KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Tim Jaksa Penyidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Aspidsus Kejati) DKI Jakarta menemukan bukti dugaan pembagian uang sejumlah Rp244,6 miliar para mafia tanah milik PT Pertamina.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) DKI Jakarta, Ashari Syam, dalam keterangan tertulis diterima pada Sabtu (28/5), menyampaikan, pembagian atau bancakan uang Rp244,6 miliar tersebut berdasarkan bukti hasil dari pemeriksan saksi dan bukti.
Menurutnya, tim penyidik memeriksa sejumlah saksi kasus dugaan mafia tanah PT Pertamina yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp244,6 miliar pada Jumat (27/5).
“Kejati DKI memperoleh sejumlah dokumen dan data elektronik terkait persengkokolan jahat pembagian uang 244,6 miliar milik PT Pertamina yang melibatkan sejumlah pihak,” katanya.
Menindaklanjuti keterangan dan bukti tersebut, penyidik Kejati DKI Jakarta akan memeriksa sejumlah pihak yang diduga mendapat aliran dana sejumlah Rp244,6 miliar tersebut pada pekan depan.
“Pemeriksaan berikutnya untuk menentukan pihak-pihak terkait, kualifikasi peritiswa perbuatan dan pertanggungjawaban pidana kepada semua pihak yang terlibat dan menikmati penerimaan uang,” ujarnya.
Pemeriksaan saksi-saksi kasus dugaan mafia tanah milik PT Pertamina di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur (Jaktim) tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor : Print- 1018/M.1/Fd.1/04/2022 tanggal 04 April 2022.
Pemeriksaan sejumlah saksi tersebut dilakukan untuk mendukung pembuktian terjadinya tindak pidana korupsi sehubungan dengan mafia tanah aset milik PT Pertamina yang diduga merugikan keuangan negara sejumlah Rp224,6 miliar.
Ashari menjelaskan, untuk mengungkap aliran dana kepada sejumlah pihak tersebut, Kejati DKI Jakarta sebelumnya telah meminta Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusurinya.
Penyidik Kejati DKI Jakarta meminta PPATK melakukan analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan atau tindak pidana lain.
Ashari mengungkapkan, hal itu dilakukan setelah penyidik mendapatkan informasi bahwa dari jumlah uang Rp244,6 miliar yang berasal dari PT Pertamina untuk pembayaran ganti rugi tanah, ahli waris yang seharusnya menerima uang tersebut ternyata hanya menerima setengahnya.
“[Ini] sehingga perlu diungkap siapa saja yang menerima uang tersebut selain ahli waris,” katanya.
Kejati DKI Jakarta mulai mengusut kasus duagaan mafia tanah aset milik PT Pertamina di Jl. Pemuda, Ramawangun, Jakarta Timur, setelah menaikkannya dari status penyelidikan ke tahap penyidikan.
Penaikan penanganan kasus ini berdasarkan perintah Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, Reda Manthovani.
“[Kajati] telah memerintahkan Tim Penyelidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, untuk menaikkan status penanganan kasus Mafia Tanah Aset Milik PT Pertamina,” katanya.
Perintah tersebut disampaikan menindaklanjuti hasil gelar perkara (ekspose) oleh Tim Penyelidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta yang berkesimpulan bahwa dalam penyelidikan ditemukan alasan yang cukup adanya peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi.
Berdasarkan hasil gelar perkara tersebut, lanjut Ashari, perlu ditindaklanjuti dengan mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu akan membuat terang dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Ia menjelaskan, awalnya Kajati DKI Jakarta mengeluarkan Surat Perintah Nomor : Print-3026/M.1/Fd.1/12/2021 tanggal 20 Desember 2021 tentang Penyelidikan Kasus Mafia Tanah Aset Milik PT Pertamina.
Berdasarkan hasil penyelidikan diperoleh fakta bahwa PT Pertamina memiliki lahan sekitar 1,6 hektare yang terletak di Jalan Pemuda, Ramawangun, Kota Adminstrasi Jakarta Timur yang dimanfaatkan sebagai Maritime Training Center (MTC) seluas sekitar 4000 M², Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) sekitar 4000 M², dan 20 unit Rumah Dinas Perusahaan yang dipinjam pakai oleh Bappenas berdasarkan Akta Pengoperan dan Penyerahan Tanah No. 58 Tanggal 18 September 1973.
Bahwa pada tahun 2014, seseorang berinisial OO binti Medi menggugat PT Pertamina ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim). Gugatan tersebut dengan Nomor Perkara 127/PDT.G/2014/PN.Jkt.Tim. OO binti Medi yang bertindak selaku penggugat, mengaku sebagai pemilik tanah seluas 12.230 M².
OO mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut berdasarkan surat tanah yang terdiri dari Verponding Indonesia No. C 178, Verponding Indonesia No. C 22, dan Surat Ketetapan Padjak Hasil Bumi No. 28.
Atas gugatan perdata tersebut, PN Jaktim mengabulkan gugatan penggugat sebagaimana tertuang dalam Putusan Perdata No. 127/Pdt.G/2014/PN. Jkt.Tim jo No. 162/PDT/2016/PT.DKI jo No. 1774 K/PDT/2017 jo No. 795 PK/PDT/2019.
Pengadilan menyatakan bahwa tanah sengketa a quo merupakan tanah milik para penggugat selaku ahli waris dari A. Supandi dan bukan milik tergugat atau PT Pertamina.
“Pengadilan kemudian menghukum PT Pertamina untuk membayar ganti rugi tanah sebesar Rp244.600.000.000 (Rp244,6 miliar),” ujarnya.
Pasca putusan tersebut, kemudian diketahui bahwa dua Verponding Indonesia dan 1 Surat Ketetapan Pajak yang dijadikan dasar gugatan oleh OO binti Medi, diduga palsu.
Diduga ada penyalahgunaan wewenang dan perbuatan melawan hukum dan atau penerimaan uang terkait dengan proses peradilan perdata maupun pelaksanaan putusan pengadilan sehingga menyebabkan PT Pertamina dirugikan sebesar Rp244,6 miliar.
Sebab itu, PT Pertamina tidak pernah melaksanakan putusan pengadilan tersebut untuk membayar ganti rugi sebesar Rp244,6 miliar.
Akan tetapi, uang milik PT Pertamina telah disita eksekusi oleh Juru Sita PN Jaktim melalui PN Jakarta Pusat dari rekening bank BRI milik PT Pertamina.
“Padahal, pihak PT Pertamina tidak pernah memberikan ataupun memberitahukan nomor rekening bank BRI tersebut untuk kepentingan sita eksekusi,” kata Ashari.
0 komentar:
Posting Komentar