Jakarta - KABARPROGRESIF.COM Pada Selasa (22/10), Polri melalui Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) melaksanakan penjemputan 69 Warga Negara Indonesia (WNI) dengan tahap pertama repatriasi sejumlah 35 WNI yang menjadi pelaku Online Scam di Lapu-Lapu City, Filipina.
Tahap selanjutnya akan menyusul, dengan 32 WNI lainnya yang masih menunggu penyelesaian proses hukum di Filipina.
Sementara itu, dua WNI dengan status tersangka masih menjalani persidangan di Filipina karena diduga melakukan proses perekrutan.
Pemulangan ini merupakan hasil kerja sama erat antara Atase Kepolisian (Atpol) Indonesia di Manila, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Manila, serta otoritas penegak hukum Filipina, termasuk Presidential Anti-Organized Crime Commission (PAOCC) dan Philippine National Police (PNP).
Dalam penggerebekan yang terjadi pada Sabtu (31/10) di Hotel Tourist Garden, Lapu-Lapu City, Filipina, sebanyak 69 WNI teridentifikasi sebagai pelaku.
Penggerebekan ini dipicu oleh keputusan Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr., yang memerintahkan penutupan seluruh perusahaan POGO (Philippines Offshore Gaming Operator) sebagai bagian dari upaya penanganan kriminalitas yang melibatkan tenaga kerja asing.
Penutupan POGO ini berdampak pada ratusan pekerja asing, termasuk WNI, yang bekerja secara legal maupun ilegal di sektor tersebut.
“SOP nya buat mereka adalah pada saat mereka datang disana kemudian paspornya diambil, Handphone nya juga diambil bahkan di restart kemudian diberikan pelatihan baru melangsungkan aksinya sesuai dengan target yang sudah ditentukan” ucap Atpol Manila Kombes Pol Retno Prihawati, S.Sos., S.I.K., M.H.
Penutupan POGO oleh pemerintah Filipina menyebabkan beberapa dampak signifikan bagi para WNI pekerja online, baik legal maupun ilegal.
Pekerja legal terancam overstay akibat perubahan status visa, sementara pekerja ilegal menghadapi masalah yang lebih kompleks, seperti penahanan paspor, gaji yang tak dibayar, hingga kesulitan kembali ke Indonesia.
Kadivhubinter Polri, Irjen Pol Krishna Murti, S.I.K, M.Si. juga menegaskan dalam Press Conference yang diadakan di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta.
“Divhubinter Polri akan membuat laporan kepada Polres Metro Bandara tentang kepulangan mereka dan menjadikan mereka sebagai saksi terhadap proses keberangkatan lalu dilakukan upaya pendalaman melalui penyidikan berita acara, nanti selanjutnya akan diidentifikasi prosesnya siapa yang mengkordinir dan sebagainya lalu akan dilakukan proses hukum," jelasnya. Selasa (22/10).
Pihak kepolisian Filipina menilai adanya aktivitas ilegal karena berkaitan dengan penipuan online seperti gaji mereka yang belum dibayarkan, dan mereka yang ingin berhenti bekerja diharuskan membayar denda yang sangat tinggi.
Apakah akan dilakukan penegakan hukum?
“Ya, ada bagi orang yang mengkoordinir,” kembali ditegaskan Kadivhubinter.
Dalam rangka memitigasi situasi ini, Pemerintah Indonesia melalui KBRI Manila dan Polri mengambil berbagai langkah penanganan.
KBRI melakukan pendataan, penerbitan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi WNI tanpa dokumen, serta berkoordinasi dengan Imigrasi Filipina untuk memproses pemulangan.
Sementara itu, Polri melalui Atpol Manila bekerja sama dengan PAOCC untuk mengidentifikasi WNI, mendampingi proses hukum, serta membantu verifikasi biometrik bagi mereka yang terkena kasus.
Upaya pemulangan ini merupakan bagian dari komitmen Polri untuk terus mendampingi para pelaku hingga mereka tiba dengan selamat di tanah air.
0 komentar:
Posting Komentar