, juga diambilkan dari anggaran SILPA tersebut. Makanya, pihaknya mengaku sangat menyayangkan tindakan Pemprov Jatim itu.
"Ada pinjam pakai anggaran dari uang insentif dari penarik pajak. Ini kan menurut kami tidak pas, seharusnya tidak boleh langsung digunakan begitu. Seharusnya ini dikonsultasikan ke pimpinan DPRD untuk memberikan persetujuan. Tidak tiba-tiba dihabiskan," tegas Politisi PDI Perjuangan ini.
Oleh sebabnya, Agustin mengaku kaget ketika mendapat laporan bahwa SILPA Jatim 2020 telah habis, bahkan minus sekitar Rp1 triliun lebih.
Terlebih lagi, rincian penggunaan SILPA ini belum dijelaskan secara detil ke DPRD Jatim. Padahal dalam perubahan RPJMD 2019-2024, pihaknya menargetkan ada kenaikan PAD yang signifikan.
"Padahal target kita diperubahan RPJMD itu ada kenaikan PAD signifikan. Artinya, yang targetnya 5 persen sekian, hanya naik 3,25 persen atau 3,5 persen dari tahun ke tahun," ungkap dia.
Ia menyebutkan, apabila kenaikan PAD sangat kecil, maka seharusnya potensi yang ada itu harus dimaksimalkan.
Sebab, pandemi Covid-19 tidak bisa terus menerus dijadikan kendala dalam meningkatkan PAD.
"Paling tidak kita punya pemikiran yang positif di samping masalah Covid-19, kita juga memberdayakan perekonomian masyarakat lewat potensi yang ada," jelas dia.
Misalnya, Agustin mencontohkan, di masa pandemi Covid-19, Pemprov Jatim dapat memasifkan pembinaan terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Harapannya, potensi perekonomian dari sektor ini bisa semakin bergeliat.
"Tetapi tidak begitu, akhirnya tumbuhnya itu tidak banyak dan itu mempengaruhi perekonomian. Otomatis kan tidak bisa menjadi harapan masyarakat bahwa potensi ekonomi Jatim bisa naik signifikan, akhirnya melambat pertumbuhan itu. Kita tidak ingin seperti itu," sebutnya.
Makanya, pihaknya mendorong Pemprov Jatim agar melibatkan banyak pihak, terutama pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan perekonomian masyarakat.
"Harapan kita adalah bagaimana Pemerintah Provinsi Jatim ini mendorong bahwa perekonomian bisa naik. Yakni, melibatkan banyak pihak, termasuk kota dan kabupaten," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar