KABARPROGRESIF.COM: (Bandar Lampung) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menyebut sedikitnya telah memeriksa 30 saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah KONI Lampung.
Sampai saat ini, proses penyelidikan masih terus berjalan.
Hal ini diungkapkan Kasi Penkum Kejati Lampung I Made Agus Putra Adyana, Jumat (5/11/2021).
"Proses kasus KONI masih dalam penyelidikan, dan masih terus berjalan," kata dia.
Informasi yang diperoleh Tribun, di antara 30 saksi yang sudah diperiksa, terdapat dua pejabat teras Pemprov Lampung, yakni Minhairin dan Budi Darmawan.
Benarkah informasi itu? Made menegaskan pihaknya tidak dapat membeberkan siapa saja yang telah diperiksa.
Namun, ia mengakui jika sudah ada beberapa orang yang dipanggil untuk dimintai klarifikasi.
"Pemanggilan untuk dimintai klarifikasi itu kurang lebih sudah 30-an saksi," kata Made.
Made menambahkan, pihaknya akan menyampaikan kembali informasi selanjutnya jika sudah naik ke tahap penyidikan.
"Untuk tahapan selanjutnya tentu akan kami sampaikan kembali kepada rekan-rekan media," kata Made.
Untuk diketahui, Kejaksaan Tinggi Lampung sedang melakukan penyelidikan terkait dugaan perkara kasus korupsi pada Komite Olahraga Nasional Indonesia Lampung.
Adapun dugaan korupsi yang dimaksud terkait dana hibah dari Pemprov Lampung yang disalurkan ke KONI sebesar Rp 30 miliar.
Informasi yang dihimpun Tribun beberapa waktu lalu menyebutkan, dana hibah dari Pemprov Lampung itu disalurkan melalui Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Lampung.
Anggaran yang disiapkan Pemprov sebesar Rp 60 miliar.
Dana itu sedianya digunakan untuk biaya Pemusatan Latihan Provinsi/Daerah (Pelatprov), peralatan, ujicoba atlet ke daerah lain bahkan ke luar negeri, termasuk untuk honor atlet, pelatih, dan wasit.
Pada tahap pertama, dana sudah cair Rp 30 miliar.
Anggaran itu dipergunakan saat persiapan PON Papua beberapa waktu lalu.
Gubernur Lampung Arinal Djunaidi meminta Kejati Lampung untuk mencari oknum KONI Lampung kalau memang ada yang menyelewengkan anggaran.
Namun, ia berharap diberikan kesempatan agar KONI Lampung ini tidak terganggu dalam mengikuti PON.
Arinal mengatakan membaca di Harian Tribun Lampung, jika KONI akan diperiksa.
“Saya ini bingung. Saya mendengar ada oknum di situ dan sudah dipersilakan kepada Kejati untuk memeriksa. Tidak ada satupun titipan saya," ungkapnya.
Ia pun menegaskan akan menyelesaikan persoalan ini dan meminta para atlet fokus dalam mengikuti PON.
"Saya akan kirimkan surat kepada cabor pusat untuk diganti apabila ada yang terbukti oleh Kejati," katanya.
Arinal juga mengatakan, agar Ketua KONI jangan takut jika tidak terlibat.
"Kalau KONI tidak terlibat tolong diamankan. Kalau KONI tak bersalah buktikan, tunjukan kepada saya dan tidak ada setoran kepada provinsi," kata Arinal.
Di sisi lain, Ketua KONI Lampung Prof M Yusuf Sulfarano Barusman menjamin, KONI Lampung bersih dan sudah disusun tata kelola yang ketat.
Penggunaan dana KONI bisa dipertanggungjawabkan dengan auditor secara profesional.
"Kita kontrol (dana hibah) dan sebagian besar itu bagus dan kita lihat dari perolehan medali nanti."
"Saya jamin tidak ada oknum dan kita komitmen. Ini saya membantu Pak Gubernur," kata Yusuf.
Dana untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia atau KONI sering menjadi kasus korupsi di berbagai daerah di Indonesia.
Apakah itu bersumber dari APBD atau dana hibah. Ada yang naik hingga penuntutan dan persidangan, ada pula yang kemudian mengendap lalu hilang tak jelas ke mana rimbanya.
Di Lampung pun seperti itu. Beberapa tahun lalu pernah ramai kasus dugaan korupsi pada anggaran KONI Rp 55 miliar.
Kejati Lampung sudah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprindik) Nomor Print-06/N.8/Fd.1/11/2016 tanggal 30 November 2016.
Hingga saat ini, kelanjutan kasus tersebut tidak jelas meski sejumlah saksi sudah diperiksa.
Mulai dari pengurus KONI Lampung, pejabat pemerintah, dan pihak-pihak terkait lainnya.
Benang merah kasus tersebut tidak pernah kelihatan.
Anggaran sebesar Rp 55 miliar yang sedianya digunakan untuk persiapan dan mengikuti PON di Jawa Barat itu diduga mengalami penyimpangan.
Tak pernah terang benderang apakah penyimpangan itu terjadi di hulu atau di hilir atau di tengah-tengahnya. Atau sama sekali tidak terjadi penyimpangan, tidak ada penjelasan lanjutan.
Kasus lain terjadi di KONI Kota Tangerang Selatan. Kejaksaan setempat menyebut kerugian negara mencapai Rp 1,12 miliar.
Kejari pun telah menetapkan dua tersangka, yakni Ketua KONI Tangsel Ria Juwita dan Bendahara Suharyo.
Dana senilai Rp 1,12 miliar itu diduga diselewengkan oleh tersangka dengan membuat laporan pertanggungjawaban fiktif terkait kegiatan yang dilakukan KONI Tangerang Selatan.
"Pertanggungjawabannya ini diduga manipulatif," kata Kejari Tangsel, Aliansyah.
Di Bengkulu juga terjadi kasus yang sama. Mantan Bendahara KONI Provinsi Bengkulu, Hirwan Fuadi, menjadi tersangka dugaan korupsi dana hibah tahun 2020 senilai Rp 15 miliar.
Kabid Humas Polda Bengkulu Kombes Sudarno mengatakan penetapan tersangka F adalah pengembangan kasus dari tersangka terdahulu yaitu eks Ketua KONI Bengkulu Mufran Imron.
Mufron telah ditetapkan tersangka pada April 2021 dan ditangkap pada 7 Mei di sebuah hotel di Jakarta.
Berdasar audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kerugian negara berkisar Rp 11 miliar dari Rp 15 miliar yang merupakan dana hibah KONI Bengkulu pada 2020.
0 komentar:
Posting Komentar