Malang, KABARPROGRESIF.COM Universitas Brawijaya (UB) mengukuhkan empat profesor, Selasa (16/1/2024) di Gedung Samantha Krida.
Dua diantaranya yakni, Prof. Dr. Agustin Krisna Wardani, S.T.P., M.Si sebagai Profesor aktif ke 26 di Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) dan ke 203 di UB, serta menjadi Profesor ke 364 dari seluruh Profesor yang dihasilkan UB.
Selanjutnya, Prof. Dr. Sucipto, S.T.P., M.P sebagai Profesor aktif ke 25 di FTP dan ke 205 di UB, serta Profesor ke 366 dari seluruh Profesor yang telah dihasilkan UB.
Keduanya membahas terkait keamanan pangan dari sisi yang berbeda yakni terkait proses pengawetan dan kehalalan.
Prof. Dr. Agustin Krisna Wardani, S.T.P., M.Si dikukuhkan sebagai Profesor dalam bidang Mikrobiologi dan Bioteknologi Pangan pada Fakultas Teknologi Pertanian.
Ia mengembangkan Teknologi BioSIFAG, yaitu Teknologi Biopreservasi Berbasis Bakteriosin dan Bakteriofag.
Teknologi BioSIFAG merupakan teknologi pengawetan pangan modern yang memanfaatkan bakteriosin (bacterial peptide) dan bakteriofag (bacterial virus) untuk menghambat bakteri patogen.
Kebaruan dari teknologi ini adalah menggunakan agen biologi berupa protein dan virus dalam menghambat bakteri patogen.
Kelebihan dari teknologi BioSIFAG adalah alami, aman terhadap kesehatan, spesifik, dan rendah dalam menimbulkan risiko resistensi.
Namun kelemahan dari teknologi BioSIFAG adalah terbatasnya spektrum penghambatan terhadap bakteri target.
Untuk itu, pendekatan hurdle technology dan bioengineering dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas aplikasi BioSIFAG.
Konsep hurdle technology yaitu penggunaan kombinasi bakteriosin dan bakteriofag secara bersama-sama untuk menghambat bakteri patogen.
Alternatif lain dengan bioengineering melalui rekayasa genetika, synthetic biology, delivery system ataupun directed evolution.
Teknologi ini mendesak dibutuhkan demi keamanan pangan. Karena, kasus foodborne disease (FBD) yaitu kontaminasi makanan oleh bakteri patogen menjadi salah satu penyumbang beban penyakit (global burden disease) dan kematian global (global death).
Selama ini teknik pengawetan konvensional dengan bahan kimia dan antibiotik, biasa digunakan untuk mengontrol kontaminasi bakteri.
Namun penggunaan pengawet kimia dan antibiotik berdampak pada penurunan kualitas pangan, respon alergi, pembentukan produk akhir yang bersifat karsinogenik, dan kasus resistensi.
Prof. Dr. Sucipto, S.T.P., M.P dikukuhkan sebagai Profesor dalam bidang Ilmu Sistem Mutu dan Halal pada Fakultas Teknologi Pertanian.
Ia mengembangkan Halalan-Thoyyiban Assurance System (HTAS) yang mengintegrasikan jaminan halal, aman, dan kualitas berbasis aspek teknologi dan manajemen, didukung infrastruktur mutu nasional.
Konsep HTAS semestinya diterapkan pada level produsen pangan untuk menjamin produknya dikategorikan sebagai produk halal.
Pada level produsen konsep ini memunculkan dua fungsi yakni, Pertama, Fungsi teknologi untuk identifikasi, mengontrol status halal, aman, dan kualitas pangan sepanjang rantai pasok dan melaporkan ke sistem secara transparan, cepat, akurat.
Kedua, Fungsi manajerial perlu desain, pegendaliaan, dan peningkatan jaminan halal, aman, dan kualitas pangan didukung kebijakan dan strategi manajerial dari pucuk pimpinan organisasi.
Dari lingkungan luar usaha, konsep HTAS perlu ditopang infrastruktur mutu nasional sehingga dapat dipercaya dan memuaskan konsumen.
Regulasi yang baik dan konsisten, serta lembaga sertifikasi yang terpercaya sangat penting.
Berbagai riset penunjang HTAS diperlukan untuk menguatkan HTAS pada produsen pangan dan infrastruktur penunjangnya di skala nasional.
Fungsi teknologi di produsen sangat penting untuk menjamin pangan halalan thoyyiban.
Teknologi ini perlu disesuaikan skala dan kemampuan usaha pangan, baik usaha mikro, kecil, menengah, maupun besar. Integritas HTAS dapat diperkuat dengan pilihan teknologi traceability pendukung transparansi jaminan pangan.
Salah satunya Radio Frequency Identification (RFID) untuk menjamin keamanan pangan dan meningkatkan efisiensi rantai pasok.
Sebagai contoh, teknologi RFID dapat melacak dan mendata produk selama distribusi dan memastikan produk halalan thoyyiban diterima konsumen.
Di Indonesia teknologi ini belum banyak diterapkan pengusaha dari RPH sampai pasar.
Namun bila bicara terkait halal tidak terlepas dari budaya masyarakat.
Di sisi lain, halal culture masih terbatas. Jika halal belum menjadi budaya perusahaan dan pekerja, maka implementasi Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) menjadi keterpaksaan terhadap regulasi.
0 komentar:
Posting Komentar