Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Salah satu jenis penyakit autoimun adalah lupus, yang dapat menyebabkan dampak berbahaya ketika penderita mengalami anemia.
Oleh karena itu, tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggagas detektor hemoglobin non-invasif untuk mengukur kadar hemoglobin serta memprediksi kemungkinan terjadinya penyakit anemia dengan bantuan kecerdasan buatan.
Pengembangan detektor hemoglobin non-invasif yang diberi nama Hemoglobest tersebut dengan menambahkan kecerdasan buatan STM32 di dalamnya.
Dengan adanya kecerdasan buatan, perangkat ini mampu melakukan perhitungan secara efisien hingga mempercepat prediksi kondisi anemia.
Kecerdasan buatan STM32 juga dapat menghemat daya dan berfungsi sebagai microcontroller.
Detektor hemoglobin rancangan Tim Hemoglobest ITS ini nantinya dapat dikhususkan untuk mendeteksi dan memprediksi anemia bagi penderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE).
Penderita lupus memerlukan pendekatan khusus dalam mendeteksi penyakit anemia, karena kadar hemoglobin yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan non-lupus.
Ketua Tim Hemoglobest ITS Muhammad Taufiqul Huda menjelaskan, jika anemia pada penderita lupus berpotensi merusak struktur sel organ tubuh.
Hal tersebut dapat terjadi karena perubahan kadar hemoglobin di dalam darah orang normal tidak sedrastis pada penderita lupus.
“Alat ini dilengkapi dengan sistem prediksi anemia sehingga dapat dipakai oleh penderita lupus sebagai peringatan dini,” paparnya, di Surabaya, Selasa(30/1/2024).
Tidak seperti alat detektor hemoglobin biasanya, detektor gagasan mahasiswa ITS tersebut menggunakan prosedur secara non-invasif.
Prosedur ini mengacu pada tindakan medis yang tidak perlu memasukkan alat melalui sayatan pada kulit, sehingga tidak membuat kulit terluka.
“Dengan begitu, alat akan lebih mudah untuk digunakan serta tidak memberikan rasa sakit,” ungkap mahasiswa yang juga tergabung dalam tim robotik Banyubramanta ITS itu.
Di sisi lain, pemuda yang akrab disapa Huda tersebut memaparkan jika alat ini memakai lima spektrum cahaya yang nantinya akan diserap oleh hemoglobin dalam darah pada pembuluh kapiler jari tangan.
“Hal itu pun menjadikan hasil deteksi lebih efektif dibandingkan oximeter yang hanya menggunakan dua spektrum,” terang mahasiswa Departemen Teknik Elektro ini.
Untuk mengetahui kadar hemoglobin melalui alat tersebut, lanjut Huda, spektrum cahaya yang masuk nantinya akan diterima oleh sensor dalam alat dan dianalisis pola dari masing-masing spektrumnya.
Setelah dilakukan analisis, selanjutnya akan keluar kadar hemoglobin yang sedang membawa oksigen dan yang tidak membawa oksigen.
Dari situ dapat dilihat kadar hemoglobin hingga prediksi anemianya.
Detektor hemoglobin non-invasif terbukti menghasilkan limbah lebih sedikit daripada detektor hemoglobin invasif.
Penggunaan alat non-invasif akan mengurangi jumlah limbah medis yang dihasilkan, seperti test strip dan peralatan sekali pakai yang digunakan dalam prosedur invasif.
“Dengan adanya alat ini tentunya akan mengurangi limbah sampah medis yang ada di Indonesia,” imbuhnya.
Berkat dedikasi penuh dari seluruh anggota tim yang dipandu oleh dosen dari Departemen Teknik Elektro ITS Astria Nur Irfansyah ST MEng PhD, pengembangan detektor hemoglobin ini berhasil dicapai.
Hebatnya, kelompok Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC) tersebut sukses meraih medali perak pada kategori Presentasi pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-36 tahun 2023 lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar