Pages - Menu

Halaman

Senin, 28 Agustus 2023

Eks DP2 Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno Divonis 7 Tahun Penjara di Kasus Gratifikasi dan TPPU


KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (DP2) pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Angin Prayitno Aji selama tujuh tahun penjara. 

Angin Prayitno merupakan terdakwa kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan gratifikasi terkait pengurusan pajak di Ditjen Pajak. 

“Menyatakan terdakwa Angin Prayitno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan ke satu dan ke dua penuntut umum,” kata ketua majelis hakim Fahzal Hendri saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/8/2023).

Majelis hakim menilai, Angin Prayitno terbukti melanggar Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Angin Prayitno Aji dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” kata hakim Fahzal Hendri. 

Selain pidana badan, Angin Prayitno juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 3.737.500.000. 

Hakim mengatakan, jika eks Pejabat Ditjen Pajak itu tidak membayar uang pengganti paling lama dalam satu bulan sesudah keputusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. 

“Kemudian, dalam hal terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana dengan pidana penjara selama satu tahun,” ujar hakim Fahzal Hendri. 

Putusan ini lebih rendah daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut Angin Prayitno dipidana selama sembilan tahun penjara. 

Dalam tuntutannya, Jaksa KPK juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana denda terhadap Angin Prayitno sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara. 

Eks pejabat Ditjen Pajak ini juga diminta mendapatkan pidana tambahan berupa pidana pengganti sebesar Rp 29.505.167.100.00. 

Terkait kasus ini, Angin Prayitno Aji disebut Jaksa KPK telah menerima gratifikasi Rp 29.505.167.100 atau Rp 29,5 miliar dari enam perusahaan dan satu orang. 

Jaksa KPK mengungkapkan, ada tujuh pihak yang memberi gratifikasi kepada Angin Prayitno merupakan para wajib pajak. 

Menurut Jaksa, saat menjabat sebagai Direktur P2, Angin Prayitno mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan wajib pajak. 

Ia memerintahkan bawahannya, Kasubdit dan Supervisor Tim Pemeriksa Pajak untuk menerima fee dari para wajib pajak yang diperiksa Tim Pemeriksa Pajak. 

Kemudian, fee yang diperoleh itu dibagikan untuk pejabat struktural dengan jatah terbesar untuk Angin Prayitno dan para kasubdit sebesar 50 persen. 

Sementara itu, 50 persen sisanya dibagikan kepada Tim Pemeriksa. 

Adapun anggota Tim Pemeriksa itu antara lain Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian. 

Mereka kemudian memeriksa para wajib pajak bersama Kepala Sub Direktorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019. 

Angin Prayitno, Dadan Ramdani, dan anggota Tim Pemeriksa diduga menerima fee dari enam perusahaan dan satu perorangan wajib pajak. 

Perusahaan itu antara lain, PT Rigunas Agri Utama (PT RAU), CV Perjuangan Steel, PT Indolampung Perkasa, PT Esta Indonesia, Ridwan Pribadi (perorangan), PT Walet Kembar Lestari, dan PT Link Net. 

Di sisi lain, Angin Prayitno diduga mengubah bentuk uang hasil tindak pidana korupsinya sebesar Rp 44 miliar menjadi 101 bidang tanah dan bangunan, satu apartemen, dan satu unit mobil. 

Hal itu dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diduga diterima dari hasil tindak pidana korupsi. 


Atas putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim PN Tipikor Jakarta pada kasus dugaan gratifikasi dan TPPU ini, Angin Prayitno menyatakan pikir-pikir terhadap upaya hukum lanjutan. 

Demikian juga pihak jaksa menyatakan pikir-pikir terkait upaya hukum lanjutan. Majelis hakim mengingatkan kedua pihak terkait batas waktu tujuh hari untuk menentukan sikap apakah akan mengajukan banding atau tidak terhadap putusan PN Tipikor Jakarta tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar