KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Fraksi Gerindra DPRD Kota Surabaya meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk memenuhi hak para kader sosial.
Sebab dimasa pandemi Covid-19 ini, jiwa sosial dari para kader harus mendapat apresiasi lebih melalui kebijakan matang dari Pemkot Surabaya.
“Pemkot harus memberikan kebijakan yang matang. Kondisi sedang Covid, jiwa sosial warga jangan semakin dikecewakan,” kata Bendahara Fraksi Gerindra DPRD Kota Surabaya, Ajeng Wira Wati, Rabu (2/3).
Perempuan yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya ini, mengatakan, sikap dari pernyataan ini merupakan pendapat Fraksi Gerindra, usai menerima keluhan dari para kader Airlangga dan Simokerto.
Bahwa selama ini para kader hanya sebagai petugas pendata masyarakat dengan memahami administrasi.
“Konsepnya pemberdayaan masyarakat bukan petugas pendata masyarakat. Konsepnya jiwa sosial bukan jiwa adminitrasi. Itu harus jelas,” tandasnya.
Bendahara Fraksi Gerindra DPRD Kota Surabaya ini menambahkan, pemberian insentif yang tinggi bagi para kader di tiap-tiap RW telah menimbulkan dampak sosial bagi para kader lainnya diseluruh wilayah.
Untuk itu Fraksi meragukan konsep bergotong-royong membangun kota Surabaya.
Apalagi kadernya dipilih-pilih oleh Pemkot Surabaya. Sehingga kesannya menjadi tugas perorangan.
“Kader tidak mau dipilah pilih. Kader mau bekerjasama dan bergotong-royong dengan banyak kader. Misinya memberi insentif tinggi untuk 3(tiga) kader per-RW, tapi berdampak buruk dengan nilai sosial. Tugasnya jadi perorangan bukan gotong-royong lagi,” papar Ajeng meneruskan keluhan para kader.
Lanjut Ajeng, Fraksi Gerindra juga mendesak Pemkot Surabaya untuk memberikan keadilan bagi para kader Lansia.
Menurut pengurus Perempuan Indonesia Raya (PIRA) Partai Gerindra Surabaya ini, keberadaan kader Lansia terkesan terpinggirkan dengan para kader lainnya. Terlebih sejak munculnya tuntutan menggunakan aplikasi handphone (HP).
“Perhatikan kader Lansia. Kemarin di RAPBD Komisi D, saya meminta kader Lansia di aktifkan dan ditambahkan vitaminnya supaya Lansia bisa meningkat imun kesehatan dalam melaksanakan tugas. Tetapi jika yang dituntut Pemkot adalah isi Aplikasi di HP, maka saya takutkan kader Lansia yang terpinggirkan dibandingkan kader Posyandu dan Jumantik. Ini tidak adil, sehingga saya minta diurungkan saja jika harus mengorbankan kader yang usianya lanjut,” jelas Ajeng.
Disarankan Fraksi untuk pemberian insentif para kader sosial tidak diperbolehkan double penerimaan.
“Persyaratan insentif tidak boleh double dengan insentif PAUD, Modin, atau RW. Saya tidak setuju karena setiap kinerja kader seharusnya dapat apresiasi. Berapapun nilainya seharusnya tetap dapat diapreasiasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ajeng menambahkan, Fraksi juga meminta para kader tidak dibebani oleh aplikasi apapun dalam hal pendataan masyarakat.
“Pendataan aplikasi apapun kader tidak boleh sendiri harus ada Pendamping laporan.Kader jangan dibebani pelatihan aplikasi, cukup sosialisasi ke warga itu yang utama. Berbicara ke warga dan mengubah cara prilaku atau keputusan itu tidak gampang, konsep kader sebenar-benarnya adalah pemberdayaan masyarakat bukan pendata,” paparnya.
Terakhir soal misi nol stunting, kata Ajeng, Fraksi Gerindra meminta Pemkot Surabaya tidak PHP untuk mengganti biaya operasional para kader yang pernah dijanjikan.
“Misi Nol stunting jangan sampai tidak sesuai dengan ongkos transport. Jika pernah disampaikan Rp 30 ribu perhari karena 3 kali antar, ya, harus sesuai. Jangan sampai PHP kader stunting. Fraksi minta penuhi hak semua kader dan ubah kebijakan. Jangan sampai ada pemangkasan kader sekaligus kembalikan misinya sebagai kader pemberdayaan masyarakat sesungguhnya,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar