KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Dua Penasehat Hukum terdakwa Dindin Kamaludin yakni Timur Ibnu Hamdani dan Heykal Anwar Putra mengaku bersyukur atas eksepsi yang diterima Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.
Menurutnya Mejelis Hakim Pengadilan Tipikor yang menyidangkan Perkara Koneksitas Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pembangunan Rumah Prajurit Setara Tower Lantai 6 Tahun 2018 telah memberikan keadilan bagi kliennya.
Nah, dengan diterimanya eksepsi tersebut semakin menegaskan bahwa perkara ini merupakan perkara koneksitas yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Panglima dengan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
“Di dakwaan disebut bahwa perkara ini koneksitas. Dalam undang-undang harus melibatkan unsur militer dan sipil. Didalam dakwaan perkara ini secara yuridis harus berdasarkan pada Pasal 94 KUHAP dan Pasal 203 tentang Peradilan Militer,” jelas Timur Ibnu Hamdani didampingi Heykal Anwar Putra, Sabtu (14/10).
Tak hanya itu, Timur Ibnu Hamdani juga mengapreasi perintah dari majelis hakim agar membebaskan kliennya dari tahanan.
“Faktanya klien kami secara total telah ditahan selama 219 hari, sedangkan KUHAP mengatur jangka waktu maksimal penahanan adalah 200 hari, oleh karena itu demi hukum Terdakwa 1 harus dibebaskan dari rumah tahanan, karena telah melampaui batas maksimal akumulasi penahanan yang diatur oleh KUHAP,” pungkasnya.
Sebelumnya saat persidangan di ruang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya dengan agenda pembacaan putusan sela.
Majelis Hakim yang diketuai I Dewa Gede Suardhita menyatakan dakwaan JPU Kejati Jatim gugur dan meminta terdakwa dibebaskan dari tahanan.
"Mengadili, Menyatakan keberatan/Eksepsi dari Terdakwa I, Didin Kamaludin dan Terdakwa II, Ikhwan Nursyujoko diterima," kata Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat membacakan putusan selanya, Kamis (12/10).
Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha juga menyatakan Surat Dakwaan dengan nomor Registrasi perkara KEP-431/M.5/PMPT.1/09/2023 tertanggal 18 September 20223 atas nama Terdakwa I Didin Kamaludin dan Surat Dakwaan dengan nomer Registrasi 432/M.5/PMPT.1/09/2023 tertanggal 18 September 2023 atas nama Terdakwa II Ikhwan Nursyujoko batal demi hukum.
"Memerintahkan untuk mengembalikan berkas perkara ini kepada Penuntut Umum," jelasnya.
Tak hanya itu, Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha juga memerintahkan agar Terdakwa Terdakwa I Didin Kamaludin dan Terdakwa II Ikhwan Nursyujoko dibebaskan dari tahanan.
Dalam pertimbangannya Ketua Majelis Hakim I Dewa Gede Suarditha mengatakan semestinya Jaksa Oditur Militer juga ikut menyusun surat dakwaan dan menandatangani surat dakwaan, sehingga kapasitas penuntutan dalam perkara a quo menjadi lebih jelas dan tidak kabur.
“Menimbang oleh karena surat dakwaan dengan nomer register perkara KEP-431/M.5/PMPT.1/09/2023 tertanggal 18 September 20223 atas nama Terdakwa I Didin Kamaludin hanya ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum sehingga bisa menjadi surat dakwaan tanpa seseorang yang mewakili dari unsur militer yang ditunjuk untuk ikut menandatangani surat dakwaan tersebut, maka surat dakwaan nomer register perkara KEP-431/M.5/PMPT.1/09/2023 tidak sesuai dengan Pasal 203 Huruf a UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer,” pungkas Ketua Majelis Hakim Dewa Gede Suarditha mengakhiri persidangan dengan mengetuk palu.
Seperti Seperti diberitakan, kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan penggunaan dana yang dikeluarkan oleh PT. SPU, anak perusahaan BUMN PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (PT SIER).
Dana tersebut akan digunakan untuk paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 tahun 2018 di Cipinang.
Terdakwa Ikhwan selaku pihak dari PT Neocelindo Inti Beton Cabang Bandung pihak penerima paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018.
Lalu, paket pekerjaan tersebut diserahkan kepada PT SPU untuk dikerjakan.
Mekanismenya, sebagai biaya pekerjaan awal atau relokasi, Ikhwan meminta uang kepada PT SPU.
Totalnya mencapai Rp1,25 miliar.
Nah, setelah uang diberikan ternyata paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018 tidak ada alias fiktif.
Sedangkan, untuk peran tersangka dari Militer, yakni Letkol CZI DK, diduga menerima sebagian uang pembayaran dari Rp1,25 miliar tersebut.
Tak hanya itu, Letkol CZI DK juga berperan mengatasnamakan TNI yang akan mengadakan paket pekerjaan pembangunan rumah prajurit setara tower lantai 6 Tahun 2018, kendati paket pekerjaan tersebut tidak ada.
Pihak PT SPU sendiri sebelumnya sudah dilakukan proses persidangan dan sekarang dalam tahap upaya hukum banding atas nama Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian sebagai Direktur Utama PT SPU dan Agung Budhi Satriyo yang pada saat kejadian selaku Kepala Biro Teknik PT SPU.
Atas perkara ini, Letkol CZI DK dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer yang pada pokoknya menjelaskan tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Dalam perkara tindak pidana korupsi proyek perumahan prajurit ini, sebelumnya ada dua orang terdakwa yang telah memperoleh putusan hukum dari majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama.
Mereka adalah Dwi Fendi Pamungkas yang saat kejadian tahun 2018 menjabat Direktur Utama PT SIER Puspa Utama dan Agung Budhi Satriyo selaku Kepala Biro Teknik pada anak perusahaan PT SIER tersebut.
Keduanya sama-sama divonis pidana satu tahun enam bulan penjara di Pengadilan Tipikor Surabaya.
0 komentar:
Posting Komentar