Pages - Menu

Halaman

Sabtu, 22 Oktober 2022

Penyelesaian Perkara Lewat Mediasi Minim, PMRK di 15 Provinsi Terjunkan Ratusan Mediator


KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Penyelesaian perkara di Surabaya yang tuntas melalui mediasi masih cukup kecil, khususnya perkara perdata. 

Menjawab masalah ini, peran mediator dinilai signifikan dalam membantu menyelesaikan sebuah perkara melalui mediasi, terutama sebelum masuk ke persidangan. 

Hal ini disampaikan Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya Kresna Menon, saat menjadi keynote speech pada acara Seminar Nasional di Surabaya, Sabtu (22/10). 

Bertema “Prevensi & Resolusi Konflik Melalui Mediasi dan Konsiliasi", acara ini diselenggarakan Pusat Mediasi dan Resolusi Konflik (PMRK). 

Selain Ketua Pengadilan Tinggi, acara ini juga menghadirkan perwakilan dari Kepolisian Daerah Jawa Timur, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, hingga Dinas Ketenagakerjaan Jawa Timur, dan Bawaslu RI. Masing-masing menjadi pemateri acara ini. 

Mengutip data jumlah perkara yang dimediasi pada 2021, jumlah perkara yang selesai lewat mediasi masih di bawah 5 persen. 

"Artinya, sangat sedikit perkara yang diselesaikan melalui mediasi," kata Kresna.

Padahal, penanganan melalui rekonsiliasi dinilai lebih banyak mendatangkan keuntungan bagi pihak yang berkonflik. 

Baik dari sisi proses maupun hasil yang didapatkan.

Dengan melalui mediasi, sengketa perselisihan bisa tuntas dengan mekanisme yang lebih sederhana dibanding penyelesaian melalui proses hukum acara perdata. 

Juga, lebih efisien, waktu singkat, rahasia, dan menjaga hubungan baik para pihak. 

Bahkan, berkekuatan hukum tetap dan para pihak yang bersengketa untuk memperoleh rasa keadilan. 

"Di sini lah peran mediator dibutuhkan. Selain bisa menyelesaikan problem yang muncul ada di permukaan, juga bisa menyatukan hati yang orang yang konflik. Namanya rekonsiliasi," katanya. 

"Sehingga, bukan hanya perkara yang diselesaikan, tapi juga emosional. Kalau (melalui) pengadilan hanya melaksanakan putusan," katanya. 

Menurutnya, salah satu tantangan penyelesaian perkara melalui mediasi adalah masih awamnya masyarakat melalui jalur tersebut. 

Serta, kesan biaya tinggi yang harus ditanggung oleh pihak yang berperkara. 

"Inilah pentingnya sosialisasi dari teman-teman mediator. Bagi pengadilan, penyelesaian melalui mediasi akan sekaligus mengurangi beban penyelesaian sengketa," jelasnya. 

Menjawab tantangan tersebut, Pusat Mediasi dan Resolusi Konflik (PMRK) memastikan anggotanya siap membantu pihak yang berperkara menyelesaikan masalah melalui mediasi. 

Menurut Ketua PMRK, Basuki Rekso Wibowo, masyarakat Indonesia sebenarnya memiliki adat menyelesaikan masalah dengan musyawarah. 

"Masyarakat kita punya akar budaya untuk musyawarah mufakat. Itu yang ingin kami revitalisasi," kata Rekso dikonfirmasi di tempat yang sama. 

Penyelesaian melalui rekonsiliasi juga akan mencegah konflik berkepanjangan. 

"Sehingga kehidupan masyarakat bisa damai dan sejahtera. Tidak semua perkara harus di bawa ke kepolisian atau pengadilan," paparnya. 

Selain seminar, acara tersebut juga dirangkai dengan pelantikan pengurus PMRK di 15 provinsi. 

"Kami melantik pengurus yang tersebar di 15 provinsi se-Indonesia," katanya. 

Menariknya, anggota PMRK yang berjumlah sekitar 750-an orang tersebut berasal dari lintas keilmuan. 

"Bukan hanya berlatarbelakang hukum saja, namun juga dokter, apoteker, akuntan, psikolog dan beberapa lainnya," ungkapnya. 

"Dengan beragamnya latarbelakang keilmuan para mediator tersebut justru lebih sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Sebab, sengketa yang dimediasi bukan hanya mencakup aspek hukum, namun jauh lebih komplek," ujarnya. 

Sekalipun, ia juga mengakui rendahnya kesadaran masyarakat untuk mendapatkan solusi melalui musyawarah. 

"Untuk itu, kami juga melakukan sosialisasi dengan menggandeng banyak pihak," kata Basuki Rekso Wibowo.

"Baik dengan pengadilan, kepolisian, maupun kejaksaan untuk menekankan pentingnya pencegahan konflik melalui mediasi. Sehingga masyarakat menjadi tahu," pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar