KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Pemberantasan Korupsi (KPK) berpeluang menjerat tersangka kasus dugaan suap penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) sekaligus mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Lembaga Antikorupsi mendalami unsur untuk memperkuat dugaan TPPU.
"Tentu akan kami lihat sejauh mana TPPU itu bisa diterapkan pada perkara yang bersangkutan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (3/6).
Penyidik KPK, kata Alex, akan mendalami asal usul aset-aset milik Haryadi. Pendalaman aset juga dilakukan melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Haryadi yang dilaporkan ke KPK.
"Kalau ternyata ada aset-aset yang lain misalnya dari informasi masyarakat, kemudian kita lihat aset tersebut juga berasal dari tindak pidana (atau tidak)," ujar Alex.
Haryadi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, Nurwidhihartana (NWH) dan Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi, Triyanto Budi Yuwono (TBY). Sedangkan, tersangka pemberi yakni Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk (SA), Oon Nusihono (ON).
Haryadi menerima US$27.258 dari Oon melalui Nurwidhihartana dan Triyanto sebagai imbalan menerbitkan IMB apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Uang itu diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 2 Juni 2022.
KPK juga mengungkap Haryadi menerima minimal Rp50 juta dalam rangkaian proses penerbitan IMB apartemen Royal Kedathon. Namun, KPK belum mengungkap total uang yang diterima Haryadi.
Haryadi, Nurwidhihartana, dan Triyanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan, Oon disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
0 komentar:
Posting Komentar