KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Komisi B DPRD Jawa Timur memberikan apresiasi kepada Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi bersama jajarannya.
Sebab, meskipun SMA/SMK sederajat sudah bukan menjadi kewenangan Pemkot Surabaya, namun kepedulian terhadap dunia pendidikan tetap dilakukan.
Apresiasi itu diberikan lantaran Wali Kota Eri membantu pembebasan biaya ijazah 729 siswa SMA/SMK di Kota Surabaya.
"Karena memang di masa pandemi ini banyak sekali orang tua yang kesulitan melunasi tunggakan sekolah. Ada yang tadinya orang tua bekerja tapi di PHK, sehingga tidak bisa mendapatkan pemasukan. Sehingga tindakan yang dilakukan Pemkot Surabaya, Mas Eri Cahyadi dan jajarannya sangat saya apresiasi," kata anggota Komisi B DPRD Jatim, Agatha Retnosari, Senin (20/6).
Apalagi, Agatha menyebut, uang senilai Rp1,7 miliar yang digunakan menebus 729 ijazah pelajar SMA/SMK sederajat berasal dari zakat Aparatur Sipil Negara (ASN) pemkot yang dibayarkan melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Surabaya.
Tentu saja zakat yang terkumpul dari ASN itu dinilainya sangat bermanfaat bagi masyarakat.
"Saya berharap ke depan untuk Pemprov, tentunya karena SMA/SMK menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi, supaya ada terobosan yang lebih berani dan bisa dilakukan oleh Gubernur. Dalam hal ini, untuk bisa membantu anak-anak kita yang di SMA/SMK supaya tidak sampai putus sekolah," jelas dia.
Politisi PDI Perjuangan itu mengakui, sejak SMA/SMK sederajat di bawah pengelolaan provinsi, banyak sekali wali murid maupun siswa yang mengeluh.
Pasalnya, kata dia, sebelum dikelola provinsi, sekolah negeri SMA/SMK sudah gratis dan bahkan untuk swasta SPP-nya tidak setinggi sekarang.
"Sejak masuk kewenangan provinsi, hasil pantauan saya waktu periode lalu itu SPP yang ada di SMA/SMK Kota Surabaya yang swasta naik dua kali lipat. Akibat mereka tidak lagi menerima Bosda (Bantuan Operasional Sekolah Daerah) yang dulu biasanya diterima dari Kota Surabaya," papar dia.
Karena sekarang SMA/SMK sederajat di Surabaya tak lagi menerima Bosda dari pemkot, sehingga kemudian biaya operasional sekolah itu dibebankan kepada siswa.
Hal tersebut dinilai Agatha sangat memberatkan orang tua siswa.
"Yang selama ini misal bayar SPP mungkin Rp 100-150 ribu menjadi Rp200 - 300 ribu. Itu satu anak, kalau dua anak juga pasti akan berat," terangnya.
Apalagi, beberapa kali ketika Agatha terjun langsung ke Surabaya, juga menemukan adanya anak yang sampai terancam putus sekolah.
Meski pihak sekolah sendiri, kata dia, sudah berusaha untuk bisa mempertahankan muridnya supaya tetap bisa bersekolah.
"Bahkan untuk ujian itu ada yang tidak bisa membayar terus diancam tidak bisa ikut ujian. Itu beberapa sekolah juga akhirnya membolehkan mereka ikut ujian. Tapi ya pada akhirnya itu tadi, saat mereka lulus, banyak ijazah yang terpaksa ditahan," ungkapnya.
Agatha menyadari betul, bahwa keputusan pihak SMA/SMK swasta sederajat menahan ijazah siswa dikarenakan juga memiliki tanggung jawab operasional dan gaji guru.
Artinya, pembayaran SPP atau uang gedung yang dibayarkan para siswa itu juga sangat dibutuhkan pihak sekolah.
"Ini juga jadi dilema, kalau kita dari satu sisi ingin menolong, kemudian memberatkan kehidupan para guru," kata Agatha.
Di lain hal, Agatha juga menyatakan, bahwa dalam ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan anggaran, ketika tidak ada dalam aturan memang tidak bisa dilakukan.
Oleh sebabnya, ketika dahulu pemkot ingin mengajukan kewenangan pengelolaan SMA/SMK sederajat tidak disetujui oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jadi kalau misal (SMA/SMK) mau dialihkan lagi ke Surabaya, itu tidak memungkinkan. Maka yang saya dengar dari pemkot, mereka berencana memberikan (intervensi) bentuknya beasiswa kepada siswa-siswi SMA/SMK yang ber-KTP atau KK Surabaya," kata dia.
Menurut Agatha, melalui program beasiswa itulah yang paling memungkinkan bagi pemkot untuk memberikan intervensi bagi siswa SMA/SMK sederajat di Surabaya.
"Cuma mungkin kita harus menunggu untuk pelaksanaannya, karena kan harus juga dengan DPRD Kota Surabaya menurut saya," jelas Agatha.
Agatha bilang, ketika program beasiswa pemkot untuk pelajar SMA/SMK sederajat itu terlaksana, tentu saja akan sangat membantu anak-anak Surabaya.
Khususnya dari keluarga kurang mampu atau Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
"Misalnya itu bisa terlaksana, tentu akan sangat membantu anak-anak kita dari Surabaya yang dari keluarga kurang mampu. Sehingga mereka tidak perlu memusnahkan mimpi untuk bisa mendapatkan pendidikan yang tinggi," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar