KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Penunjukan Penjabat (Pj) kepala daerah semakin disorot karena Kemendagri menunjuk anggota TNI aktif untuk mengisi kekosongan jabatan di daerah.
Anggota TNI aktif yang dimaksud adalah Kepala BIN Sulawesi Tengah, Brigjen TNI Andi Chandra As'aduddin, sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat.
Merespons isu ini, MenPANRB Tjahjo Kumolo mengatakan keputusan Mendagri Tito Karnavian menunjuk Andi sebagai Pj tidak salah. Ia menyebut, posisi Andi sebagai Kepala BIN sudah sesuai pasal 201 UU Pilkada, yaitu Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama.
"Meskipun Pj kepala daerah adalah TNI/Polri aktif, tetapi terdapat pengaturan dan pengecualian bagi pejabat dimaksud karena menjabat pada instansi pemerintah yang dapat diduduki oleh TNI/Polri dalam jabatan Pimpinan Tinggi," kata Tjahjo saat dimintai tanggapan, Rabu (25/5).
Jika merujuk pada Perpres Nomor 79 Tahun 2020 pasal 54, disebutkan bahwa Kepala BIN merupakan jabatan Pimpinan Tinggi Pratama atau jabatan struktur eselon II.a.
"Sewaktu saya Mendagri dulu mengangkat Mayjen TNI Sudarmo tapi sudah Eselon I Kemendagri yang jadi Pj Papua dan Aceh, dan Komjen Iriawan sudah jabat Sestama Lemhanas akhirnya bisa Pj Gubernur Jabar," ujarnya.
Sementara dalam UU Pilkada, dijelaskan bahwa Pj Gubernur yang ditunjuk harus yang berasal dari jabatan Pimpinan Tinggi Madya sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk Pj bupati/wali kota diisi yang berasal dari jabatan Pimpinan Tinggi Pratama sampai dengan pelantikan bupati/wali kota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Keputusan yang dibuat Mendagri tidak ada yang salah. Dasar hukumnya kuat dan sudah benar," - Tjahjo Kumolo.
Dalam Putusan MK yakni nomor 15/PUU-XX/2022, disebutkan bahwa hanya TNI/Polri yang sudah tidak aktif yang bisa menjadi Pj Kepala Daerah.
Berikut petikan pertimbangan putusannya:
"Lebih lanjut, UU 5/2014 menyatakan “Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN dan Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Pengisian Jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit TNI dan anggota Polri dilaksanakan pada Instansi Pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU 34/2004) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU 2/2002) [vide Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) UU 5/2014].
Jika merujuk pada ketentuan Pasal 47 UU 34/2004 ditentukan pada pokoknya prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Sementara itu, prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Dalam hal prajurit aktif tersebut akan menduduki jabatan-jabatan tersebut harus didasarkan atas permintaan pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen (kementerian) dan lembaga pemerintah nondepartemen dimaksud. Sedangkan, dalam ketentuan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 ditentukan anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. “Jabatan di luar kepolisian" dimaksud adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kepala Polri.
Ketentuan ini sejalan dengan UU 5/2014 yang membuka peluang bagi kalangan non-PNS untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi madya tertentu sepanjang dengan persetujuan Presiden dan pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden [vide Pasal 109 ayat (1) UU 5/2014]. Selain yang telah ditentukan di atas, UU 5/2014 juga membuka peluang pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi yang dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif [vide Pasal 109 ayat (2) UU 5/2014]. Jabatan pimpinan tinggi dimaksud dapat pimpinan tinggi utama, pimpinan tinggi madya dan pimpinan tinggi pratama [vide Pasal 19 ayat (1) UU 5/2014].
Artinya, sepanjang seseorang sedang menjabat sebagai pimpinan tinggi madya atau pimpinan tinggi pratama, yang bersangkutan dapat diangkat sebagai penjabat kepala daerah."
0 komentar:
Posting Komentar